(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
Meski angka ini sedikit turun dari posisi Januari 2025 yang berada di Rp 22,57 triliun, secara tahunan justru terlihat kenaikan yang cukup signifikan, yakni sebesar 36,60 persen.
Dari sisi jumlah pengguna, BNPL perbankan mencatatkan 23,66 juta rekening aktif di bulan Februari. Ini sedikit menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 24,44 juta pengguna. Meski begitu, porsi kredit BNPL terhadap keseluruhan kredit perbankan tetap kecil, yakni sekitar 0,25 persen.
Secara umum, penyaluran kredit perbankan mencapai Rp 7.825 triliun per Februari 2025. Nilai ini tumbuh 10,30 persen secara tahunan, melanjutkan tren pertumbuhan dua digit pada Januari yang tumbuh 10,27 persen.(Kompas.com.12/042025).
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi sebesar 14,62 persen, diikuti oleh kredit konsumsi 10,31 persen, sedangkan kredit modal kerja tumbuh 7,66 persen.
Keluhan Pedagang terhadap daya beli Masyarakat yang menurun
Berdasarkan data dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), daya beli masyarakat di Jakarta selama momen Lebaran 2025 diperkirakan mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga 25 persen. Penurunan ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha ritel. Terutama mereka yang masih mengandalkan sistem jual beli konvensional.
Daya beli masyarakat di berbagai daerah di Indonesia termasuk DKI Jakarta menurun. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Di antaranya adalah maraknya PHK, naiknya harga-harga, beban utang meningkat dll. Selain itu juga pengaruh dari menurunnya ekonomi secara global.
Himpitan ekonomi membuat masyarakat memutar otak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tidak sedikit yang berutang dengan memanfaatkan paylater (pembayaran nanti) dalam belanjanya. Apalagi belanja saat ini bisa dilakukan secara online hingga paylater dianggap memudahkan. Di sisi lain, penerapan sistem kapitalisme mengakibatkan besarnya arus budaya konsumerisme, dan kebahagiaan diukur dengan standar materi. Adanya paylater makin mendorong arus konsumerisme.
Buy now, pay later memang terdengar sepele. Skema pembayaran ini memang menarik bagi mereka yang memiliki anggaran terbatas. Bayangkan, seseorang bisa langsung memperoleh barang tanpa harus memikirkan biayanya saat ini.
Ada cukup alasan mengapa Pay Later makin diminati.
Pertama, penetrasi kartu kredit di Indonesia yang masih rendah. CodaPay berdasarkan risetnya tahun 2016, seperti dikutip dari katadata mengatakan, penetrasi kartu kredit nasional hanya 1,6%. Sebaran kartu kredit ini jauh tertinggal dibanding Malaysia yang mencapai 20,2%, Singapura 35.4% dan Vietnam 1.9% mencapai 1,9 persen. Alhasil, kebutuhan akan cicilan kredit online kian dibutuhkan, khususnya bagi generasi milenial dan Gen-Z.
Kedua, makin banyak penyedia layanan keuangan online alias fintech yang muncul menawarkan diversifikasi produk ke ranah pembiayaan kredit. Sebut saja dompet digital GoPay yang menyediakan fitur Pay Later. Begitupun dengan OVO melalui OVO Pay Later. Hal senada juga dilakukan oleh perusahaan OTA Traveloka dimana melalui Traveloka Pay Later, pelanggan bisa traveling terlebih dahulu, namun membayarnya kemudian.
Namun, ada sisi gelap dari Pay Later, khususnya terkait mentalitas kepuasan instan. Dikhawatirkan, generasi milenial akan lepas kendali dalam menggunakannya. Meski membeli sekarang bayar nanti tampak sebagai keputusan sederhana. Namun, banyak orang terjebak oleh tagihan mereka kelak. Sebab, mereka nyatanya tidak memiliki uang di masa depan untuk melunasinya.
Hal lain yang cukup mesti diwaspadai ialah tidak semua pelanggan tahu sejauh mana batas kemampuan mereka. Beberapa pemain kredit online ini menawarkan limit yang jauh lebih besar daripada kemampuan mereka membayar.
Berbeda dengan sistem Islam , Islam akan menutup celah budaya konsumerisme, karena ada pertanggungjawaban di hadapan Allah swt. Masyarakat akan terbentuk ketakwaannya sehingga standar bahagia pun bukan dari sisi materi tapi karena mendapatkan ridho Allah swt. Sebagaimana sikap konsumerisme adalah salah satu buah busuk kapitalisme dan jebakan untuk memalingkan seorang muslim dari sikap orang beriman. Seorang muslim semestinya menyibukkan diri dengan kegiatan yang akan mendatangkan rida Allah Taala, seperti giat menuntut ilmu dan terlibat dalam perjuangan menegakkan Islam kafah, bukan terjerumus pada perbuatan sia-sia dan menghambur-hamburkan harta demi memenuhi tuntutan keinginan sesaat. Demikianlah gambaran kebahagiaan hidup yang hakiki.
Islam Haramkan Ribawi dan Menjamin Kesejahteraan Rakyat-Nya
Paylater yang marak saat ini berbasis ribawi, yang haram dalam pandangan Alih-alih menyolusi, paylater justru berpotensi menambah beban masalah masyarakat, dan menambah dosa, yang akan menjauhkan keberkahan.
Seorang muslim semestinya mengaitkan setiap aktivitasnya dengan tujuan hidup di dunia, yakni dalam rangka beribadah kepada Allah Taala. Ini sebagaimana firman Allah dalam ayat,
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat [51]: 56)
Larangan riba dalam Islam sangat tegas, apa pun bentuk dan modelnya, serta berapa pun jumlahnya. Ini sebagaimana firman Allah Taala,
“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 275).
Khilafah memiliki banyak mekanisme lain untuk menyejahterakan warganya. Khilafah mengatur jenis-jenis kepemilikan sehingga tidak akan terjadi privatisasi kepemilikan umum menjadi kepemilikan individu/swasta. Khilafah akan terus mengingatkan para orang kaya yang memiliki kewajiban mengeluarkan zakat mal untuk disalurkan kepada delapan golongan sebagaimana tuntunan Al-Qur’an. Khilafah menjamin harta yang beredar adalah harta yang halal dan berkah. Jaminan kebutuhan dan kesejahteraan yang diberikan oleh negara itu pun mencapai level individu per individu.
Tingkat kesejahteraan ekonomi yang layak ini akan menunjang berkurangnya angka kriminalitas serta memudahkan bagi warga untuk meninggalkan keharaman. Dengan begitu, rakyat tidak akan sempat berpikir untuk melakukan pelanggaran syariat, sebaliknya rakyat sibuk dengan ketaatan. Di samping itu, negara juga berperan aktif membangun kesadaran untuk taat syariat pada warganya, termasuk menyuburkan sikap untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah dan kanaah dengan harta yang sudah dimiliki.
Negara juga akan menutup berbagai celah masuknya pemikiran asing seperti sikap materialistis, konsumerisme, hedonisme, serta seluruh turunan sekularisme lainnya di berbagai sarana dan media. Negara akan memberantas tuntas semua aplikasi maupun berbagai layanan digital yang mengantarkan kepada keharaman. Jika sampai terjadi pelanggaran, negara menerapkan sistem sanksi yang tegas, mampu membuat jera pelakunya, dan membuat orang lain enggan melakukannya.
Sungguh, Khilafah berfungsi menjaga akidah Islam dalam diri tiap individu rakyatnya, menutup semua celah kemaksiatan, tidak akan melegalkan hal-hal yang bertentangan dengan syarak, menjamin kesejahteraan warganya, serta menerapkan syariat Islam kafah.
Penerapan Islam kaffah akan menjamin kesejahteraan rakyat. Sistem ekonomi islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat individu per individu. Segala praktik ribawi akan dihapuskan dalam negara islam karena negara yaitu Khilafah akan menjaga agar rakyat jauh dari keharaman.Wallahualam bissawab.[PUT]
0 Komentar