Subscribe Us

PELECEHAN SEKSUAL DI RANAH PENDIDIKAN, SOLUSINYA?

Oleh Febri Ghiyah Baitul Ilmi 
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Vivisualiterasi.com- Miris, pelecehan seksual di bidang pendidikan kian merebak. Diperparah lagi, pelaku pelecehan seksual adalah oknum guru yang dipercaya sebagai pengganti orang tua dan sebagai pendidik di lingkungan sekolah. Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, namun tak mampu membendung kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Lantas bagaimana solusi yang efektif untuk mengatasi masalah ini? 

Oknum guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di SD, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT, tega mencabuli sebanyak 8 pelajar yang berusia 8 sampai 13 tahun. Aksi bejat tersebut dilakukan sejak korban duduk dibangku kelas 1 SD. Kemudian, oknum guru tersebut telah dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan pada 1 Maret 2025, sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak yang tertuang di dalam Pasal 82 pada ayat 1, bahwa hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, (tirto.id, 6/3/2025). 

Di wilayah lain, oknum guru SMK di Kalideres melakukan pelecehan seksual kepada 40 siswinya dengan memegang pundaknya, bersalaman lama, dan mengelus pinggulnya. Kejadian ini memancing emosi siswa di sekolah tersebut dan akhirnya melakukan demo kepada pihak sekolah. Akhirnya, pelaku menerima sanksi pemecatan dari pihak sekolah, meski pun sebelum para siswa melakukan demo, pihak sekolah telah pemecatan pelaku, hanya saja belum di sosialisasikan kepada seluruh siswa, (megapolitan.kompas.com, 7/3/2025) 

Apa Peran Pemerintah?

Melihat pelecehan seksual di dunia pendidikan semakin mengkhawatirkan, pemerintah melakukan beberapa tindakan seperti edukasi terkait pelecehan seksual dan bahayanya, sarana dan prasarana di lingkungan sekolah yang aman dan nyaman, melatih tenaga pendidik, kerja sama dengan pihak keagamaan, dan penunjang CCTV. 

Selanjutnya, kebijakan sekolah, menyediakan pelayanan medis, serta rehabilitasi bagi korban. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Permendikbud Ristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan di Lingkungan Satuan Pendidikan yang menjelaskan apabila pelaku adalah tenaga kependidikan atau ASN akan diberikan sanksi teguran ringan, peringatan, permohonan maaf, hingga pemberhentian kerja. Sanksi penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun sebagaimana UU Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak yang tertuang di dalam Pasal 82 pada ayat 1.

Penyebab Maraknya Pelecehan Seksual di Lingkungan Pendidikan

Berikut beberapa penyebab menjamurnya pelecehan seksual di lingkungan pendidikan yang dilakukan oleh oknum pendidik. 

Pertama, sistem pendidikan sekuler mengutamakan kualitas produk hasil pendidikan untuk mendapatkan prestasi dan peluang kerja (materi) setelah lulus. Menghasilkan pendidik dengan keimanan dan ketakwaan yang lemah. Menyalurkan naluri nau (naluri seks) sesuai keinginan hati tanpa memperhatikan halal dan haram.

Kedua, kurangnya peran orang tua sebagai pendidik utama bagi anak. Mereka menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada pihak sekolah. Orang tua juga lengah dalam memilih sekolah terbaik untuk anaknya, yang mampu mencetak anak menjadi generasi kuat dan unggul serta beriman dan bertakwa. 

Ketiga, sistem pergaulan yang bebas antara laki-laki dan perempuan menjadi peluang bagi predator. Interaksi antara laki-laki dan perempuan diberikan kebebasan tanpa batas, dengan dalih murid dan guru. Perempuan diberi kebebasan berpakaian yang dapat memicu timbulnya syahwat para lelaki bejat. 

Keempat, liberalisasi media yang saat ini bukan hanya sebagai tontonan, bahkan tuntunan. TV bebas menayangkan perfilman yang berbau pornografi. Pun, Media sosial memberikan kebebasan kepada masyarakat memosting video dan foto tidak senonoh. 

Kapitalisme Menyuburkan Pelecehan Seksual

Sistem kapitalisme yang berasaskan sekulerisme yaitu pemisahan kehidupan dengan agama meniscayakan menjamurnya pelecehan seksual. Sistem ini, berhasil melahirlah generasi liberal (bebas) yang krisis identitas agama dan akhlak. Agama hanya digunakan untuk mengatur urusan ibadah saja. Namun, untuk mengatur urusan publik, sistem ini hanya menuhankan akal manusia dalam mengatur dan menyelesaikan problematika kehidupan. 

Lebih lanjut, sistem ini juga tidak mampu memberikan sanksi tegas dan memberikan efek jera bagi para predator. Buktinya, dengan adanya UU yang telah ditetapkan masih banyak kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Olehnya, kesalahan penerapan sistem dalam kehidupan akan menyuburkan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Apakah masih mau bertahan dengan sistem kehidupan yang rusak ini? 

Islam Solusi Tuntas

Generasi merupakan tonggak peradaban sebuah bangsa. Karenanya, keberadaan generasi harus dibina sebaik-baiknya dan dilindungi keamanannya. Agar tidak menjadi pelaku atau korban pelecehan seksual. 

Islam memandang pelecehan seksual merupakan perilaku maksiat dan dosa. Tak hanya itu, pelecehan seksual yang dilakukan pendidik akan menghancurkan masa depan korban. Olehnya, seorang Khalifah akan serius mengurus problem ini dari aspek individu, masyarakat, hingga tataran negara. 

Rasulullah Saw. bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dia pimpin." (HR. Bukhari) 

Atas pertanggungjawaban ini, seorang Khalifah akan melakukan tindakan sebagai berikut: 

Pertama, menerapkan sistem pendidikan berasakan akidah Islam. Produk yang dihasilkan oleh sistem pendidikan ini adalah generasi yang taat, tangguh, berkualitas, beriman, bertakwa, serta memiliki kepribadian Islam. Kemaksiatan tidak mampu menggoyahkan mereka, sebab keimanan telah kokoh di dalam dada. 

Kedua, edukasi kepada orang tua terhadap kesadarannya dalam menunaikan tugas utamanya yaitu sebagai madrasatul 'ula (sekolah pertama) bagi anaknya. Sehingga, sejak dini telah ditanamkan akidah yang kokoh, moral, menutup aurat, amalan ibadah lainya, bagian-bagian tubuh yang tidak sepantasnya disentuh oleh orang lain, serta diajarkan cara berkomunikasi yang baik. 

Ketiga, Khalifah menerapkan sistem pergaulan Islam dalam kehidupan. Tidak ada interaksi dengan lawan jenis selain interaksi yang diperbolehkan secara syar'i seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan lainnya. Laki-laki dan perempuan dilarang mengumbar aurat, berkhalwat, berikhtilat, dan berpacaran. Selain itu, mereka juga diperintahkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. 

Keempat, di dalam Islam diwajibkan untuk amar makruf nahi mungkar. Peka terhadap perbuatan kemaksiatan dan kejahatan. Demikian telah diperintahkan oleh Allah Swt. dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw. 

Kelima, Khalifah akan memfilter setiap informasi yang akan ditayangkan di media. Baik TV, maupun media sosial. Media hanya menayangkan hal-hal yang akan menambah keimanan, informasi terpercaya, dan pembelajaran atau hikmah. 

Keenam, khalifah akan memberi sanksi tegas bagi pelaku pelecehan seksual. Bagi pelaku pencabulan diberi sanksi hudud (di rajam atau di dera). Bagi pelaku pelecehan seksual selain pencabulan akan di takzir yang diajarkan sesuai syariat Islam. 

Berikut, yang dilakukan oleh seorang Khalifah dalam mengatasi kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan, sehingga generasi terjaga dan terlindungi keamanannya. Demikian, hanya bisa diterapkan secara totalitas dalam naungan Daulah Khilafah. Wallahu a'lam bishawab.[PUT]


Posting Komentar

0 Komentar