(Aktivis Dakwah)
Sedangkan dikutip dari Kompas (3/3/2025), kasus korupsi ini telah menyeret beberapa nama para petinggi pertamina. Adapun menurut Kejaksaan Agung, kecurangan yang dilakukan oleh PT. Pertamina Patra Niaga yakni pertalite dioplos atau diblend pada depo/storage menjadi pertamax. Kejaksaan Agung mengungkap, dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka seolah melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax) namun ternyata yang dibeli adalah Ron 90 (Pertalite) yang kemudian pada storage depo dilakukan blending menjadi Pertamax atau Ron 92. Sehingga bahan bakar yang dibeli oleh masyarakat selama ini kemyataannya adalah pertamax oplosan.
Sungguh ironis, nampaknya negeri ini telah dipenuhi dengan nokta hitam. Meningkatnya kasus korupsi menambah daftar panjang bukti kegagalan negara dalam menepis praktik zalim dikalangan para pejabat yang kian menjamur. Para petinggi yang haus akan materi membuat rakyat kerapkali dimanipulasi. Kasus ini pun kian menunjukkan wajah gelap politik demokrasi yang dibajak oleh oligarki. Fenomena Korupsi bak tradisi turun temurun yang kerapkali menjadi warisan paten dalam ruang lingkup pemerintahan.
Korban Kezaliman
Kasus korupsi bahan bakar yang terjadi baru-baru ini memang sangat merugikan perekonomian negara. Namun sayang, menurut Nailul Huda selaku Direktur Ekonomi Celios, selama ini pemerintah hanya berfokus pada kerugian negara, namun tidak menghitung kerugian yang dialami oleh masyarakat selaku konsumen. Bahkan diperkirakan kerugian yang dialami oleh masyarakat, senilai 47 miliar sehari jika ditotal dalam setahun berkisar senilai 17,4 triliun (Tempo, 4/3/2023).
Selain itu, dampak kerugian juga kian terasa dari segi pemakaian kendaraan dan lingkungan. Jika melihat, perbedaan antara pertamax dan pertalite, kerugian menahun telah menjadi penyakit kronis yang menggerogoti kantong masyarakat. Bagaimana tidak? Masyarakat telah tertipu, yang awalnya merasa telah menggunakan pertamax Ron 92 sebagai produk bahan bakar ramah lingkungan, memiliki kandungan oktan yang tinggi sehingga dapat berpengaruh pada kualitas pembakaran dan minim residu. Tak hanya itu, pertamax juga memiliki formula yang dapat membersihkan kerak karbon pada ruang bakar. Hal inilah yang menyebabkan mesin kendaraan akan lebih awet terawat sehingga masyarakat dapat menggunakan kendaraan lebih lama. Berbeda halnya jika menggunakan pertalite, meskipun harganya lebih murah.
Namun, tipe bahan bakar ini terbilang cukup boros, menyebabkan deposit karbon dan tidak ramah lingkungan. Sebab, merupakan bahan bakar fosil yang dapat menghasilkan emisi karbon gas buang. Mirisnya, bahan bakar yang digunakan masyarakat selama ini adalah pertamax oplosan hasil manipulasi PT. Pertamina Patra Niaga. Sehingga mesin kendaraan masyarakat berpotensi lebih mudah cepat rusak. Besarnya kerugian masyarakat, juga berpotensi pada kurangnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sebab, dana yang semestinya untuk membelanjakan kebutuhan lainnya, harus dialihkan untuk tambahan selisih harga.
Kasus Berulang
Berulangnya kasus korupsi dinegara ini tentu saja merupakan buah dari penerapan ideologi asing yang telah merenggut paksa akhlak hingga rasa kemanusiaan dalam diri umat hari ini. Sistem demokrasi kapitalisme sekularisme merupakan dalang dibalik tumbuh suburnya korupsi. Ditengah kemiskinan yang kian merajela hingga maraknya PHK massal, ada pejabat yang sibuk memperkaya dirinya. Hal ini disebabkan karena dalam demokrasi, uang memiliki peranan penting terhadap kursi kekuasaan. Seperti halnya pada calon dirut BUMN, untuk mendapatkan kursi tertinggi harus melalui restu dari parpol.
Sedangkan dalam dunia parpol, salah satu sumber dana yang digunakan berasal dari BUMN, maka tidak heran jika ada hubungan timbal balik antara parpol dan dirut BUMN yang pada akhirnya meninggalkan jejak kerugian bagi masyarakat. Inilah politik transaksional yang lahir dalam bingkai demokrasi. Dimana adanya simbiosis mutualisme dari berbagai pemilik kepentingan yakni antara oligarki dan korporasi. Tidak adanya tabir pemisah antara baik dan buruk membuat umat manusia hari ini bebas melakukan apapun sesuai kehendaknya, asalkan mampu menghasilkan keuntungan berupa materi, halal haram tidak lagi diindahkan. Tak hanya itu, sistem pendidikan hari ini hanya berfokus pada nilai akademik, bukan pada pembentukan kepribadian.
Pada akhirnya, generasi yang dihasilkan dari pendidikan sekulerisme sangat jauh dari pribadi taat dan bertakwa. Selain itu, berulangnya kasus korupsi juga diakibatkan karena sanksi hukum yang lemah sebab masa hukuman yang diberikan terbilang ringan yakni berkisar antara 5 hingga 20 tahun penjara itupun masa tahanannya kerapkali mendapatkan pemotongan masa hukuman, sehingga kondisi hukum dinegara ini tidak mampu memberikan efek jera bagi pejabat korup. Maka tidak heran jika praktik korupsi tumbuh subur dinegara ini dan tidak bisa dihilangkan bahkan telah membudaya dalam sistem pemerintahan.
Islam Solusi Hakiki
Sejatinya, Islam memiliki seperangkat aturan yang paripurna, sehingga dapat memberantas korupsi hingga keakarnya. Berbeda halnya dengan sistem politik demokrasi, politik Islam akan senantiasa menutup peluang terjadinya korupsi karena menerapkan syariat Islam secara kafah. Terlebih dalam perihal pengangkatan pejabat dalam khilafah, seorang khalifah memiliki hak mutlak dalam pengangkatan pejabat. Dimana pejabat yang diangkat berdasarkan atas kualitas yang dimiliki, bukan karena adanya politik uang.
Sebab, dalam Islam politik uang adalah hal yang sangat dilarang (haram). Begitupun dengan suap (risywah) yang kerapkali dilakukan oleh pejabat negara hari ini, yakni pemberian sejumlah harta demi tujuan yang bathil, agar dapat mempermulus urusannya. Padahal dalam hadist riwayat At Tirmidzi dan Abu Dawud, Rasulullah Saw., melaknat pelaku suap baik yang memberi ataupun menerima suap.
Selain itu Allah juga telah memberikan peringatan keras kepada mereka yang telah melakukan tindakan zalim dan berbuat curang dan melakukan penipuan terhadap masyarakat melaui firman-Nya dalam QS. An-Nisa ayat 29-30,
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil. Barangsiapa yamg berbuat demikian, yakni melanggar hukum dan berbuat zalim. Akan kami masukkan kedalam neraka. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah".
Adapun dalam segi perekonomian, Sumber Daya Alam (SDA) seperti minyak bumi adalah hak kepemilikan umum yang hanya berhak dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kepentingan bersama. Bukan untuk dikelola secara pribadi apalagi jika sampai diserahkan kepada pihak swasta. Sehingga tidak akan ada celah bagi pihak tertentu untuk menunggangi negara.
Dalam Islam, ada prinsip tiga pilar yang merupakan solusi hakiki untuk menanggulangi berbagai kejahatan termasuk diantaranya tindakan korupsi diantaranya:
Pertama, ketakwaan individu
Dengan melakukan pembinaan sejak dini dengan menanamkan nilai-nilai Islami, akan menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa. Sehingga ketika kelak diberikan amanah, mampu mengemban tugasnya sebaik mungkin. Oleh karena adanya rasa takut pada Allah Swt., maka akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Sehingga generasi saleh akan senantiasa terhindar dari perbuatan yang melanggar hukum syara' dan menutup celah terjadinya tindakan korup.
Kedua, kontrol masyarakat
Untuk menerapkan prinsip amar ma'ruf nahi mungkar, maka masyarakat harus memiliki perasaan, pemikiran serta aturan yang sama yang berasal dari syariat Islam. Sehingga ketika terjadi kezaliman, maka masyarakat tidak akan segan memberikan kritik kepada pemerintah dan tidak tinggal diam terhadap kemungkaran yang terjadi.
Ketiga, Penegakan hukum oleh negara
Negara pun memiliki peran yang sangat vital untuk menjamin hak masyarakat dari aspek keamanan dan kesejahteraan. Bagi pejabat korup, akan diberikan sanksi tegas berdasarkan hukum syara' yang setimpal dengan perbuatannya dan dapat memberikan efek jera.
Adapun sanksi bagi pejabat korup adalah berupa hukum takzir yaitu hukuman dikembalikan kepada hakim dalam hal ini adalah khalifah. Apakah berupa nasihat/teguran, denda (gharamah), menyiarkan perbuatan pelaku pada publik atau media massa, dera (hukum cambuk) atau hukuman mati. Sesuai dari ringan beratnya perbuatan pelaku.
Demikianlah, negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, kasus korupsi dapat diberantas hingga keakarnya. Sebab hanya Islam yang benar-benar dapat memberikan keadilan secara nyata bagi setiap golongan. Wallahu A'lam Bisshowab.[PUT]
0 Komentar