Subscribe Us

DANANTARA, ATM BAGI OLIGARKI

Oleh Siombiwishin
(Aktivis Muslimah)

Vivisualiterasi.com-Rapat paripurna DPR RI tanggal 4 Februari 2025 lalu, telah mengesahkan perubahan ketiga atas undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terdapat beberapa pokok perubahan dari hasil rapat tersebut, di antaranya ketentuan umum BUMN, ketentuan pembentukan anak perusahaan, prinsip perlindungan atas keputusan direksi (business judgement rule), pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), pengelolaan aset, afirmasi SDM/karyawan, aksi korporasi, privatisasi, pengawasan, hingga tanggung jawab sosial BUMN khususnya terhadap UMKN. 

Dari beberapa pokok perubahan yang dihasilkan, pembentukan Danantara menjadi sorotan publik. Peluncuran Danantara langsung dilakukan oleh Presiden RI Prabowo Subianto (24-2-2025) dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, beliau bahkan menjelaskan makna filosofis dibalik nama Danantara. Diketahui ide ini berawal dari cita-cita Begawan Ekonomi yang tidak lain adalah ayahanda dari Prabowo Subianto, Soemitro Djojohadikoesoemo. Kabarnya deviden BUMN yang awalnya disetor ke kas negara sebagai PNBP akan dialihkan untuk investasi pemerintah di Danantara termasuk dana hasil efisiensi APBN. (Kompas.com, 18-02-2025)

Dilansir dari detikEdu, Danantara akan menjadi super holding dari berbagai BUMN Indonesia. Sederhananya, super holding adalah perusahaan induk (holding company) berskala besar yang mengendalikan berbagai perusahaan di berbagai sektor industri. Dalam konteks Danantara, maka badan satu ini akan menjadi perusahaan induk dari perusahaan-perusahaan BUMN dan digadang-gadang memiliki potensi besar dalam membentuk masa depan ekonomi Indonesia.

Miris, di tengah kesedihan rakyat yang harus menanggung multiplier effect akibat dari efisiensi, rakyat kembali dihantam dengan munculnya badan pengelola investasi di antara banyaknya badan pengelola investasi yang telah dibentuk pemerintah, mulai dari Badan Layanan Umum (BLU), Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Presiden Prabowo Subianto juga mengumumkan bahwa sisa anggaran sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp325 triliun dari penghematan anggaran akan diinvestasikan ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara. 

Danantara juga membuat perusahaan negara bukan obyek audit Badan Pemeriksa Keuangan, melainkan akan dilakukan oleh akuntan publik layaknya perusahaan swasta, BPK hanya bisa mengaudit perusahaan-perusahaan tersebut dengan izin investigasi khusus dari DPR. Lebih jauh lagi, dengan menempatkan Danantara langsung di bawah kekuasaannya, tidak menutup kemungkinan Presiden Prabowo Subianto dengan mudah dapat menggunakan perusahaan negara untuk kepentingannya, misalnya membiayai program prioritas pemerintah. Selain itu, para Direksi dan Komisaris perusahaan di bawah Danantara tidak diwajibkan melaporkan harta kekayaan mereka sebelum dan setelah menjabat. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi oligarki.

Desain ekonomi yang tampaknya sedang disiapkan adalah konsep Kapitalisme negara dengan mengusung ekonomi kerakyatan namun dengan tidak melepaskan oligarki yang telah menjadi tim suksesnya.  Oleh sebab itu, lembaga ini menjadi salah satu langkah pemerintah untuk mengoptimalisasi modal dan aset BUMN, seperti halnya Cina dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Maka aktor yang menikmati Danantara adalah para oligarki seperti yang terlihat dari jajaran petinggi Danantara.

Modal raksasa ini bersumber dari pajak (uang rakyat) yang akan dipertaruhkan dalam persaingan bebas global, mulai dari penarik investasi asing maupun sebagai modal investasi Indonesia di luar negeri (atau investasi di program prioritas pemerintah seperti hilirisasi minerba, proyek energi terbarukan, dan produksi pangan). Alhasil, uang yang terkumpul di Danantara akan dinikmati oleh para oligarki minerba dan sawit agar mereka bisa semakin melakukan ekspansi bisnisnya di pasar global maupun lokal.  Artinya, jika investasi gagal, maka uang rakyat hilang dan tak mungkin dapat digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Sistem demokrasi-kapitalisme memang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan justru memaksa rakyat untuk melayani para elite politik dan pemilik modal. Rakyat dibiarkan mandiri untuk bertahan hidup dengan kemampuan masing-masing individu tanpa pertolongan dan pelayanan yang serius dari pemerintah/negara.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, kemaslahatan rakyat menjadi prioritas utama. Pengelolaan keuangannya pun dimaksimalkan untuk menyelesaikan kepentingan rakyat. Dalam buku Struktur Negara Khilafah karya Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, terdapat suatu departemen dalam Daulah Islam yang disebut sebagai Departemen Kemaslahatan Rakyat yang bertugas mengurusi kesejahteraan rakyat dan memastikan seluruh kebutuhan mereka terpenuhi. Mengenai pengelolaan keuangan, sistem Ekonomi Islam tidak perlu membentuk begitu banyak badan pengelolaan keuangan yang justru semakin membuat pengelolaan keuangan negara menjadi tidak efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Keuangan sistem Ekonomi Islam sepenuhnya dikelola oleh Baitul Mal. 

Dalam ekonomi Islam juga memiliki beberapa mekanisme investasi untuk mengembangkan dana. Pasar syariah dibuka lebar yang mana masyarakat dapat melakukan transaksi dalam berbagai bidang ekonomi, seperti perdagangan, pertanahan, industri, pertanian, ketenagakerjaan, dan jasa-jasa. Masyarakat dapat menjadi investor (shahibul mal) dalam bidang sumber daya ekonomi (SDE), namun dilarang untuk memprivatisasi sumber daya milik umum (milik publik). Ini karena SDE umum adalah milik masyarakat sepenuhnya yang akan dikelola mandiri oleh negara untuk mendapatkan keuntungan dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, serta api.”

Dengan demikian, swasta dan investor asing tidak bisa mengakses migas, logam dan batu bara, laut, hutan, dll. yang karakternya memang adalah SDE milik bersama yang memiliki deposit besar dan tidak boleh dikuasai individu dan swasta.

Islam memberikan metode praktis terkait konsep kepemilikan dan bagaimana mekanisme pengelolaanya. Islam memiliki sistem ekonomi yang lengkap dan bersumber langsung dari Allah Swt., sehingga terdapat aturan mengenai tata cara pengelolaannya serta siapa yang berhak mengelola, juga hasilnya untuk siapa. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam dalam bingkai negara maka kesejahteraan rakyat akan terwujud secara merata (individu per individu).Wallahu’alam.

Posting Komentar

0 Komentar