(Aktivis Dakwah)
Seperti yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kepada media akhir-akhir ini, terkait potensi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan menjelang bulan Ramadan 2025. BPS memperkirakan komoditas pangan yang menjadi perhatian utama adalah telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng. Pasalnya sejumlah pangan tersebut diprediksi akan mengalami lonjakan harga akibat meningkatnya permintaan selama bulan puasa dan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Rubicnews.com (07/02/25)
Tidak jauh beda kondisinya, harga bahan pokok di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan pun mengalami lonjakan signifikan. Kenaikan harga paling mencolok terjadi pada minyak goreng dan gula, yang terus naik dalam beberapa minggu terakhir. Seorang pedagang di Pasar Tamrin bahkan mengungkapkan bahwa kenaikan harga sudah mulai terjadi sejak dua minggu lalu. Menurutnya, kondisi tahun ini jauh lebih parah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tribunkaltim.com (07/02/25)
Potensi Berulang Kenaikan Harga Barang
Kenaikan harga komoditas sembako menjelang Ramadan bukan hal yang aneh di Indonesia, bahkan kasus ini terus berulang setiap tahunnya. Sejalan dengan teori ekonomi bahwa meningkatnya permintaan terhadap suatu barang secara otomatis berpengaruh terhadap kenaikan harga suatu barang. Teori kenaikan permintaan terhadap barang selalu dijadikan alasan klise agar masyarakat maklum terhadap kondisi tersebut.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah jika memang sudah tau letak masalahnya dengan prediksi sebelumnya, mengapa pemerintah tidak cepat tanggap mengatasi masalah tersebut hingga terus berulang setiap tahunnya dan membuat beban masyarakat. Alih-alih langsung mengatasi masalah tersebut, pemerintah justru seakan tidak pernah belajar dari pengalaman dengan membiarkan kondisi ekonomi masyarakat semakin sulit.
Jika ditelaah lebih dalam jelas bahwa keadaan ini bukan hanya dipengaruhi oleh faktor teori permintaan semata. Diakui maupun tidak, kondisi tersebut menunjukkan adanya masalah pendistribusian barang sehingga berpotensi terjadi kelangkaan dan membuat kenaikan harga barang. Selain itu, ada problem lain yang memengaruhi naiknya harga di tengah daya beli masyarakat yang semakin menurun. Seperti jaminan kelangsungan produksi barang kebutuhan, adanya problem pada rantai pasok yakni mafia impor, kartel, monopoli, ikhtiar, dll.
Hal inilah nampaknya yang tidak dikaji secara detil oleh para pejabat dan tak mampu diatasi oleh pemerintah hingga tuntas. Walhasil, mengakibatkan masalah terus berulang membuat masyarakat resah dan terbebani. Respon pemerintah justru cenderung lebih mengajak masyarakat untuk sabar terhadap kondisi terhimpit dibanding mengatasi masalah sesungguhnya karena dorongan tanggung jawabnya sebagai pengayom rakyat. Hal ini wajar terjadi di negara yang menerapkan sistem kapitalisme sebab negara hanya bertugas sebagai perantara semata.
Jika demikian bukankah ini bertolak belakang dengan landasan negeri kita, yang menitikberatkan pada pengelolaan masalah ekonomi bertumpu pada pemerintah. Undang-undang mengatur pemimpin negara yang punya otoritas penuh untuk mengaturnya. Sudah saatnya kaum muslim apatis terhadap penerapan sistem saat ini dan kembali berharap pada pengaturan sistem Islam.
Kenaikan Harga dalam Sistem Islam
Sesuai dengan landasan ekonomi Islam, pemerintah Islam akan menjadikan ketersediaan pangan dan jaminan distribusi yang merata menjadi tanggung jawab negara. Tidak seperti sistem kapitalisme yang menjadikan negara hanya sebagai fasilitator pengadaan barang. Islam juga akan memastikan tidak ada penimbunan, tidak ada kecurangan, tidak ada permainan harga, sehingga masyarakat bisa mendapatkan semua kebutuhannya dengan harga yang terjangkau.
Negara akan meningkatkan produksi untuk menyelesaikan problem kelangkaan, pemantauan dan pengendalian harga seluruh komoditas termasuk di dalamnya komoditas pangan beserta antisipasinya sesuai syara. Sistem ekonomi Islam meniscayakan adanya pengaturan yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat atas pangan dengan harga murah dan mudah diakses masyarakat kecil.
Dengan demikian fungsi negara pun bisa terpenuhi sebagai pengayom rakyat. Penyediaan kebutuhan rakyat, baik berupa sandang, pangan, dan papan. Mampu mengatur dan mengatasi masalah yang menimpa rakyat. Bukan sekadar menyuruh untuk sabar dan menerima kondisi yang tidak mampu diatasi oleh pemerintah pusat akan kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Islam memberikan aturan bahwa ada ancaman yang berat bagi para pemimpin yang tak mampu memenuhi tugasnya sebagai pelayan umat. Sebagaimana hadis yang disampaikan oleh rasul berikut, "Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam)
Bahkan nabi pun berdoa kepada Allah agar memberatkan urusan seorang pemimpin bilamana dia menyalahi tugas yang sudah diberikan kepadanya seperti hadis berikut, “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia.” (HR. Muslim)
Kecil kemungkinan seorang pemimpin dalam Islam lalai akan amanahnya hingga kebutuhan masyarakat pun bisa terpenuhi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Semoga ke depan pemimpin kita bisa bebenah agar seluruh urusan rakyat bisa terlaksana dengan baik. Yakni menjadikan Islam sebagai panduan dalam setiap pengaturan negara sebab hanya dengan Islam semua kebutuhan manusia bisa terpenuhi dengan baik sesuai arahan Allah Swt. Wallahu alam bishawab.[Irw]
0 Komentar