Kontributor Vivisualiterasi Media)
Badan usaha milik perguruan tinggi memang menjadi salah satu pihak yang mendapat usulan agar memiliki Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP). Rencana ini kemudian tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang ditetapkan menjadi usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada hari itu.
Usulan ini pernah disampaikan pertama kali tahun 2016 dengan dirumuskan dalam dokumen yang berjudul "Usulan APTISI (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia): Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045". Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa "Pertambangan merupakan salah satu elemen dalam solusi permasalahan pendidikan." (kompas.com)
Ditolak Keras
Berbagai pihak seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menolak dengan tegas usulan ini. Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna menyatakan bahwa perguruan tinggi sebagai pengelola tambang akan mengaburkan pikiran kritis dan intelektualitas. Koordinator BEM SI, Herianto juga beranggapan bahwa dengan adanya usulan ini, mahasiswa akan menjadi objek bisnis dan perguruan tinggi sejatinya akan menjadi tempat berbisnis.
Fahmi Radhi, seorang pakar ekonomi energi di Universitas Gadjah Mada (UGM) beranggapan bahwa diberikannya izin untuk mengelola tambang dapat menyebabkan perguruan tinggi tidak lagi memegang teguh peran sebagai penjaga lingkungan, akan tetapi sebagai perusak lingkungan, seperti apa yang selama ini menjadi dampak buruk adanya pengelolaan tambang. Apabila potensi ini benar terjadi maka akan berimbas pada timbulnya konflik sosial antara sektor pertambangan dan masyarakat. Ia juga menilai bahwa perguruan tinggi tidak memiliki kompetensi dan jaminan kemampuan mengelola tambang. (nusakata.com)
Fathul Wahid, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, pun mengkhawatirkan perguruan tinggi akan terlena dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan. Menurutnya, apabila perguruan tinggi terlibat dalam adanya aktivitas perusakan lingkungan, maka kepercayaan publik terhadap suara intelektual perguruan tinggi akan sirna. (cnnindonesia.com)
Kapitalisasi Pendidikan
Ini merupakan miskonsepsi apabila perguruan tinggi dinilai layak dalam mengelola tambang. Tambang sejatinya merupakan harta milik umum yang berarti dimiliki oleh rakyat. Jika dikelola secara mandiri oleh perguruan tinggi, maka kemungkinan besar keuntungan yang dihasilkan dari pengelolaan tambang akan diambil oleh orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu, selain daripada untuk menyokong pendanaan pendidikan di perguruan tinggi. Buktinya, dengan sistem kontrak karya yang disamarkan sebagai investasi, hasil tambang di Indonesia sebanyak 80% dimiliki perusahaan dari negara-negara asing. Dengan demikian, walaupun perguruan tinggi diyakini mampu mengelola tambang, ini malah akan menambah liberasi tambang. Pada akhirnya, akan terjadi krisis kesejahteraan dan pemerataan.
Usulan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi bukan tanpa alasan. Perlu kita ketahui bahwa ini merupakan imbas ditetapkannya perguruan tinggi untuk memiliki otonomi kampus yang menyebabkan segala bentuk pendanaan dipenuhi secara mandiri oleh perguruan tinggi. Visi utama perguruan tinggi akan berbelok karena ini merupakan industrialisasi pendidikan.
Industrialisasi pendidikan merupakan turunan dari kapitalisasi pendidikan yang melahirkan disorientasi lembaga pendidikan menjadi pengejar materi semata. Kapitalisasi pendidikan ini berasal dari ideologi kapitalisme yang tujuan utamanya adalah meraih nilai materi sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan halal-haram.
Dari sini tampak jelas bahwa negara yang seharusnya menjadi raa’in (pemimpin) dan junnah (perisai) yang bertanggung jawab dan melindungi pemenuhan publik untuk mengakses perguruan tinggi dan pengelolaan tambang sebagai harta milik umum, tidak menjalankan fungsinya. Ini berarti, pembiayaan pendidikan ditanggung oleh orang tua atau personal sehingga sangat memberatkan. Selain itu, ini juga menutup kesempatan bagi mahasiswa yang miskin untuk menempuh pendidikan tinggi.
Semestinya, lembaga pendidikan memiliki fokus utama dalam mewujudkan kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiyah) dan membentuk generasi berkualitas unggul yang mampu memberikan karya terbaik untuk seluruh umat.
Cara Islam Mengelola Tambang
Islam mengharamkan pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta sebagaimana yang terjadi hari ini. Dalam Islam, pembiayaan perguruan tinggi ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk pertambangan.
Hanya dalam sistem Islam-lah, tambang apa saja yang mengandung limpahan kekayaan dan dapat memenuhi hajat hidup banyak orang, dikategorikan sebagai milkiyah ammah (milik umat).
Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, dalam air, padang rumput atau gembalaan, dan api” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah).
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Kitab Nidzomul Iqtishodi, negara dalam mengelola tambang memiliki peran hanya sebagai pengelola, di mana hasil dari pengelolaannya diberikan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dalam bentuk sarana umum. Salah satu sarananya adalah layanan pendidikan.
Negara memiliki kewajiban mengeksplor dan mengeksploitasi kekayaan tambang sampai memperoleh hasil yang nantinya harus dirasakan oleh masyarakat. Ada dua mekanisme distribusi hasil dari pertambangan untuk rakyat: Pertama, hasil tambang didistribusikan secara langsung. Ini artinya rakyat mendapat subsidi hasil tambang seperti BBM, migas, listrik, dan sejenisnya. Ini diberikan kepada masyarakat secara gratis atau rakyat membelinya dengan harga produksi sehingga negara tidak mengambil keuntungan dari penjualan hasil tambang tersebut. Dengan demikian, kebutuhan energi masyarakat akan tercukupi.
Kedua, hasil tambang didistribusikan secara tidak langsung. Artinya, rakyat memiliki hak memperoleh atau tercukupi kebutuhan umumnya, seperti pendidikan (sampai pendidikan tinggi), kesehatan, dan keamanan secara gratis. Sarana ini berasal dari hasil tambang yang dikelola dalam kas atau pos kepemilikan umum yang disebut Baitul Mal.
Demikian tadi adalah mekanisme yang benar dan sesuai dengan syariat Islam dalam mengelola tambang. Maka bukan pribadi manapun, termasuk perguruan tinggi dapat memiliki izin untuk mengelola tambang, karena hanya negara-lah yang boleh mengelolanya. Mekanisme ini dapat dijalankan dalam sistem Islam dan hanya bisa terwujud apabila negara menerapkannya secara menyeluruh dalam bingkai sistem kepemimpinan Islam sehingga memberikan kesejahteraan khususnya bagi dunia pendidikan dan seluruh umat. Wallahua'lam bishawab.[AR]
0 Komentar