(Publisher Vivisualiterasi)
Menurut Kepala Badan Gizi Nasional, usulan tersebut sebagai contoh bahwa keragaman pangan di Indonesia bisa diakomodir dalam Program MBG. Dia juga menegaskan bukan kewenangannya untuk menetapkan standar menu nasional. “Itu contoh ya, contoh bagaimana keragaman pangan itu bisa diakomodir dalam program makan bergizi. Karena badan gizi nasional tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi,” (Kumparan.com,25/1/2025)
Formalitas Belaka
Sejak awal program ini berjalan amat sangat minim perencanaan. Peraturan, kebijakan dan penetapan anggaran yang berubah-ubah namun tak mampu menyelesaikan problematika yang sebenarnya ada dalam masyarakat.
Pemanfaatan serangga untuk pemenuhan sumber protein dalam menu MBG sungguh sangat tidak layak dan menunjukkan bahwa pemerintah menjalankan program ini tidak serius dalam menangani permasalahan gizi generasi, namun lebih kearah hanya sebagai formalitas atas program kerjanya saja. Kebijakan ini juga dinilai tak etis oleh Ahli Gizi Masyarakat, Dr. Tan Shot Yen yang mengatakan pada dasarnya kandungan dalam makanan bukan hanya mengenai gizi tapi yang juga tidak kalah penting adalah keamanan pangan. Meskipun serangga merupakan salah satu sumber protein bagi beberapa daerah. Namun juga harus diperhatikan setiap kandungannya apakah berisi gizi yang cukup dan higenistasnya.
Jika di tinjau dari kebiasaan makan masyarakat Indonesia pada umumnya yang tidak menggunakan sumber protein hewani yang berasal dari serangga dan di tambah beberapa jenis serangga yang jika salah dalam pengolahannya justru malah membuat makanan tersebut berbahaya sebab mengandung patogen atau racun. Belum lagi dari tinjauan hukum syarak terkait hukum serangga yang dikonsumsi dalam makanan, kaidah fiqih yang melarang memakan kumbang atau sejenis serangga (an-nahlah) yang disimpulkan)dari dalil yang melarang membunuh an-nahlah dalam satu hadits Nabi:
كُلُّ مَا نُهِيَ عَنْ قَتْلِهِ فَلاَ يَجُوْزُ أَكْلُهُ
“Setiap binatang yang dilarang untuk dibunuh, maka tidak boleh memakannya.” (As-Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, 3/185-186; Imam Syaukani, Nailul Authār, Juz VIII, hlm. 294; Tafsīr Al-Baghawī (Ma’ālim Al-Tanzīl), Riyadh : Dar Thaybah, Cetakan I, 1409/1989, hlm. 199).
Sebab ditemukan dalil yang melarang untuk membunuh hewan kategori al-nahlah, hal ini membuat bahwa setiap hewan yang dilarang untuk dibunuh, maka artinya adalah hewan itu haram dagingnya untuk dimakan oleh seorang muslim dari tinjauan hukum syarak.
Meskipun hal ini masih menjadi wacana yang belum di terapkan, namun rencana ini mestinya harus di tinjau kembali bersama penelitian yang mampu memberikan penjelasan terkait keamanan serangga dalam menu MBG ini sendiri. Pemerintah seharusnya memiliki kekuasaan penuh dalam menetapkan pakem regulasi yang mengatur standar baku dalam MBG mulai dari standar aturan bahan baku, proses pengolahan, penyajian dan tinjauan pemenuhan gizi dari setiap porsi persajian menurut usia anak di tiap tingkat jenjang sekolah bahkan terpenting adalah standar halal haram makanan yang akan di konsumsi siswa.
Apalagi program MBG ini sendiri sudah menjadi program prioritas maka seharusnya bisa memberikan menu protein lebih daripada serangga saja, terlebih dengan kondisi Indonesia yang kaya akan protein hewani seperti ikan, ayam dan telur. Dan itu terdapat di seluruh wilayah Indonesi. Ini bisa menjadi standar acuan penguasa dalam menjaga makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak sehingga tidak hanya sekedar pemberian makanan saja. Juga agar tercipta situasi yang adil dan halal bagi seluruh anak penerima manfaat dari program MBG di seluruh Indonesia.
Hal ini nampak jelas membuktikan bahwa pemerintah di bawah sistem hari ini tak serius dalam mengurusi rakyatnya. Persoalan stunting dan upaya pemenuhan gizi tak pernah tuntas dalam memberi solusi. Kebijakan MBG juga terlihat populis karena sering kali menyebutnya sebagai kepentingan rakyat, tetapi sejatinya mengandung kepentingan ekonomi bagi sekelompok orang saja dan peran penguasa yang hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator belaka.
Islam Menyelesaikan Masalah Stunting
Persoalan gizi merupakan masalah yang sangat penting sebab menentukan kualitas generasi di masa depan. Islam akan memperhatikan pemenuhan gizi masyarakat secara sistematis dan dalam kepengurusan oleh institusi negara berbasis akidah Islam. Rasulullah Saw, bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in dan ia bertanggung jawab (pengurus rakyat) ata pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Negara akan menjamin kebutuhan asasiyah warganya terutama dalam hal pangan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Adapun langkah yang dilakukan oleh negara untuk mencegah dan menangani persoalan gizi sebagai berikut:
Pertama, penyediakan lapangan kerja yang luas dan memerintahkan bagi laki-laki untuk bekerja. Ini merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh negara sebagai pemegang kekuasaan. Dalam Islam, SDA (air, api dan padang rumput) yang dimiliki adalah sebagai kepemilikan umum dan dikelola langsung oleh negara. Sehingga itu mampu membuat keterbukaan lapangan kerja yang mudah di akses oleh seluruh warga negara dan menyerap banyak pekerja.
Negara juga akan memberikan jaminan pelayanan baik kesehatan, keamanan dan pendidikan. Sehingga para laki-laki tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan dan tidak terbebani dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya sehingga pendapatan mereka di alokasikan pada secara optimal dan mampu memberikan penghidupan yang layak bagi keluarganya termasuk dalam pemenuhan gizi keluarga.
Kedua, membangun kedaulatan pangan. Dibawah departemen kemaslahatan umum ini berperan untuk menjaga kualitas pangan yang beredar dan distribusikan untuk masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan politik pangan menuju terwujudnya swasembada dan kemandirian pangan. Upaya yang dilakukan negara melalui pengoptimalan produksi pangan dalam negeri salah satunya dengan mengaktifkan sektor pertanian, perikanan, perkebunan, dll. Negara akan menjamin barang dapat diakses oleh seluruh kalangan masyarakat dengan harga terjangkau dan berkualitas.
Ketiga, bekerja sama dengan pakar dan ahli terkait pemenuhan gizi. Negara akan melibatkan para pakar atau yang terkait dalam hal pemenuhan gizi, pencegahan stunting maupun kebijakan guna mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan masyarakat. Hal ini sangat mampu dilakukan dengan baik oleh negara sebab memiliki pendanaan yang besar yang berasal dari baitul maal. Sehingga mampu memberikan yang terbaik dalam mengurusi urusan rakyatnya.
Stunting bukan problematika personal atau per-keluarga saja namun problematika sistematis sehingga penanganan dan kepengurusannya hanya bisa terpenuhi dan terlaksana secara sistematis pula. Melalui penerapan Islam sebagai syariat kafah akan membuat rakyat tercukupi dan terjaga, hal ini akan membuat rakyat jauh dari masalah stunting dan lainnya. Islam memberikan solusi atas masalah dari akarnya dan memberikan kesejahteraan. Wallahu'alam bissawwab.
0 Komentar