Subscribe Us

GAS MELON LANGKA, BAGAIMANA PERAN NEGARA DALAM MENJAMIN DISTRIBUSI?

Oleh Febri Ghiyah Baitul Ilmi 
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Vivisualiterasi.com-Rame berseliweran di media sosial reaksi kekecewaan masyarakat buntut dari kebijakan pemerintah terkait aturan pendistribusian LPG (Liquefiet Petroleum Gas) 3 Kg yang sering disebut gas melon. Bahkan ada yang menghubungkannya dengan lagu oke gas saat Presiden Prabowo Subianto masih kampanye menjadi capres. Imbas dari kebijakan ini mengharuskan masyarakat rela mengantre hingga berjam-jam dan menempuh jarak lebih jauh dari sebelumnya demi gas melon. 

Sabtu, 1 Februari 2025 pemerintah telah melarang penjualan LPG 3 Kg melalui pengecer. Yuliot Tanjung, sebagai Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta pengecer untuk pindah haluan menjadi pangkalan resmi, dengan cara mendaftarkan diri melalui sistem Online Single Submissions (OSS) untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB). Masa transisi ini hanya berlaku selama 1 bulan, artinya pada Maret 2025 sudah tidak ada lagi pengecer LPG 3 Kg. Pengaturan pendistribusian ini bertujuan agar sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang disesuai kebijakan masing-masing pemerintah daerah, (kompas.com, 3/02/2025). 

Carut Marut LPG 3Kg

Kelangkaan LPG 3 Kg karena kacaunya kebijakan terkait pendistribusi LPG 3 Kg yang diatur didalam Keputusan Menteri EDSM No. 37 Tahun 2023 Tentang Pendistribusian LPG Tertentu (3 Kg) tepat sasaran. Dimana masyarakat yang berhak menerima LPG 3 Kg adalah petani sasaran, rumah tangga, usaha mikro, dan nelayan sasaran. Artinya, tidak semua lapisan masyarakat berhak memanfaatkan LPG 3 Kg. Dampak dari kebijakan ini dapat disalahgunakan oleh oknum nakal yang memiliki modal besar kemudian akan menjual LPG 3 Kg kepada masyarakat dengan harga mahal. Jelas masyarakat lebih memilih membeli LPG 3 Kg dengan harga lebih mahal dan mudah didapatkan, ketimbang harus mengantre selama berjam-jam. 

Selain itu, pemerintah memberikan arahan kepada masyarakat jika ingin menjual LPG 3 Kg harus beralih menjadi agen pangkalan resmi. Sedangkan, untuk menjadi pangkalan resmi harus memiliki modal awal yang tidak sedikit yaitu Rp. 100.000.000 untuk sewa tempat usaha, pembelian tabung gas, pengadaan mobil angkutan, dan fasilitas pendukung lainya. Maka dengan biaya sebesar itu yang mampu menjadi agen pangkalan resmi adalah orang yang memiliki modal besar. Artinya, pemerintah hanya memberi peluang kepada pemilik modal besar untuk memiliki usaha menjual gas melon dan justru mematikan pebisnis modal kecil. 

Kemudian, salah satu syarat menjadi agen resmi harus mempunyai dokumen perusahaan yakni memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Artinya, pihak yang berhasil menjadi agen pangkalan resmi wajib membayar pajak. Dari sini perusahaan tidak akan mau rugi dengan adanya wajib pajak, maka yang akan menanggung pajaknya adalah konsumen akhir yaitu rakyat. 

Kapitalisme Biang Kerok

Kekacauan distribusi LPG 3 Kg merupakan keniscayaan yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini, memberikan peluang bagi pemilik modal besar untuk bebas dalam menguasai SDA dalam bentuk bahan baku hingga telah menjadi produk siap pakai. Kemudian penguasa hanya sebagai regulator dalam memfasilitasi korporasi asing maupun aseng tanpa memikirkan ketimpangan yang terjadi pada rakyat kecil. 

Keburukan dalam sistem kapitalisme adalah kapitalisasi hajat publik. Penguasa melakukan liberalisasi harta milik rakyat salah satunya adalah gas dan menyerahkan pengelolaan kepada swasta dan pengusaha. Walhasil, kekayaan yang harusnya dinikmati oleh rakyat justru dinikmati oleh segelintir orang. 

Pandangan Islam

Melihat kegagalan pemerintah dalam mengurusi kebutuhan LPG untuk rakyat, memberikan sinyal agar umat Islam segera menyampakkan kapitalisme dan menggantinya dengan Islam. Didalam Islam penguasa bertugas sebagai pengurus rakyat. Termasuk mengurusi ketersediaan LPG yang merupakan kebutuhan publik. 

Didalam Islam gas merupakan harta kepemilikan umum untuk seluruh kaum muslim yang pengelolaannya diserahkan secara penuh kepada negara. Maka, individu, swasta, bahkan asing dilarang untuk mengelolanya. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi, "Umat Muslim berserikat dalam 3 hal yakni padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad) 

Lebih lanjut, penguasa didalam Islam hanya sebagai pengelola saja. Jika rakyat hendak menikmati LPG secara langsung dapat dinikmati dengan gratis atau membeli dengan harga terjangkau sebagai biaya produksi atau akan dikembalikan kepada kepentingan rakyat. Maka pemasukan dari harta kepemilikan umum akan disimpan pada pos baitul mal, yang kemudian akan dikembalikan kepada kepentingan rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, jalan, dll. secara gratis.  Karena sejatinya penguasa hanya mewakili rakyat untuk mengelola SDA. 

Selanjutnya, negara akan mendistribusikan LPG dengan baik dan pengawasan yang ketat agar seluruh lapisan rakyat berhak memanfaatkan LPG yang disediakan negara. Tanpa memberikan sekat antara rakyat miskin dan kaya. Sehingga tidak ada LPG subsidi dengan harga murah dan kualitas keamanan kurang baik untuk rakyat miskin dan LPG non subsidi dengan harga lebih mahal dan kualitas keamanan lebih baik untuk rakyat kaya. 

Jika ada kenakalan oknum dalam proses pendistribusian PLG, maka negara akan bertindak tegas dengan memberikan hukuman takzir pada pelaku tersebut. Hukuman takzir tersebut tergantung dari keputusan seorang Khalifah. Hukuman ini berfungsi untuk memberi efek jera agar pelaku tidak melakukan perbuatan yang sama dan memberi pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukan hal yang sama serta berfungsi sebagai penghapus dosa pelaku. 

Demikian indah dan apiknya Islam dalam mengurusi kebutuhan dasar rakyat. Dilaksanakan oleh penguasa yang penuh kehati-hatian dan seadil-adilnya dalam meriayah rakyat. Sebab memahami kelak kebijakannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Wallahu a'lam bish-shawwab.[PUT]


Posting Komentar

0 Komentar