(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
Dikutip dari Wijaya dkk, sejak 2024 tercatat 98 kasus dispensasi nikah di Pengadilan Agama (PA) daerah Sleman. Dari 98 kasus tersebut, nilai tertinggi disumbangkan oleh kasus hamil di luar nikah dan selebihnya karena faktor untuk menghindari zina, juga pergaulan bebas. Dibandingkan tahun 2023, grafik dispensasi nikah oleh faktor hamil di luar nikah mengalami penurunan di tahun 2024 (Kompas.com 10/01/2025).
Problematika Tambal Sulam
Dispensasi nikah adalah izin yang diberikan oleh sebuah institusi untuk melangsungkan pernikahan meskipun usia mempelai belum mencapai batas minimal yaitu 19 tahun yang diatur dalam undang-undang terkait pernikahan. Pemerintah melakukan langkah sosialisasi dan penyuluhan terkait rawannya usia dibawah umur dalam pernikahan karena emosi yang belum matang, hal ini merupakan langkah ngkah untuk mencegah meningkatnya kasus pernikahan dini.
Kasus dispensasi nikah yang terjadi di kabupaten Sleman bukanlah kasus yang dikatakan baru, di tahun-tahun sebelumnya telah terjadi kasus serupa di daerah-daerah lainnya. Di Banyuwangi misalnya, mengambil langkah untuk menekan angka pernikahan dini dengan memperketat mekanisme dispensasi nikah. Untuk memperoleh dispensasi nikah harus memenuhi dua syarat wajib yaitu mengantongi surat rekomendasi terkait kematangan psikologis melalui psikologis yang tervalidasi oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan KB Daerah setempat dan syarat kedua adalah melampirkan surat rekomendasi terkait kematangan produksi dan kesehatan.
Efek Jangka Panjang Sekularisme-Liberalisme
Selagi sekularisme-liberalisme masih bersarang di dalam ekosistem interaksi kehidupan manusia maka kasus-kasus seperti ini akan terus bermunculan. Ibarat mati satu tumbuh seribu, Liberalisasi pergaulan berawal dari suatu keadaan yang memisahkan antara agama dengan peraturan kehidupannya. Sehingga, manusia bebas mengatur kehidupannya didasarkan oleh hawa nafsunya. Sistem ini menganggap bahwa kebebasan adalah hak semua individu yaitu bebas berekspresi, bebas bertingkah laku dan semua ini di legalisasi atas nama HAM.
HAM mengusung kebebasan individu yang akan mengarah kepada liberalisme yang berpotensi melahirkan generasi yang terdegradasi akhlaknya dan mengaburkan batasan haq dan bathil yang diatur oleh agama melalui normalisasi kebatilan.
Pemikiran kaum muslim sudah sejak lama dirasuki oleh pemahaman sekulerisme liberalisme, akibat paham ini banyak kemaksiatan yang dilegalisasi dengan mengatasnamakan kebebasan dan HAM. Baik buruknya perilaku bergantung pada nilai relatif manusia padahal manusia tidak memiliki standar baku terhadap nilai suatu kebenaran.
Standar suatu nilai tidak didasarkan pada halal haram sebagai tolok ukur perbuatan. Selama individu negara menaati aturan negara terlepas dari perbuatan tersebut halal atau haram dari tinjauan agama maka individu tersebut tidak akan dikenakan sanksi. Penerbitan PP 28/2024 menuai kontroversi terutama di Pasal 103 ayat 4 butir e. Bagaimana tidak,dalam pasal tersebut memaparkan terkait upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja mengenai penyediaan alat kontrasepsi.
Memisahkan agama dengan ranah kehidupan (sekularisme) dapat berakibat fatal dalam perilaku manusia. Agama adalah landasan yang dimiliki oleh manusia untuk menentukan antara yang haq dan yang batil sehingga mereka memiliki tolak ukur dan standar dalam bertingkah laku. Akidah sekulerisme menjadi pemantik luasnya jarak antara makhluk dan penciptanya, hanya mencari kepuasan jiwanya yang bersandar pada materi hingga jiwa itu kosong dengan pemahaman.
Islam Nur Pembawa Perubahan atas Persoalan Manusia
Islam bukan sekedar agama ritual yang mengatur ibadah mahda, tetapi Islam adalah agama sekaligus ideologi yang memiliki seperangkat aturan yang bersifat universal sehingga mampu memberikan solusi terhadap persoalan manusia sesuai fitrahnya. Allah Swt. berfirman dalam (QS. Al-Ma’idah/5: 3)
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ
فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya:
….Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Berdasarkan ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah telah memberikan kaum mukmin nikmat yang begitu besar yaitu telah disempurnakan agamanya. Islam sebagai rahmatan lil 'alamain mengatur manusia dalam kehidupan mereka sudah berada jauh sebelum Hak Asasi Manusia (HAM) itu dibuat. Aturan Islam mampu melindungi dan menjaga generasi dari pemikiran yang rusak (tidak sesuai fitrah manusia), Islam dalam bingkai Institusi mengatur generasi dengan beberapa langkah:
Pertama, menjaga akidah individu sehingga memiliki syaksiyah Islamiyyah pada diri seseorang sehingga mampu memutuskan perkara dan pilihannya berdasarkan standar kebenaran hakiki. Untuk mampu menerapkannya maka ditempuh melalui penerapan sistem pendidikan Islam. Langkah ini merupakan upaya untuk membekali setiap individu negara sehingga memiliki pemahaman yang luas terkait Islam baik tsaqofah Islam itu sendiri maupun ilmu terapan seperti sains dan teknologi, penerapan sistem ini melalui kurikulum yang diatur oleh institusi.
Kedua, melalui lembaga penerangan yang dimiliki oleh institusi negara memblokir dan memberantas informasi informasi yang berpotensi merusak akidah umat.
Ketiga, penerapan sistem pergaulan Islam dengan menetapkan batasan yang jelas antara laki-laki dan wanita, di antaranya adalah larangan berkhalwat, wajibnya memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, dan kebolehan ikhtilat hanya dalam perkara-perkara yang disyariatkan saja.
Keempat, mewujudkan lingkungan yang Islami. Dalam Kitab takatul yang ditulis oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabani menjelaskan bahwa suasana keimanan yang diciptakan oleh negara dapat memengaruhi suasana keimanan warga negaranya.
Kelima, menegakkan sistem sanksi yang tegas. Sanksi di dalam Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa (jawabir) dan memberikan efek jera (zawajir). Hukum Islam merupakan lapisan terakhir yang digunakan ketika sudah melakukan langkah pencegahan namun masih ada yang melanggar maka konsekuensi dari perbuatan tersebut adalah dikenakan sanksi sesuai syariat Islam.
Pergaulan bebas tidak akan ditemui dalam penjagaan Islam. Dan hal itu bisa dijalankan dalam penerapannya sebagai institusi negara dibawah pemerintahan Islam dalam komando Khalifah. Negara akan memastikan penjagaan pergaulan dalam masyarakat untuk menjaga ketakwaan. Wallahu a'lam bish-shawwab.[PUT]
0 Komentar