(Aktivis Dakwah)
Misalnya, PPN atas kegiatan membangun dan merenovasi rumah, pembelian kendaraan bekas dari pengusaha penyalur kendaraan bekas, jasa asuransi, pengiriman paket, jasa agen wisata dan perjalanan keagamaan, dan lain sebagainya.
Terdampaknya pengenaan PPN atas sejumlah barang dan jasa itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur tentang skema PPN di tahun 2025, yaitu tarif efektif 12% untuk barang barang mewah dan tarif efektif 11% untuk barang barang non mewah. (Kompas.id, 3/1/2025)
Penerapan pajak merupakan kezaliman
Dalam sistem kapitalisme, pajak adalah kontribusi wajib yang dibayarkan oleh warga negara atau badan usaha kepada pemerintah untuk mendanai berbagai kegiatan dan layanan publik. Namun ketika kita melihat fakta selama satu tahun kebelakang di tahun 2024 kehidupan rakyat semakin sulit dan terhimpit penetapan standar hidup layak dengan penghasilan per-bulan satu juta rupiah oleh pemerintah adalah sebuah indikasi bentuk kezaliman. Mengapa ini terjadi? karena sejatinya kriteria standar layak tersebut secara jumlah masih sangat tidak layak untuk terwujudnya kesejahteraan.
Apalagi Kebijakan PPN 12% ini pasti makin menyusahkan rakyat selain akan menambah beban ekonomi rumah tangga dengan melemahkan daya beli, kebijakan ini juga dipastikan mengakibatkan banyak pekerja yang di PHK. Bahkan sepanjang tahun 2024 saja berbagai sektor industri di Indonesia mengalami gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hal ini memberikan dampak signifikan bagi para pekerja yang perekonomian nasional.
Dan pemerintah justru malah meyakinkan bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah namun pada faktanya di lapangan harga-harga barang lain tetap naik, ini terkait ketidakjelasan di awal akan barang yang akan terkena PPN 12% sehingga penjual memasukkan PPN 12% pada semua jenis barang ketika harga sudah naik tak bisa dikoreksi meski aturan menyebutkan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah saja, namun negara nampak berusaha untuk cuci tangan dengan didukung media partisan dan menyebutkan berbagai program bantuan yang diklaim untuk meringankan hidup rakyat negara memaksakan kebijakan.
Seolah berpihak kepada rakyat namun sejatinya abai terhadap penderitaan rakyat kebijakan ini menguat profil penguasa yang populis otoriter. Ini hasil yang gagal dari sistem kapitalisme, karenanya hilanglah peran politik negara yang bertanggung jawab menyediakan dan memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan pada rakyat. Negara hadir hanya sebagai regulator belakangan kewenangan dan penguasa pangan justru diserahkan sepenuhnya kepada korporasi untuk dijadikan komoditas bisnis yang menjadikan para korporat.
Islam menyejahterakan rakyat tanpa pajak
Negara Islam yang dikenal sebagai negara Khilafah, yakni negara yang meletakkan Islam sebagai dasar hidupnya. Wahyu Allah Swt. yang dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan Sunah merupakan sumber agama Islam. Oleh karenanya, semua pos yang berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran negara di dalam Khilafah, memiliki basis kuat dari Al-Qur’an, Sunah, ijmak sahabat, dan qiyas syar’i.
Dan Ada 6 kategori pengeluaran yang didanai dengan dharibah (pajak Islam) antara lain:
Kategori Pengeluaran
1. Pembiayaan Jihad:
- Membangun pasukan kuat
- Latihan militer
- Peralatan militer canggih
1. Industri Militer:
- Pembangunan pabrik persenjataan
- Pengembangan teknologi militer
1. Kesejahteraan Sosial:
- Bantuan fakir miskin
- Pembayaran gaji pegawai negara
1. Pelayanan Publik:
- Infrastruktur (jalan, sekolah, rumah sakit)
- Pelayanan dasar (air minum, listrik)
1. Bencana Alam dan Darurat:
- Penanganan bencana alam (gempa, banjir)
- Pengusiran musuh
1. Kemaslahatan Rakyat:
- Pembangunan masjid
- Pendidikan (universitas)
Prinsip Pengeluaran
1. Prioritas pada kepentingan umat.
2. Pengeluaran tetap, tidak tergantung pada keadaan harta baitulmal.
3. Tidak boleh menjadikan pungutan pajak sebagai sumber pendapatan utama.
4. Mengutamakan keadilan dan kesetaraan.
Bukan hanya itu Islam mewajibkan penguasa sebagai raa'in yang mengurus Rakyat sesuai dengan aturan Islam dan tidak menimbulkan antipati pada rakyat dan tidak membuat rakyat menderita. Islam mewajibkan penguasaan yang menerapkan aturan Islam saja. Dan Allah SWT mengancam penguasa yang melanggar aturan Allah swt.
Bukan hanya itu Rasulullah saw. telah melarang keras pungutan pajak atas rakyat dan mengancam pemungutnya. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ ÙŠَدْØ®ُÙ„ُ الْجَÙ†َّØ©َ صَاØِبُ Ù…َÙƒْسٍ
Tidak akan masuk surga pemungut pajak (cukai) (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)
Rasulullah saw. juga mengancam para pemangku jabatan dan kekuasaan yang menipu dan menyusahkan rakyat. Beliau bersabda:
Ù…َا Ù…ِÙ†ْ عَبْدٍ ÙŠَسْتَرْعِÙŠَÙ‡ُ اللهُ رَعِÙŠَّØ©ً ÙŠَÙ…ُÙˆْتُ ÙŠَÙˆْÙ…َ ÙŠَÙ…ُÙˆْتُ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ غَاشٌ Ù„ِرَعِÙŠَّتِÙ‡ِ Ø¥ِلاَّ ØَرَّÙ…َ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ الْجَÙ†َّØ©َ
"Tidaklah seorang hamba—yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat—mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu (menzalimi) rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan bagi dirinya surga" (HR Ibnu Hibban). Wallahu'alam bissawwab.[PUT]
0 Komentar