Subscribe Us

MITIGASI BENCANA LEMAH, RAKYAT KERAP JADI TUMBAL MUSIBAH

Oleh Larasati Putri Nasir 
(Publisher Vivisualiterasi)

Vivisualiterasi.com- Bak seperti telah menjadi rutinitas, di setiap awal Januari bencana banjir kembali melanda hampir di seluruh wilayah Indonesia. Salah satunya bencana banjir bandang terjadi di Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, dilaporkan satu orang meninggal dunia dan tiga warga mengalami luka-luka.

Mengutip dari Antara, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sulteng Andi Sembiring mengatakan berdasarkan laporan, banjir terjadi di kawasan industri pertambangan nikel milik PT Surya Amindo Perkasa di Desa Ganda Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara. Menurut laporan BPBD Sulawesi Tengah, dampak banjir merusak camp/selter di kawasan perusahaan dan para pekerja menyelamatkan diri ke tempat yang aman.(cnnindonesia.com, Sabtu 4/1/2025).

Bencana Berulang 

Menempati posisi letak geografis yang rawan bencana menjadi salah satu faktor terjadinya bencana berulang. Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh Cincin Api (Ring of Fire) Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur. Tercatat saat ini di Indonesia ada sekitar 269 sesar aktif dan 127 gunung api aktif, yang mana 69 buah di antaranya dalam pengawasan (PVMBG). 

Selain itu Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim, yakni panas dan hujan, dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang cukup ekstrem. Tidak heran jika potensi bencana di Indonesia sangat besar, mulai dari kegempaan, gunung meletus, longsor, tsunami, kekeringan, kebakaran, dan sebagainya.

Pada awal tahun biasanya marak terjadi bencana hidrometeorologi seperti banjir, cuaca ekstrim dan tanah longsor merupakan bencana yang sering kali terjadi. Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang disebabkan oleh fenomena alam yang terkait dengan perubahan kondisi atmosfer dan hidrologi. Hal ini berpengaruh pada masif dan terjadinya degradasi lingkungan yang parah akibat bencana hidrometeorologi yang berulang ini. Adapun penyebab utamanya yaitu:

Pertama, konversi lahan. Perubahan fungsi lahan dari hutan atau lahan pertanian menjadi lahan pemukiman atau industri. Ketika lahan hutan yang harusnya mampu menjadi daerah resapan air namun dikonversi menjadi lahan pemukiman atau industri pertambangan yang seperti di Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah maka secara alami, kemampuan tanah untuk menyerap air menjadi makin berkurang. Hal ini terjadi sebab air hujan tidak dapat diserap dengan baik sehingga lebih banyak air yang mengalir ke permukaan dan menyebabkan banjir. 

Kedua, pemanasan global menyebabkan peningkatan suhu permukaan laut yang menyebabkan hujan lebat di daerah rentan banjir dan kekeringan lebih lama di beberapa daerah. Selain itu penyumbang perubahan iklim juga sebab adanya aktivitas pertambangan yang menggunakan bahan bakar fosil menghasilkan CO2 sehingga menimbulkan efek rumah kaca dan pemanasan global. Perubahan iklim global yang terjadi ini juga menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi.

Ketiga, rencana tata kota dan pembangunan yang amburadul. Pembangunan dilakukan berdasarkan potensi keuntungan dari satu wilayah tanpa melihat perencanaan tata kelola pembangunan dan memperhatikan AMDAL. Dan menyerahkannya pada para pemilik modal untuk mengelola tata kota berdasarkan kepentingan mereka.Akhirnya ketika terjadi bencana penguasa nampaknya tak begitu turun tangan menyelesaikan masalah. Namun justru lebih memberikan wejangan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan, pembersihan sekitar tempat tinggal secara bersama-sama, dan menjaga lingkungan.

Sistem kapitalisme membuat penguasa hari ini benar lemah dalam mitigasi bencana yang terus terjadi berulang. Kentalnya paradigma pembangunan sekulerisme kapitalistik membuat para penguasa tidak memiliki sensitivitas dan keinginan serius untuk menyolusi perihal bencana sejak dari akarnya. Bahkan, akan dapati kebijakan penguasa yang justru menjadi penyebab munculnya bencana hingga berpotensi mendatangkan bencana baru berikutnya. Tanpa memikirkan taruhan korban harta dan nyawa dari masyarakat.

Islam menangani bencana

Dalam Islam, mitigasi tentu menjadi tanggung jawab penuh penguasa karena menyangkut fungsi kepemimpinannya sebagai rain dan junnah umat tadi, yang pertanggungjawabannya sangat berat di akhirat. Dalam hal ini pemimpin Islam akan membuat berbagai kebijakan mengenai penanganan, pencegahan dan  penanggulangan bencana. Mulai dari penataan lingkungan termasuk strategi politik ekonomi Islam guna menjamin kesejahteraan masyarakat hingga sanksi untuk mencegah terjadinya pelanggaran.

Adapun di tempat-tempat yang rawan bencana, harus ada kebijakan yang lebih khusus lagi. Tentu tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi risiko, tetapi juga soal manajemen kebencanaan (disaster management). Mulai dari pendidikan soal kebencanaan, serta sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu pun soal sistem logistik kedaruratan, serta sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar-benar akan diperhatikan.

Semua ini akan sangat mudah dijalankan oleh penguasa sebab di topang dengan keuangan yang berasal dari sumber pemasukan negara yang besar, hal ini membuat negara mampu untuk melakukan aksi manajemen bencana yang komperehensif.

Masalah bencana alam yang berulang membutuhkan manajemen kebencanaan yang hanya dapat di selesaikan oleh penguasa yang mengambil amanah kepemimpinan dengan paradigma periayahan bukan paradigma transaksional yang digunakan dalam mengurus masyarakat. Bukan kepentingan pribadi, golongan, apalagi kepentingan para pemilik modal yang menimbulkan kerusakan, melainkan tolok ukur satu-satunya hanyalah syariat Islam berbasis pelaksanaan perintah Allah dalam al-qur'an:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41).

Hanya dalam sistem dengan kepemimpinan Islam yang mampu menyelesaikan problematika bencana dengan tuntas dari akarnya. Pengurusan penguasa fokus pada menyejahterakan rakyat dengan tuntunan tauhidullah sesuai pada perintah wahyu. 
Wallahu a'lam bish-shawwab.[PUT]



Posting Komentar

0 Komentar