Subscribe Us

GENERASI SADIS BUAH PENERAPAN SISTEM SEKULERISME

Oleh Neli Cahaya  
(Aktivis Dakwah)

Vivisualiterasi.com- Dilansir dari suara.com (30/11/24), telah terjadi tragedi berdarah di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, di mana seorang anak berusia 14 tahun menusuk ayah, nenek, dan ibunya dengan sebilah pisau. Peristiwa ini menyebabkan ayah dan nenek dari anak tersebut tewas. Sedangkan ibunya mengalami luka yang sangat parah. Hingga saat ini, belum ada penjelasan pasti dari pihak kepolisian setempat terkait penyebab perbuatan sadis yang dilakukan anak 14 tahun tersebut.  

Berdasarkan analisis yang dilakukan Psikolog Klinis Liza Marielly Djaprie bahwa trauma yang menumpuk dan frustrasi adalah faktor penyebab tindak kejahatan yang dilakukan remaja tersebut. Liza berpendapat bahwa tidak mungkin ada orang yang tiba-tiba melakukan perbuatan kriminal, melainkan pasti ada penyebab yang membuat hal itu terjadi.  

Kejadian seperti ini tentu saja bukan hal baru. Bahkan dalam 24 jam kita bisa mendengar puluhan atau bahkan lebih kasus yang sama. Berulangnya perilaku kriminal yang sadis, memperlihatkan bahwa kerusakan generasi sudah menjadi masalah yang sistematis, sehingga membutuhkan solusi yang sistemis juga.   

Faktor Kerusakan Generasi  

Ada banyak faktor pemicu yang mempengaruhi perilaku dari generasi kita hari ini, yang mengakibatkan maraknya perilaku tidak manusiawi dengan tingkat kesadisan yang sangat mengerikan. Inilah satu bukti rusaknya sistem sekularisme, yakni melahirkan generasi yang sadis dan tidak berperikemanusiaan.  

Faktor eksternal (di luar diri pelaku) juga memiliki andil, seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apakah pelaku pernah menjadi korban kekerasan? Apa pun pemicunya, pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak 14 tahun kepada orang  tuanya sungguh mengejutkan dan sangat memprihatinkan. Sebab saat ini generasi mengalami krisis akidah, akhlak, mental dan psikis. Artinya remaja sudah sangat membutuhkan penanganan yang tepat agar kasus serupa dapat dicegah.  
  
Pertama, pola asuh keluarga. Sistem sekularisme mengabaikan visi misi keluarga bertakwa. Pola asuh keluarga telah dibangun dengan paradigma sekularisme yang meniadakan peran Tuhan dalam segala aspek kehidupan. Orang tua hanya memenuhi kebutuhan materi anak tanpa diimbangi dengan pendidikan dan pemahaman Islam yang benar. Standar materi ala kapitalisme hanya mengukur keberhasilan anak dengan nilai akademik yang tinggi, prestasi di sekolah, dan berbagai penghargaan duniawi lainnya.  

Alhasil, tanpa melihat bakat dan minat anak, orang tua berambisi menjadikan anaknya sukses, bagaimana pun caranya, walaupun harus mengurangi waktu tidur dan menambah jam belajar mereka. Jika terus terjadi, maka anak akan mengalami tekanan yang berat sehingga dapat menimbulkan frustrasi, stres, bahkan bisa sampai depresi dan mengganggu kesehatan mental.  

Ingin meraih nilai terbaik dan pendidikan tinggi bukanlah sesuatu yang salah, akan tetapi sebaiknya jangan terlalu memaksa dan mengekang anak. Disisi lain, orang tua juga harus mengutamakan penanaman akidah Islam kepada anak agar setiap perbuatan yang mereka lakukan berdasarkan kesadarannya sebagai hamba Allah Swt. Mereka pun menjalankan hak dan kewajiban secara sukarela, bukan paksaan atau di bawah tekanan ambisi orang tua.  

Kedua, lingkungan pendidikan dan masyarakat. Lingkungan sekolah dan masyarakat juga berperan penting dalam membentuk kesalehan komunal pada diri anak. Akan tetapi, sistem sekularisme telah mendegradasi nilai kesalehan tersebut dengan menormalisasi perilaku remaja yang tidak sesuai dengan aturan Islam. Di antaranya menormalisasi pergaulan bebas, gaya hidup hedonis, budaya pacaran, hingga perbuatan zina.     

Kondisi ini juga diperparah dengan negara yang tidak menjalankan fungsinya, yakni menyelenggarakan sistem pendidikan yang memiliki visi membina kepribadian dan menjaga kesehatan mental generasi. Belum lagi semakin maraknya konten negatif yang berseliweran dan mudah diakses kapan saja. Padahal sering mengonsumsi tontonan kriminal atau kekerasan dapat memengaruhi perilaku anak ke depannya. Sebab apa pun bentuk informasi yang masuk maka akan terserap oleh akal.   

Solusi yang Islam Tawarkan

Dalam riwayat Imam Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya”. 

Membentuk generasi  cerdas dan bertakwa adalah kewajiban negara sebagai pelayan rakyat (raa’in). Negara bertanggung jawab penuh dalam mewujudkan generasi yang beriman dan berilmu. Kepemimpinan Islam akan berfungsi dengan sempurna jika sistem Islam diterapkan dalam bingkai negara.   

Segala bentuk faktor yang dapat melahirkan generasi sadis akan diminimalisasi sebaik mungkin dengan aturan Islam guna membangun generasi cerdas dan bertakwa. Dalam Islam, pendidikan selain bertujuan melahirkan generasi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), juga menjadikan mereka insan yang beriman, bertakwa, dan berjiwa pemimpin.   

Khatimah  

Maraknya perilaku generasi yang sadis adalah buah dari penerapan sistem sekularisme yang merusak fitrah manusia. Sistem sekularisme telah gagal membentuk individu yang bertakwa dan bertanggung jawab, serta telah menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi perkembangan generasi muda.  

Islam hadir menawarkan solusi yang komprehensif melalui penerapan sistem kehidupan yang berlandaskan pada akidah Islam. Islam membangun sistem pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang sesuai dengan syariat. Islam mampu melahirkan generasi cemerlang yang beriman dan bertakwa, serta berkontribusi besar bagi peradaban manusia. Maka dari itu sudah saatnya kita kembali kepada aturan Allah Swt. yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a'lam bish-shawwab.[PUT]



Posting Komentar

0 Komentar