Oleh Kirana Hamid
(Aktivis Muslimah)
Vivisualiterasi.com - Peternakan sapi perah merupakan salah satu lapangan usaha yang memberikan kontribusi pada perekonomian nasional serta mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan. Sensus Pertanian mencatat bahwa jumlah rumah tangga peternakan di Indonesia mencapai 13,56 juta. Meskipun demikian, data Badan Pusat Statistik tahun 2024 menunjukkan jumlah impor susu pemerintah Indonesia berkisar pada angka 260-300 ribu ton setiap tahunnya sejak tahun 2019-2024. Selain itu, dokumen peternakan dalam angka tahun 2023 mencatat bahwa volume impor susu menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan volume impor produk hasil peternakan lainnya pada tahun 2022.
Peningkatan angka impor susu menyebabkan peternak mengalami kerugian. Pada November 2024, peternak sapi perah di Kabupaten Boyolali secara serentak melakukan aksi mandi susu sebagai bentuk protes kepada pemerintah setelah adanya pembatasan kuota susu yang diserap oleh Industri Pengolah Susu (IPS). Aksi protes tersebut dilakukan disertai dengan pembuangan susu sebanyak 50.000 liter susu.
Banyak opini menyebutkan bahwa selama ini tidak ada aturan pemerintah yang melindungi para peternak. Produk susu lokal dibiarkan bersaing dengan berbagai produk susu impor. Hal ini dinilai sebagai persaingan yang tidak setara dikarenakan negara maju telah mampu memberikan fasilitas dan teknologi canggih bagi para peternak sehingga dapat menghasilkan produk susu yang lebih berkualitas. Di sisi lain, peternak dalam negeri masih harus berjuang menyesuaikan harga perawatan ternak dan harga pakan ternak yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Keluhan para peternak tentang harga pangan sapi perah yang semakin meningkat membuat mereka berada dalam kondisi sulit untuk memenuhi tuntutan kualitas susu sapi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Terlebih, upaya maksimal untuk memenuhi kualitas susu sesuai standar tidak memberikan jaminan bahwa hasil susu yang diperoleh akan diserap sepenuhnya oleh IPS. Di sisi lain, dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 telah menjelaskan kewajiban Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk membina bentuk kerja sama antara pengusaha ternak dan pengusaha tanaman pangan, hortikultura, perikanan, perkebunan, kehutanan serta bidang lainnya dalam pemanfaatan lahan sebagai sumber pakan ternak murah. Meskipun demikian, keluhan peternak tentang meningkatnya harga pangan ternak menunjukkan adanya permasalahan dalam peran pemerintah untuk membantu peternak dalam memperoleh sumber pakan ternak murah sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan.
Pemerintah sudah seharusnya berperan sebagai pelindung masyarakat, termasuk dalam menlindungi nasib para peternak melalui kebijakan yang berpihak pada peternak. Namun pada faktanya, sistem kapitalisme yang menjerat negara ini hanya menjadikannya sebagai regulator yang justru dijadikan sebagai alat oleh para pemodal untuk mengendalikan pasar dan melakukan monopoli.
Fakta meningkatnya angka impor menunjukkan bahwa kerja sama negara dengan para pemodal menjadikannya berpihak pada pemodal dan bukan pada masyarakat, termasuk para peternak. Hilangnya fungsi raa’in (pengurus) dari pemerintah membuat masyarakat mengalami banyak penderitaan karena tidak mendapatkan jaminan perlindungan dari negara.
Rasulullah saw bersabda, “Seorang pemimpin adalah raa’in (pengurus rakyat), dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Hadits tersebut bermakna bahwa setiap pemimpin akan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin adalah seorang pengurus yang mengurusi kepentingan dan kebutuhan rakyat, bukan pemodal.
Kepemimpinan Islam memberikan pembelajaran yang berharga tentang bagaimana seorang pemimpin bertanggung jawab mengurusi urusan umat dari hal yang kecil hingga hal yang besar. Salah satu contohnya adalah Khalifah Umar bin Khattab yang terkenal dengan kepemimpinannya dalam memastikan pelayanan prima kepada rakyatnya. Umar bin Khattab berkata, “Jika sampai ada kedelai yang terperosok di jalan, maka akulah yang bertanggung jawab.”
Kasus meningkatnya angka impor dan aksi buang susu oleh peternak sudah seharusnya menyadarkan masyarakat bahwa mereka membutuhkan penguasa yang raa’in dan bukan hanya sekadar regulator yang justru berpihak pada kepentingan para pemodal. Hanya saja, penguasa sebagai raa’in hanya akan lahir dari sistem Islam. Hal ini dikarenakan aturan Islam menempatkan negara sebagai pengurus yang bertanggung jawab atas kebutuhan rakyatnya dan menyelesaikan permasalahan rakyat sesuai dengan syari’at Islam. Termasuk dalam upaya penguatan potensi sumber daya masyarakat ataupun produksi dan distribusi kebutuhan dalam negeri. Bahkan jika ada kecurangan dalam jual beli di pasar sekalipun, negara akan segera menindak tegas dan memberi sanksi kepada para pelaku. Demikianlah negara yang bertindak sebagai pengurus, dan bukan hanya sekadar regulator semata. Bukankah negara seperti ini yang dibutuhkan oleh umat?
Wallahua’lam bishawab.[AR]
0 Komentar