Subscribe Us

CEGAH PERKAWINAN ANAK, ISLAM PELINDUNG KELUARGA MUSLIM 


Oleh Febriani Safitri, S.T.P
(Kontributor Vivisualiterasi Media)


Vivisualiterasi.com - Maraknya kawin anak dianggap sebagai penghambat terwujudnya generasi berkualitas. Untuk meminimalisir hal tersebut, diselenggarakan Seminar Nasional Cegah Kawin Anak. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak. Kemenko PMK (Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) menegaskan pentingnya kualitas remaja dalam mencapai modus demografi, dengan pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas utama untuk mewujudkan generasi yang berkualitas. Oleh karena itu, mencegah pernikahan anak dengan memastikan usia pernikahan sesuai batas yang wajar menjadi sangat penting. Hal ini diharapkan dapat tercapai modus demografi yang baik serta tersedia lapangan kerja yang memadai bagi generasi muda. (Kemenag.go.id) 20/09/24
Kemenag memberikan edukasi kepada ratusan pelajar madrasah dan sekolah tentang pencegahan perkawinan anak. Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah mengatakan bahwa kesadaran publik dan pendidikan adalah kunci utama dalam pencegahan perkawinan anak. Salah satu langkah yang ditempuh Kemenag adalah melalui pembinaan kepada siswa-siswi madrasah. Para pelajar tersebut dilatih untuk menyebarkan pesan tentang bahaya nikah dini dan menginspirasi teman-teman sebaya, sehingga dapat menjadi agen untuk mencegah perkawinan anak. (Kemenag.go.id) 19/09/2024

Maraknya perkawinan anak dianggap sebagai penghambat terwujudnya generasi berkualitas. Terutama karena fenomena ini sering diidentikkan dengan putus sekolah. Tingginya angka perceraian, kematian ibu dan bayi, serta masalah stunting dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi dampak negatif yang muncul dalam kehidupan keluarga. Berdasarkan pandangan ini, pemerintah merasa perlu mengangkat remaja sebagai agen untuk mencegah perkawinan anak.

Kesimpulan yang mengaitkan perkawinan anak dengan generasi berkualitas bisa dianggap sebagai kesimpulan yang serampangan dan berbahaya. Diperlukan data yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan untuk membenarkan klaim tersebut. Jika tidak, tuduhan ini akan tetap menyesatkan. Di tengah kehidupan sekuler liberal saat ini, remaja dihadapkan pada derasnya arus pornografi dan kebijakan yang mendukung seks bebas, seperti PP Nomor 28 Tahun 2024 yang baru saja disahkan. Kebijakan ini membuka akses pelayanan alat kontrasepsi bagi pelajar yang merupakan hal kontradiktif. Sementara pernikahan dini dihalangi, pergaulan bebas justru difasilitasi.

Pemerintah seharusnya lebih fokus pada kebijakan yang mencegah anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang jelas membahayakan kehidupan mereka. Dalam konteks ini, pemerintah tidak perlu menganggap pencegahan perkawinan anak sebagai prioritas, karena pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang sudah baligh sejatinya tidak dapat dikategorikan sebagai perkawinan anak menurut syariat.

Perlu dipahami bahwa pencegahan perkawinan anak merupakan agenda global yang ditujukan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Program ini sering kali dianggap sebagai inisiatif dari negara-negara Barat yang harus diterapkan di negara-negara Muslim. Oleh karena itu, agenda global ini perlu dicurigai, karena pencegahan perkawinan anak sering kali berpijak pada paradigma sekulerisme, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Dalam skala global, angka perkawinan anak di Indonesia ditargetkan turun menjadi 8,74% pada tahun 2024. Namun, negeri ini telah melampaui target tersebut, dengan angka perkawinan anak mencapai 6,92% pada tahun 2023. Mirisnya, di saat yang sama, tren hubungan seks di luar nikah di kalangan remaja berusia 15-19 tahun terus mengalami peningkatan. Penurunan angka perkawinan ini berpotensi berdampak pada berkurangnya angka kelahiran dalam keluarga Muslim. Bahkan dapat berujung pada hancurnya institusi keluarga Muslim itu sendiri. Kehidupan yang serba bebas justru mewarnai kehidupan mereka dengan nafsu. Penerapan sistem kapitalisme sekuler dalam kehidupan bernegara hanya memunculkan masalah yang tidak kunjung terselesaikan.

Berbeda dengan negara Islam , Khilafah menerapkan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Paradigma pembangunan Khilafah bertujuan untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam, dengan membentuk umat terbaik. Keimanan kepada Allah Swt. Menjadi landasan pembangunan, dan ketundukan kepada syariat menjadi semangat dalam setiap kebijakan. Dengan demikian, manusia akan dijauhkan dari segala bentuk kemaksiatan yang didorong oleh hawa nafsu. Islam memiliki aturan rinci terkait sistem pergaulan, dan penerapan aturan ini akan membawa kehidupan yang harmonis di tengah masyarakat. Salah satu aspek penting adalah pernikahan, di mana negara Islam akan menerapkan segala hal terkait pernikahan sesuai dengan syariat Allah.

Pernikahan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat, dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah atau sebagai ibadah. Rasulullah Saw. Bersabda, "Nikah itu sunnahku. Siapa yang membenci sunnahku, maka bukan dari golonganku" (HR. Ibnu Majah). Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah, yaitu keluarga yang tentram dan saling berkasih sayang karena Allah Swt. Sehingga terwujud kelestarian keturunan dalam ketakwaan.

Negara berperan besar dalam menyiapkan warganya untuk memasuki jenjang pernikahan dengan melakukan edukasi mengenai pernikahan. Bahkan memasukkannya dalam kurikulum pendidikan. Materi edukasi ini mencakup berbagai aspek rumah tangga, seperti hak dan kewajiban suami istri, pola asuh, pemenuhan gizi keluarga, dan ekonomi keluarga. Selain itu, negara juga bertanggung jawab menjaga warganya dari pergaulan bebas serta segala dampaknya. Negara menjamin kesejahteraan rakyat melalui penerapan sistem ekonomi Islam, dan sistem media disandarkan pada koridor syariat untuk menguatkan kepribadian Islam masyarakat. Aturan-aturan tersebut akan terealisasi dalam negara Khilafah. Wallahu a'lam.(Dft)

Posting Komentar

0 Komentar