(Aktivis Muslimah Morowali)
Beredar beberapa hari yang lalu Video 11 WNI disekap di Myanmar, tepatnya di Myawaddy. Awalnya para korban hendak bekerja sebagai pelayan bisnis investasi mata uang kripto di Thailand, dengan diiming-imingi gaji mahal sebesar Rp35 juta per bulan. Kenyataan pahit justru dialami WNI, mereka dibawa ke Myanmar untuk bekerja sebagai operator penipuan daring, (metrotvnews.com, 17/9/2024).
Jejen Nurjanah, sebagai Ketua DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menjelaskan 11 korban TPPO berasal dari Sukabumi, Jawa Barat. Pelaku meminta tebusan sebesar Rp50 juta per orang maka totalnya adalah sebesar Rp550 juta. Tebusan tersebut untuk membayar denda dan biaya penyeberangan korban dari Thailand ke Myanmar, (tirto.id, 15/9/2024).
Parahnya, kasus seperti ini biasanya tidak lepas dari campur tangan aparat, sebagai dalang untuk memperlancar aksi 11 kasus TPPO WNI di Myanmar. Sebagaimana, salah satu anggota DPR 1 yakni Dave Laksono dari Fraksi Golkar mencurigai adanya keterlibatan dari aparat. Lanjutnya, kasus TPPO harus dituntaskan sampai akar karena kasus ini terus bermunculan.
Pil Pahit Kehidupan
Di tengah kondisi carut-marut perekonomian, sulitnya mendapatkan pekerjaan. Ditambah lagi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) kian merangkak naik. BBM pun ikut meroket. Biaya kesehatan juga tak lupa harus disiapkan. Biaya pendidikan pun ikut menguras dompet.
Selain itu, gaya hidup hedonisme dan konsumerisme ala sekuler yang membuat masyarakat tergoda oleh 'setan gepeng' atau telepon genggam dengan berbagai aplikasi perbelanjaan yang tersedia. Kemudian, aplikasi perusak seperti game online, pinjol, dan judol. Faktor demikianlah yang menjadi sasaran empuk para pelaku TPPO. Bagaimana tidak? Jika gaji yang ditawarkan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan bahkan lebih.
Keniscayaan Kapitalisme
Kondisi demikian tidak sepenuhnya salah rakyat. Sebab, kasus TPPO selalu terulang disebabkan oleh sistem rusak kapitalisme sekuler yang berimbas pada minimnya peran negara. Pertama, peran menjamin kesejahteraan rakyat dalam bidang perekonomian. Buktinya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pengangguran di Indonesia pada Agustus 2023 berjumlah 7.68 juta orang. Hal ini, disebabkan oleh kurangnya permintaan pasar, kurangnya lapangan pekerjaan, penerimaan pekerja migran, serta minimnya kemampuan, keterampilan, dan keinginan belajar para pencari kerja. Akibatnya, rakyat kelimpungan untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga jadi korban TPPO.
Kedua, peran pengawasan negara terhadap oknum aparat bahkan pemerintah yang menjadi dalang dibalik layar kasus TPPO. Terlepas pada kasus ini ada keterlibatan aparat penegak hukum maupun oknum pemerintah atau tidak. Namun, terdapat beberapa kasus seperti, oknum pegawai imigrasi Makassar, Sulawesi Selatan, yang terlibat kasus TPPO pada 16 Juni 2023. Kemudian, oknum polisi yang terlibat kasus TPPO penjualan ginjal di Kamboja, pada Juli 2023.
Ketiga, peran perlindungan. Agar penegak hukum memberi sanksi tegas kepada para pelaku maupun oknum yang terlibat TPPO. Namun, sanksi yang ada tidak menjadikan pelaku jera. Sebagaimana, UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO, pada pasal 2 (1) jika terbukti terlibat dalam kasus TPPO akan dipenjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, dan sanksi denda minimal Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta. Buktinya, kasus TPPO belum tuntas hingga ke akarnya bahkan semakin menjamur.
Islam Solusi Hingga Ke Akar
Kasus TPPO menunjukkan pada dunia, bahwa sistem kapitalisme sekuler adalah sistem rusak yang gagal menyelesaikan kasus TPPO. Namun, sistem Islam berdiri tegak atas paradigma sahih yakni setiap segala sesuatu harus berdasarkan syariat Islam. Termasuk dalam mengatasi kasus TPPO melalui pengaturan politik luar negeri, yang merupakan hubungan antara umat-umat, bangsa-bangsa, dan negara-negara.
Sebagaimana, sabda Rasulullah Saw. yang berbunyi, "Sesungguhnya imam yakni Khalifah adalah perisai, orang-orang yang berada di belakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung. Jika ia (Khalifah) memerintahkan ketakwaan kepada Allah Swt. dan adil, baginya terdapat pahala dan jika ia (Khalifah) memerintahkan yang selainnya, ia (Khalifah) harus bertanggung jawab atasnya." (HR.Muslim)
Di dalam Islam setiap individu terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu warga negara Islam terdiri dari muslim dan kafir zimi, kafir muahid yaitu kafir yang negaranya terikat perjanjian dengan negara Islam, dan kafir harbi yaitu kafir yang tidak terikat perjanjian dengan negara Islam. Apabila, yang bermigrasi adalah kelompok warga negara Islam, maka diperbolehkan keluar dan masuk wilayah Daulah Islam tanpa harus menggunakan paspor. Jika kafir muahid hendak masuk Daulah Islam, maka disesuaikan dengan isi perjanjian yang telah disepakati dengan Khilafah. Namun, untuk kafir harbi harus menggunakan paspor.
Selain itu, di dalam Islam menerapkan sistem ekonomi yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Negara, membuka lapangan pekerjaan dan permintaan pasar seluas-luasnya agar bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier. Kemudian, terkait harta kepemilikan umum seperti tambang minerba dan migas, akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan untuk rakyat seperti dalam bidang kesehatan, perbaikan jalan, pendidikan dll.
Selanjutnya, Khilafah akan menyediakan sistem pendidikan yang berkualitas dan gratis baik secara formal maupun nonformal dengan landasan akidah Islam. Setiap individu diberikan peluang untuk memilih dan menguasai bidang-bidang keahlian tertentu, agar bisa di manfaatkan pada sektor pertanian, pertambangan, kehutanan, kesehatan, perikanan, pendidikan, infrastruktur, teknologi, transportasi, dll. Hal ini, dilakukan untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk rakyat dalam negeri.
Kemudian, Khalifah akan memberi gaji kepada setiap warga negara sesuai dengan pekerjaan dan keahliannya. Hal ini, dilakukan agar aparat keamanan maupun pegawai negara tidak kekurangan harta dan melakukan pekerjaan sampingan yang diharamkan dalam Islam. Seperti, perbuatan suap-menyuap untuk meloloskan sindikat TPPO.
Selain itu, Khalifah akan memberikan sanksi tegas yang bertujuan untuk mencegah, agar orang yang tidak melakukan sindikat TPPO tercegah dari perbuatan tersebut. Sanksi ini juga bertujuan untuk menebus dosa pelaku. Demikian, dilakukan seorang Khalifah agar meminimalisasi kasus TPPO. Wallahu a'lam bisshawab.(Dft)
0 Komentar