Oleh TRY
Teriring doa bagi syuhada Ismail Haniyeh. Banyaknya komentar sinis mengenai gugurnya beliau di Teheran, tidak mengurangi mahkota kemuliaan yang disiapkan Allah SWT untuknya, Insya Allah.
Fokus berjuang, fokus jihad, fokus meraih syahid. Tidak teralihkan cuan, jabatan, perempuan, apalagi kalau cuma suara sumbang dan godaan tambang.
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka, bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
(TQS At-Taubah [9]: 111)
Jalan seorang syuhada adalah pengorbanan, baik harta dan jiwanya. Ia berjalan di medan peperangan hanya tunduk pada satu komando, yakni komando Allah SWT Dan Rasul-Nya, yang diestafetkan melalui para komandan mereka di tanah jihad. Fokus pada tujuan dan setia pada tugas yang sudah diamanahkan pada mereka.
Sedikit saja terpengaruh atau terperangah pada tujuan atau fokus lain, maka cukuplah kisah tragis sebagian para pemanah perang Uhud sebagai pelajaran. Betapa pergeseran niat dapat membinasakan diri dan pejuang lainnya, bahkan Nabi Saw tercinta juga menjadi taruhan dan hampir saja berakhir hidupnya pada pertarungan tersebut. Hanya karena segelintir pasukan yang tidak fokus, tidak konsisten, tidak setia terhadap perintah.
Satu Gugur Ribuan Tumbuh Subur
'Hikayat' Qianny, si kecil dengan angan besar.
Doktrinnya Qianny tidak setinggi Sultan Muhammad sang penakluk Konstantinopel, yang sejak dini dikuatkan oleh ayah dan gurunya untuk membebaskan Konstantinopel. Doktrinnya hanya satu, menjadi seorang syuhada.
Salah satu latihan fokusnya Qianny adalah, pada sebuah pertandingan mini beberapa hari lalu, ia dilatih untuk fokus dan mengorbankan apa yang biasa menjadi idaman sebuah pertandingan, yakni kemenangan.
Berbeda dengan peserta lainnya, ia diamanahkan untuk bersikap 'ngaco' atau bandel oleh ayahnya dengan melakukan fast shooting pada pertandingan ground. Perintahnya, apa pun yang terjadi, Qianny akan mengorbankan keinginannya untuk menang, untuk mendapatkan poin banyak, bahkan mungkin harga dirinya, karena dia akan dinilai berbeda dari pemanah lain.
Bisa saja ada yang memuji, ada yang bingung, atau ada yang tidak suka dengan sikapnya. Ia dibiasakan kebal dengan penilaian orang kebanyakan, entah baik entah buruk. Namun, ia mesti tetap fokus kepada perintah pemberi amanah.
Mungkin ia akan merasa berat, karena kecilnya peluang kemenangan, karena rasa malu, dan berbagai tekanan lainnya. Namun, bila ia tidak sanggup menanggung amanah dari ayahnya hari ini, bagaimana kelak ia akan menanggung amanah sebagai tentara Allah SWT dan Rasul-Nya. Hari ini ia hanya membawa busur dan anak panah, kelak ia akan mengusung panji Islam, sebuah kehormatan, kemuliaan, sekaligus tanggung jawab yang luar biasa besar.
Bersabarlah, anakku.
Bersabarlah dalam ikhtiar ini anak sulungku, laki-laki gagahku satu-satunya. Papahmu bukan orang pintar atau jenius. Papahmu hanya seseorang berpikiran sederhana dan dangkal yang takut akan siksa neraka dan tidak layak mencium bau surga. Berpikir tidak ada jalan lain menghindari neraka selain berikhtiar semaksimal mungkin untuk meraih syahid bagi keluarganya.
Bersabarlah dalam perkara ini, Qianny.
Bersabarlah keluargaku.
Sungguh sebenarnya, ini adalah sebuah perniagaan yang tidak mungkin merugikan dan akan menyelamatkan kita. Wallahu a'lam.[]
0 Komentar