Subscribe Us

SINYAL LEGALISASI ZINA PADA REMAJA


Oleh Vindy W. Maramis, S.S.
(Kontributor Opini Islam)


Vivisualiterasi.com- Pada tanggal 27 Juli 2024 lalu, pemerintah menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 tentang Kesehatan yang mencakup beberapa program kesehatan termasuk kesehatan sistem reproduksi.

Salah satu poin yang menjadi kontroversi adalah Pasal 103 mengenai upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja memunculkan polemik khususnya ayat (4) butir “e” yaitu penyediaan alat kontrasepsi.

Pasal ini seolah memberi sinyal akan legalisasi aktivitas seksual diluar nikah (zina) pada kalangan pelajar atau remaja. Netty Prasetiyani, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) di Komisi IX yang membidangi kesehatan dan kependudukan, dan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo juga memberi tanggapan serupa dan mereka akan membahas terkait hal ini dengan pemerintah serta tokoh agama agar menjadi jelas peraturannya, mengingat hal ini sensitif terutama dalam pandangan agama.

Sedangkan aktivis dan konsultan gender, Tunggal Pawestri, menyatakan tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan mengenai pelaksanaan PP tersebut.

Pawestri mengatakan,“Siapa sih yang enggak tahu kalau di Indonesia, hampir semua hal selalu dikaitkan dengan agama? Tapi jangan sampai kita tutup mata dan tidak peduli dengan fakta dan data di lapangan bahwa banyak remaja sudah aktif secara seksual.” (BBCNewsIndonesia, 05/08)

Saya cukup familier dengan arah narasi yang disampaikan oleh Pawastri. Ya, beliau ingin memperjelas bahwa Indonesia ini negara demokrasi yang asasnya adalah sekulerisme yaitu pemisahan kehidupan dari pengaturan agama, jadi jangan bawa-bawa agama terkait dengan peraturan negara.

Padahal kalau mau jujur penyebab banyaknya anak sekolah dan remaja yang melakukan seks bebas adalah karena keluarga yang jauh dari agama, lingkungan masyarakat yang jauh dari agama, dan pendidikan yang jauh dari agama. Bahkan tak ada aturan jelas terkait hukuman melakukan seks diluar nikah (zina) dalam negeri ini, sehingga memang tak memberi efek jera yang mengakibatkan kasusnya bukan makin berkurang justru makin marak.

Tak bisa dimungkiri bahwa memang kita akan selalu mengaitkan kehidupan dengan agama, karena agama merupakan fitrah manusia. Islam sendiri hadir bukan sekadar menentramkan jiwa, tetapi juga sebagai falsafah kehidupan. Falsafah ini hadir dalam bentuk akidah yang memancarkan peraturan kehidupan. Ringkasnya, Islam bukan sekadar agama tetapi juga merupakan ideologi.

Menyoal perkara ini, Islam memiliki perspektif yang lebih komprehensif. Dalam Islam ada aturan yang mengatur terkait interaksi antara laki-laki dan perempuan atau yang disebut dengan sistem pergaulan. Sekalipun ini pembahasan terkait sistem kesehatan, namun kesehatan reproduksi disini lebih spesifik pembahasannya dalam sistem pergaulan. Pada dasarnya, kehidupan antara laki-laki dan perempuan adalah terpisah. Maka, Islam menjelaskan tentang larangan berkhalwat yaitu berdua-duaan antara non-mahram, dan juga melarang berikhtilat yaitu bercampur baur antara laki-laki dengan perempuan. Namun, Islam membolehkan interaksi keduanya dalam beberapa keadaan dan kondisi, seperti dalam perkara kesehatan, pendidikan dan muamalah. Aturan ini akan mencegah terjadinya perzinaan antara laki-laki dan perempuan.

Namun, untuk mewujudkan hal ini maka diperlukan 3 pilar penting, yaitu:

Pertama, ketakwaan individu. Ketakwaan individu ini akan terbentuk apabila seseorang memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang islami. Pola pikir dan pola sikap ini akan membentuk kepribadian (sakhsiyah) yang khas, yaitu ketika ia mampu mendeteksi mana perilaku yang buruk dan mana perilaku yang baik. Dalam pembentukan kepribadian ini maka memang menjadi kewajiban negara. Negara harus memastikan pendidikan yang diberikan merupakan pendidikan yang terbaik, yaitu pendidikan akidah Islam yang kuat di setiap sekolah.

Kedua, kontrol masyarakat. Ketika ketakwaan individu telah terbentuk, maka secara alamiah masyarakat akan menjadi rambu-rambu sosial. Adanya perintah saling nasihat-menasihati dalam agama akan menjadikan masyarakat lebih peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar, tidak lagi individualis. Ketika ada pelanggaran norma agama, maka masyarakat akan saling menasihati.

Ketiga, negara sebagai pelaksana hukum. Ketika ketakwaan individu menurun, kemudian kontrol masyarakat tidak berpengaruh, maka dalam hal ini negaralah yang menjadi ujung tombak dalam penegakan hukum. Dalam Islam pezina akan dihukum sesuai dengan hukum syarak. Allah berfirman:

"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman." (QS. An-Nur: 2).

Dari nash ini terdapat solusi kuratif dan preventif yaitu hukuman yang langsung dapat dilaksanakan serta pencegahannya.

Jadi, memang agama tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Begitu pula aturan-aturan dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.

Namun kembali lagi, tentu aturan yang paripurna mengatur urusan manusia ini tidak akan dapat direalisasikan dalam sistem demokrasi. Maka diperlukan perubahan yang revolusioner agar problematika kehidupan manusia dapat teratasi yaitu dengan menjadikan akidah Islam sebagai falsafah kehidupan. Wallahu a'alam bishawab.[Irw]

Posting Komentar

0 Komentar