Subscribe Us

PENYEDIAAN ALAT KONTRASEPSI REMAJA, BUKTI LIBERALISME

Oleh Rheiva Putri R. Sanusi, S.E.
(Aktivis Muslimah)

Vivisualiterasi.com- Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28/2024 yang disahkan oleh Presiden Jokowi terkait Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU 17/2023) pada Jumat (26/7) lalu. Sebelumnya, PP ini menuai pro kontra akibat akan diberlakukannya legalisasi aborsi bagi korban pemerkosaan. Namun saat ini, ada aturan yang lebih menggemparkan lagi bagi masyarakat, yakni Peraturan Pemerintah tersebut secara resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.

Dilansir dari media kompas.com, tujuan dari penyediaan alat kontrasepsi seharusnya menjadi bagian dari menjaga kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup. Menurut anggota DPP RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta, Fahira Idris, salah satunya adalah untuk mendukung kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja yang hanya diberikan kepada remaja usia sekolah yang sudah menikah. Hal tersebut bertujuan agar menunda kehamilan remaja yang menikah dini agar siap secara fisik dan mental untuk memiliki anak.

Kelalaian Negara Membuka Peluang Legalnya Seks Bebas

Adanya pengaturan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak sekolah dan remaja akan mendorong maraknya aktivitas seks bebas. Dengan adanya PP ini, remaja dan anak sekolah yang tadinya tidak bebas membeli alat kontrasepsi akan menjadi jalan mempermudah mereka mendapatkannya. Alih-alih digunakan oleh remaja yang sudah menikah, peluang ini akan menjadi kesempatan bagi para remaja yang belum menikah tapi tak mampu menahan hawa nafsunya.

Permasalahan seks bebas di kalangan remaja yang tak pernah diberantas sepenuhnya, kini akan diperparah dengan penyediaan alat kontrasepsi ini. Bukan mengarahkan untuk memberantasnya, penguasa malah memberikan jalan pintas untuk memudahkannya. Belum lagi hal ini dapat mengarah pada pelegalan seks bebas asalkan “aman” dan tidak membahayakan. Maka sangat memungkinkan perilaku ini akan menjadi hal normal sebagaimana budaya barat.

Hal ini semakin menunjukan kelalaian negara dalam mewujudkan sebuah kemaslahatan bagi masyarakat terutama kesehatan sistem reproduksi generasi beserta keterjaminan masa depan mereka. Sebab, jika PP ini disahkan maka tidak menutup kemungkinan berbagai permasalahan generasi akan bermunculan, dan menghancurkan generasi mendatang baik secara kuantitas maupun kualitas.

Liberalisme-Sekulerisme Yang Sudah Mengakar

Kebijakan seperti ini tidak lepas dari adanya penerapan paham liberalisme atau paham kebebasan. Dimana masyarakat ini sudah sangat menjunjung paham kebebasan. Mulai dari kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, hingga kebebasan bertingkah laku. Namun, kebebasan semacam ini kebanyakan bersifat individu dan bisa berupa pilihan.

Kini, kebebasan bersifat sistematis dalam penerapannya melalui kebijakan tangan penguasa, seperti halnya penyediaan alat kontrasepsi ini. Kebebasan seperti ini akan semakin memperkuat eksistensi penerapan liberalisme. Jika terus dibiarkan maka sama saja negara menjerumuskan masyarakatnya yang mayoritas Islam pada pergaulan bebas dan zina yang diharamkan Islam. Kebijakan apapun akan dianggap wajar dan boleh dengan landasan liberalisme.

Bebasnya kebijakan ini didukung oleh paham sekulerisme yang tidak menjadikan standar agama sebagai standar salah benar. Akibatnya, akan sangat berpotensi kebijakan yang keluar bertentangan dengan agama bahkan fitrah manusia. Paham liberalisme-sekulerisme ini jika dibiarkan terus menerus menjadi landasan sebuah kebijakan maka tentu sangat wajar apabila di kemudian hari akan menghasilkan kebijakan-kebijakan rusak lainnya. Sebab, baik negara maupun masyarakat akan menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan. Hal ini menunjukkan penerapan liberalisme-sekulerisme sudah mengakar, bahkan sudah menjadi sistem kehidupan.

Pandangan Islam

Aktivitas penyediaan alat kontrasepsi ini bisa tergolong pada aktivitas pendorong seseorang berbuat zina, apabila diberikan pada anak sekolah atau remaja yang pada umumnya belum menikah. Dalam surah Al-Isra ayat 32 ada larangan mendekati zina dalam Islam

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا ۝٣٢

Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”

Maka yang turut serta memfasilitasi perbuatan seks diluar pernikahan baik individu maupun negara sama saja mendorong seseorang mendekati bahkan berbuat zina. Maka hal tersebut tergolong pada perbuatan yang dilarang bahkan perbuatan dosa.

Negara dalam Islam memiliki kewajiban untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga agama bukan malah mendorong masyarakat melakukan perbuatan dosa. Negara memiliki kewajiban membentuk kepribadian Islam pada setiap individu. Mulai dengan menjaga akidah mereka dan memahamkan tsaqofah-tsaqofah Islam terutama pada permasalahan rumah tangga jika berhubungan dengan masalah ini. Namun fokusnya tentu bukan hanya pada pemenuhan kepuasan jasmani saja, sebab banyak hal yang perlu dibahas bagi persiapan remaja atau anak sekolah yang akan menikah.

Kewajiban ini akan negara implementasikan dalam bentuk penerapan sistem Islam secara kafah termasuk sistem pendidikan Islam yang menjadi sarana negara memahamkan umat agar tidak terjerumus pada perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt. Selain itu, penerapan sistem sanksi bagi pelanggaran terhadap hukum Allah akan menjadikan peluang negara, penguasa maupun masyarakat berbuat kemaksiatan akan sangat kecil. Hanya saja, penerapan aturan Islam seperti ini jelas memerlukan negara Islam yang menjadi satu-satunya negara yang dapat menerapkan aturan Islam. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]


Posting Komentar

0 Komentar