Subscribe Us

PENGANGGURAN MELONJAK, MENGAPA BISA TERJADI? 


Oleh Aldzikratul Rachma, A.Md.Kom
(Pegiat Literasi)


Vivisualiterasi.com- IMF melalui Word Economic Outlook pada April 2024 mencatat tingkat pengangguran di RI sebesar 5,2 persen, tertinggi dibandingkan enam negara lain di ASEAN. Sementara Filipina berada pada posisi kedua tingkat pengangguran, yakni 5,1 persen, disusul Brunei Darussalam 4,9 persen, Malaysia 3,52 persen, Vietnam 2,1 persen kemudian yang paling rendah adalah Thailand 1,1 persen. (CNNIndonesia) 

Dikutip dari CNNIndonesia, tingkat pengangguran di Indonesia, “Pada Februari 2023, TPT (tingkat pengangguran terbuka) tamatan SMK masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya, yakni sebesar 9,60 persen," tulis BPS. Pengangguran kedua tertinggi berasal dari lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sebesar 7,69 persen. Meskipun cukup tinggi, namun jumlah ini juga turun dibandingkan Februari 2022 dan 2021 yang masing-masing 8,35 persen dan 8,55 persen. Selanjutnya, pengangguran lulusan Diploma I/II/III tercatat sebanyak 5,91 persen, dan lulusan Diploma IV, S1, S2, S3 sebanyak 5,52 persen, serta tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tercatat sebanyak 5,41 persen. 

Lalu apakah yang menyebabkan Indonesia berada pada posisi tertinggi dari tingkat pengangguran tersebut? Apakah dikarenakan di Indonesia kurangnya lapangan kerja? 
Sementara yang kita ketahui bahwa begitu banyaknya lapangan kerja yang ada di Indonesia, baik Instansi negeri maupun swasta. Menurut hemat penulis bahwa banyaknya tingkat pengangguran yang berada di Indonesia disebabkan beberapa alasan. Pertama, bisa disebabkan adanya perekrutan TKA pada perusahaan-perusahaan swasta khususnya pada perusahaan tambang di berbagai wilayah. 

Hal ini menyebabkan angka pengangguran Indonesia semakin meningkat. Kebijakan salah strategi sehingga terjadi deindustrialisasi, dimana tenaga ahli diambil dari TKA. Padahal, pribumi sendiri banyak yang memiliki keahlian yang serupa. Kedua, susahnya mencari pekerjaan baik pada Instansi negeri maupun swasta. Yang di mana perekrutan dilakukan pada mereka yang memiliki akses atau orang dalam. Sementara, mereka yang tidak memiliki orang dalam. Tidaklah mudah untuk masuk dalam perekrutan meskipun sesuai basic yang dimiliki saat berada di bangku perkuliahan. 

Ketiga, tingginya tingkat pengangguran disebabkan tidak memiliki biaya untuk mengikuti tes untuk seleksi, baik pada swasta maupun negeri. Misalnya pada seleksi security di suatu perusahaan, maka mereka harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu untuk mendapatkan sertifikat. Biaya yang dibutuhkan selama pelatihan paling rendah 5 juta. Keempat, tidak memiliki akses kendaraan. Betapa dilemanya jika mendapatkan pekerjaan yang jauh dari tempat tinggal, namun tidak memiliki kendaraan. Sementara, gaji bulanan tidak sesuai jika harus menyewa angkutan umum. Kelima, adanya fanatisme golongan. Dimana suatu instansi hanya menerima jika yang sesama golongan mereka. Dan menolak lamaran kerja dari golongan yang lainnya. 

Keenam, penampilan yang menarik menjadi salah satu patokan untuk seseorang diterima atau tidaknya. Jika tak menarik, maka sangat minim untuk bisa diterima. Terutama pada perusahaan berbasis kapitalisme yang menilai penampilan dari fisik. Ketujuh, adanya Phobia pada seseorang. Jika yang melamar pekerjaan adalah seorang muslim yang berjenggot atau bercadar, dan mungkin diketahui mengikuti suatu organisasi tertentu. Maka instansi tersebut menolak lamarannya, sebab takut jika membawa pengaruh buruk pada instansi. Terakhir, adanya sikap malas. Lebih memilih tidur dan lalu-lalang yang tak jelas, dan minimnya rasa empati dan tanggung jawab. Sehingga, tidak mau mencari kerja walaupun ada peluang. 

Seperti inilah jika kita hidup dalam sistem pemisahan agama dari kehidupan. Semuanya serba rumit dan serba salah. Sudahlah biaya hidup mahal, dapat pekerjaan sangatlah susah. Kapitalisme sangat menyengsarakan rakyat. Beradu nasib bahkan harus menjadi pengemis untuk sesuap nasi. Atau bahkan ada yang rela menjadi WTS demi memenuhi kebutuhan hidup. Dengan segala kemelaratan ala kapitalis. 

Harapannya, kita bisa kembali pada sistem Islam. Dimana kita diatur oleh seperangkat aturan yang memadai. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, termasuk dalam lingkup lapangan kerja. Sehingga, tak ada yang namanya pengangguran.  

Mengapa demikian? Sebab, setiap umat yang hidup di bawah naungan Daulah Islam, maka dia berhak mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan, termasuk mendapatkan pekerjaan. Di mana negara akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya dengan cara mengelola SDA secara mandiri, dan bagi mereka yang tidak memiliki basic pada bidangnya, maka akan diberi lahan atau modal usaha untuk mengelolanya agar bisa memenuhi kehidupan sehari-hari. 

Negara begitu menjamin kesejahteraan rakyat. Sebab, menyadari bahwa SDA tersebut merupakan milik umat. Bukan milik swasta atau oligarki. Sehingga, bukan hanya segelintir orang yang merasakan kesejahteraan. Namun, semua rakyat merasakan kesejahteraan yang sama. Begitulah sedikit gambaran pada sistem Islam. Semua rakyat akan merasakan perlakuan yang sama, tanpa ada perbedaan. Setiap rakyat berhak sejahtera hidup di bawah naungan Daulah Islam tanpa harus memandang pangkat, golongan dan derajat. Sebab kita diikat dengan satu akidah, yakni akidah Islam. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar