Subscribe Us

ILUSI KEADILAN DALAM SISTEM DEMOKRASI

Oleh Ummu Saibah 
(Kontributor Vivisuliterasi Media)

Vivisualiterasi.com- Kasus penganiayaan yang menyebabkan DSA terbunuh, pada 4 Oktober 2023 lalu, berakhir mengecewakan terutama bagi pihak keluarga DSA. Pasalnya hakim memvonis bebas terdakwa yang berinisial GRT, yaitu pacar korban, padahal sebelumnya jaksa penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara. (surabayapostnews.com, 24/7/2024)

Kekecewaan juga dialami oleh seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda. Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) berinisial HA yang terbukti melakukan tindak asusila terhadapnya hanya mendapat hukuman berupa pemberhentian dari jabatannya saja. Padahal selain tindakan asusila, HA juga kerap melakukan tindakan pelanggaran kode etik selama menjadi ketua KPU. (Kompas.com, 3/7/2024)

Selain dua kasus di atas, tentu masih banyak lagi kasus-kasus yang menunjukkan ketidaktegasan hukum yang berlaku dalam sistem demokrasi. Hal ini mengakibatkan tidak terwujudnya keadilan untuk rakyat. Satu sisi ada rakyat yang diuntungkan tetapi ada lebih banyak rakyat yang dirugikan dan merasa diperlakukan dengan tidak adil, khususnya dalam masalah hukum.

Keadilan Hanyalah Ilusi dalam Sistem Kapitalisme

Dua kasus di atas hanya contoh dari sekian banyak kasus yang berakhir dengan kekecewaan pada pihak korban, karena tidak mendapatkan keadilan. Fakta menunjukkan pelaku kriminalitas di negeri ini tidak mendapatkan sanksi tegas. Bahkan pada beberapa kasus pelaku tindak kriminal bisa melenggang bebas walaupun telah terbukti bersalah dan merugikan orang lain.Tetapi begitulah fakta keadilan di negeri ini. Hal ini akibat dari penerapan sistem demokrasi, yang merupakan bagian dari sistem kapitalisme.

Dalam sistem kapitalisme, landasan pemikirannya adalah sekulerisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Maka hukum yang diterapkan di dalamnya pun tidak bersumber dari agama, tetapi merupakan hasil kesepakatan manusia. Sehingga wajar bila hukum yang dihasilkan tidak tegas dan tidak menimbulkan efek jera, padahal seharusnya sanksi selain berfungsi sebagai hukuman juga berfungsi sebagai pencegahan, sehingga kejahatan yang sama tidak terulang lagi.

Dalam proses peradilan sistem demokrasi sering ditemukan para pelaku kriminal mendapatkan sanksi yang lebih ringan dari tuntutan jaksa, bahkan divonis bebas padahal terbukti melakukan tindak kejahatan. Juga dalam beberapa kasus para pelaku kejahatan mendapatkan hak istimewa di dalam lapas, seperti tersedianya fasilitas mewah, ataupun mendapatkan ijin untuk keluar lapas secara ilegal  dengan cara menyuap aparat terkait atau menggunakan cara-cara lainnya. Tak heran bila muncul ungkapan hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas, karena banyaknya penyimpangan. Seolah-olah hukum bisa dibeli dan bisa diotak-atik sesuai dengan permainan uang ataupun kekuasaan. Hal ini tentu saja menyebabkan terbukanya celah kejahatan lain, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh aparat hukum.

Ini menjadi bukti lemahnya hukum buatan akal manusia, karena dibuat atas dasar kepentingan orang-orang tertentu ataupun hawa nafsu manusia saja. Maka wajar bila sanksi yang dihasilkan tidak  tegas, serta tidak memenuhi rasa keadilan, apalagi menimbulkan efek jera. Karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan sering terjebak pada konflik kepentingan. Pendiriannya mudah goyah dengan godaan harta dan kekuasaan. Sehingga hukum yang diberlakukan terkesan berpihak pada orang-orang yang memiliki uang dan kekuasaan. Akibatnya rakyat sering diperlakukan dengan tidak adil. Parahnya rakyat tidak memiliki tempat lain untuk mengadukan ketidakadilan yang mereka terima kecuali diam.

Perlakuan seperti ini seharusnya membuat kita sadar, bahwa sistem yang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme tidak dapat memberikan keadilan bagi seluruh rakyat. Waktunya kita beralih kepada sistem lain yang sudah terbukti mampu memberikan keadilan melalui penerapan hukumnya yang berasal dari Allah Swt, yaitu sistem Islam.

Keadilan Terwujud dalam Penerapan Sistem Islam

Landasan pemikiran dalam sistem Islam adalah akidah Islam. Maka hukum yang diambil oleh negara adalah hukum-hukum yang digali berdasarkan sumber hukum Islam, baik itu Al Qur'an, Hadits, Ijma' Sahabat maupun Qiyas. Sehingga hukum yang diterapkan mampu memenuhi rasa keadilan bagi setiap manusia. Karena berasal dari Allah Swt. yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Allah Swt. berfirman dalam QS. At Tiin, yang artinya:

“Bukankah Allah adalah sebaik-baik pemberi ketetapan hukum?” (QS. At-Tiin: 8)

Selain hukumnya berasal dari Allah Swt., Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan yang berfungsi sebagai jawabir dan zawajir. Hukum Islam berfungsi sebagai jawabir maksudnya bahwa hukum Islam berfungsi sebagai penebus dosa di akhirat. Seperti yang telah disabdakan oleh Rasulallah saw:

“Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.” (HR. Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit)

Fungsi jawabir ini tentu tidak akan ditemukan dalam sistem hukum kapitalisme maupun sosialisme. Contoh sanksi yang berfungsi sebagai jawabir adalah hukum rajam.

Selain itu, fungsi hukum Islam yang lain adalah sebagai zawajir, yaitu sebagai pencegahan agar tindak kejahatan yang sama tidak terulang kembali. Karena pemberlakuan hukum ini menimbulkan efek jera.

Contoh hukuman yang berfungsi sebagai zawajir adalah qishash. Allah Swt. berfirman:

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 179)

Efek jera dari penerapan hukum qishash ini akan membuat seseorang berfikir dua kali untuk melakukan kejahatan yang sama. Sehingga terpelihara-lah kehidupan manusia.

Pemberlakuan hukum yang tegas ini tentu saja tidak akan diterapkan dengan serampangan, karena islam memiliki definisi kejahatan yang jelas. Yang dimaksud kejahatan di dalam Islam adalah setiap pelanggaran terhadap hukum syariat, bahkan pada ranah ibadah yang bersifat individu pun, seperti sholat, puasa atau ibadah lainnya yang bersifat wajib bila terjadi pelanggaran atasnya maka akan dikenai sanksi, apalagi pelanggaran yang menimbulkan kerugian bagi orang lain seperti pembunuhan, pencurian, korupsi dan kejahatan lainnya, pasti akan mendapatkan sanksi sesuai hukum yang telah digali dari sumber hukum Islam.

Begitu pula penerapan hukum Islam akan dikawal oleh para aparat penegak hukum yang amanah, karena di dalam sistem Islam pendidikan yang diterapkan berorientasi pada keimanan dan ketaqwaan individu, sehingga akan menghasilkan individu-individu yang siap bersikap adil. Dengan demikian akan memperkecil kemungkinan terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Begitulah sistem Islam akan memberikan jaminan keadilan bagi seluruh umat manusia. Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]


Posting Komentar

0 Komentar