(Aktivis Dakwah)
Vivisualiterasi.com- Hari anak Nasional (HAN) yang diperingati setiap tanggal 23 Juli merupakan momen istimewa untuk menghormati dan merayakan hak-hak dan kesejahteraan anak di Indonesia. Menurut Deputi bidang Perlindungan khusus anak KemenPPPA, Nahar mengangatankan HAN 2024 menyusung tema "Anak Terlindungi" Indonesi Maju. Anak Indonesia harus terpenuhi hak-haknya dan dilindungi jika mereka mengalami persoalan (rr.co.id).
Sejak disahkan, UU tentang kesejateraan anak. Pemerintah terus berupayah meningkatkan kesejateraan dan terus mengoptimalkannya, salah satunya dengan mendorong kepedulian semua pihak lewat penyelenggaraan peringatan HAN.
Sejatinya pemerintah telah melakukan upaya dan menjalankan berbagai program prioritas untuk menyelesaikan persoalan anak. Di antaranya adalah, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak, menyediakan layanan bagi anak memerlukan perlindungan, desa ramah perempuan dan peduli anak (DRPPA), hingga negara ramah anak.
Namun jika kita melihat upaya-upaya pemerintah, Anak-anak semakin jauh dari kesejahteraan. Melihat kondisi saat ini, masih belum terpenuhi hak-hak mereka. Banyak anak-anak di negeri ini yang belum tercukupi kebutuhan hidupnya, dari kebutuhan pangan bergizi, hingga pendidikan yang berkualitas. Sebagaimana diketahui prevalensi stunting dinegeri ini berdasarkan data kementerian kesehatan, angka stunting diIndonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen. Hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya sebesar 21.6 persen (kemkes. go.id).
Kasus stunting pada anak bukan sekedar masalah gizi yang tidak tercukupi, namun hal ini berkaitan dengan kondisi perekonomian keluarga. Sementara faktanya banyak keluarga saat ini yang hidup miskin. Sehingga jangankan mengenal gizi, untuk sekedar makan tidak mampu.
Kemudian pendidikan, jumlah anak yang putus sekolah diberbagai tingkat pendidikan mencapai 76.834 orang, dengan rician jumlah siswa putus sekolah ditingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.176 orang, tingkat SMA 10.091 orang, SMK 12.404 orang. goodstats.id
Fenomena putus sekolah disebabkan ada beberapa faktor, yaitu salah satunya faktor ekonomi. Ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi nasib dan masa depan anak dan keluarga. Saat ini minim lapangan pekerjaan sehingga parah ayah tidak bisa bekerja dengan menghasilkan penghasilan yang mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Dari kebutuhan pokok dan pendidikan anak.
Dan juga lingkungan yang melingkupi anak saat ini pun benar-benar jauh dari perlindungan dan keamanan. Angka kekerasan pada anak terus meningkat, data kementrian anak kemenPPPA menunjukan jenis kasus yang dilaporkan sepanjang tahun 2023, jenis kasus paling banyak kekerasan seksual, yakni 10.932 kasus (katadata.co.id).
Mirisnya seringkali kekerasan anak terjadi dari orang terdekat seperti orang tua, keluarga, yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi anak. Kini orang terdekat menjadi beresiko bagi anak. Selain itu tidak hanya meliputi kekerasan fisik, tetapi ada juga kekerasan emosional anak seperti bullying yang berupa kata hinaan atau merendahkan.
Dengan fakta yang ada, upaya-upaya pemerintah tersebut tidak menyentuh akar permasalahan. Sehingga kasus yang sama masih sering terjadi, bahkan mengalami peningkatan. Maka tidak heran hari anak nasional hanyalah bersifat seremonial yang digelar setiap tahun namun tidak ada perubahan.
Penyebab
Dari berbagai macam keburukan yang menimpa anak, disebabkan karena penerapan sistem saat ini, yaitu sistem sekularisme, yang menjauhkan peran agama dalam mengatur kehidupan saat ini. Sistem sekularisme mengaggungkan kebebasan yang membentuk tingkahlaku masyarakat buruk. Cenderung melakukan sesuatu didorong oleh hawa nafsu dan jauh dari ketakwaan. Hal inilah yang memicu manusia tega melakukan kekerasan terhadap anak, mau fisik maupun seksual. Sekularisme telah dijadikan landasan kurikulum pendidikan saat ini, tak heran jika generasi terbentuk generasi yang liberal. Sekularisme, liberalisme yang menjaukan keluarga dari peran dan fungsi utamanya dalam membina anak dalam menjalankan fungsinya sebagai pengasuh dan pendidik anak. Karena sibuk bekerja, tidak terpenuhnya berbagai kebutuhan anak, baik kebutuhan pokok pendidikan maupun kesehatan. Sistem sekularisme melahirkan pemimpin-pemimpin yang abai terhadap kewajibannya dalam menjalankan perannya sebagai pengurus umat. Sehingga negara gagal mensejahterakan rakyat, termasuk menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan gratis yang berkualitas.
Berbeda dengan penerapan sistem Islam. Dalam kehidupan Islam memandang penting keberadaan anak. Islam telah mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan anak, dalam berbagai macam aspek. Negara islam khilafah akan mewujudkan fungsi orang tua dan keluarga yang optimal dalam mendidik anak. Orang tua wajib mendidik anak-anaknya dengan pendidikan agama islam, agar menjadi generasi yang shalih dan memiliki kepribadian yang islam. Sehingga tingkahlakunya tidak didasari dengan pemikiran yang sekuler, tetapi aqidah islam. Hal ini didukung dengan penerapan sistem pendidikan islam yang bertujuan membentuk generasi berkepribadian islam. Pendidikan islam akan menjauhkan peserta didik dari pemikiran rusak dan merusak. Selain itu khalifah wajib menjadi junnah (pelindung) bagi seluruh rakyatnya termaksuk anak. Khilafah membentuk masyarakat Islam yang memahami syariat, dan melakukan amar ma'ruf nahi mungkar. Sehingga tercipta lingkungan yang aman bagi anak. Khilafah juga memastikan setiap anak tercukupi kebutuhannya berupa sandang, pangan, papan, melalui pengelolahan SDA, dengan pengelolahan SDA Khilafah menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai, dengan begitu kepala keluarga mudah mendapatkan pekerjaan dan bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Tidak hanya penyediaan lapangan pekerjaan, tetapi Khilafah juga menyediakan jaminan kesehatan, pendidikan secara gratis dengan kualitas terbaik. Sehingga setiap anak mudah bersekolah sampai kependidikan yang tinggi. Dengan demikian, hanya dengan penerapan sistem Islam, masyarakat hidup sejatera dalam naungan Khilafah.[AR]
0 Komentar