(Aktivis Muslimah)
Penyelenggaraan haji setiap tahun selalu ada kekurangannya. Kalaupun ada perbaikan sifatnya tambal sulam. Padahal jamaah sudah mengeluarkan biaya yang sangat mahal tetapi tidak menjamin para jemaah mendapatkan fasilitas dan layanan terbaik.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Ade Marfuddin menyoroti fasilitas layanan haji yang disediakan oleh pemerintah tak sebanding dengan biaya besar yang sudah dikeluarkan jemaah.
"Dan ini tamu Allah yang dibawa. Dan mereka berbayar semua. Jasa ini kan pelayanan. Akan sangat naif, uang besar tapi pelayanan masih kurang diperhatikan dan masih carut-marut," kata Ade kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/6).
Meskipun Ibadah haji sudah usai, namun masih menyisakan banyak permasalahan dalam banyak aspek, mulai dari kesehatan, imigrasi, hingga pelayanan jemaah. Semua memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dengan aspek periayahan yang optimal.
Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR untuk menyelesaikan berbagai permasalahan terkait penyelenggaraan haji. Cucun menegaskan, masalah kesehatan jemaah haji yang carut-marut tidak mungkin diselesaikan Komisi VIII DPR RI sendiri karena komisi ini tidak memiliki kewenangan untuk memanggil Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Ini melibatkan berbagai sektor terkait jemaah haji, baik yang khusus maupun reguler, harus melibatkan semua kementerian yang ada di sana. Makanya tidak cukup dengan Panja Komisi VIII,” katanya.
Menurut Cucun, koordinasi yang baik antara Kemenag, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang membawahi imigrasi, serta Kemenkes sangat diperlukan. "Makanya diperlukan pansus untuk menyelesaikan problematika haji ini," tegasnya.
Dengan adanya pansus, penyelenggaraan haji ke depan diharapkan dapat berjalan lebih lancar dan memberikan pelayanan yang lebih baik bagi jemaah. (Kompas.com, 14/06/2024)
Ibadah haji adalah ibadah spiritual yang sangat dinantikan oleh umat muslim di seluruh dunia. Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Syaratnya, mereka termasuk golongan yang mampu baik secara fisik maupun finansial. Tetapi, rupanya mampu saja belum cukup. Setiap muslim ketika berkeinginan melaksanakan haji harus menunggu antrean hingga puluhan tahun. Karena banyaknya calon jemaah yang mendaftar setiap tahunnya.
Mereka yang mendapatkan kesempatan berangkat tahun ini tentunya sangat beruntung. Hal ini juga dirasakan oleh para artis yang berbondong-bondong berangkat haji di usia muda tanpa antre. Kenapa bisa demikian? Karena pihak swasta turut andil dalam penyelenggaraan ibadah haji seperti Haji Furoda yang menawarkan fasilitas dan pelayanan yang istimewa dengan harga yang tak murah.
Dalam sistem hari ini, ibadah haji hanya sebatas impian bagi sebagian masyarakat. Biaya yang mahal dan selangit, kebutuhan hidup yang semakin tinggi, membuat mereka hanya bisa menunggu keajaiban dan memperbanyak doa supaya impiannya bisa terwujud. Sedangkan bagi kalangan berada, mereka bisa berulang kali naik haji bahkan tanpa antrean.
Banyaknya peminat haji, maka negara membuat kebijakan dana talangan haji, dimana setiap orang yang ingin berangkat haji, harus menyetorkan sejumlah uang dengan nama tabungan haji. Ini adalah sumber dana yang sangat besar yang rawan untuk diselewengkan. Apalagi sampai bertahun-tahun baru bisa digunakan ketika jadwalnya berangkat.
Sistem kapitalisme menjadikan haji sebagai lahan bisnis untuk meraup keuntungan semata. Penguasa berlomba mendirikan hotel berbintang yang lokasinya dekat Mekkah, yang hanya dapat dinikmati dengan mengeluarkan biaya mahal. Sementara, jika uang minimalis harus rela tinggal di hotel yang letaknya jauh. Begitu pun fasilitas lainnya yang mahal harganya.
Adanya penambahan kuota haji juga bukan semata untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat dan memperpendek masa antrean. Tapi lebih kepada mencari keuntungan materi, karena kuota haji reguler diberikan kepada haji ONH plus. Sungguh memprihatinkan sekali ujung-ujungnya jemaah haji reguler lagi yang dirugikan. Karena antrean yang panjang bahkan puluhan tahun jemaah haji yang diberangkatkan rata-rata lansia. Sehingga mempersulit mereka untuk beribadah secara maksimal. Bahkan ada yang meninggal sebelum jadwal keberangkatannya.
Salah satu akar masalah dari karut marut penyelenggaraan haji adalah buah komersialisasi pengurusan sebagai akibat sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Penyelenggaraan ibadah tak luput dari ajang bisnis kelompok tertentu. Dampaknya jemaah tidak mendapatkan kenyamanan dalam beribadah di tanah suci. Sungguh miris jemaah yang berharap khusyu dalam beribadah menjadi terganggu dengan banyaknya hambatan dan rintangan dalam menjalaninya.
Usulan membuat pansus tak akan mampu menyelesaikan persoalan karena akar masalahnya adalah paradigma pelayanan haji dalam sistem kapitalisme. Paradigma kapitalisme hanya memperburuk masalah yang ada. Oleh karena itu, reformasi mendasar dalam cara mengelola ibadah haji diperlukan, yang berfokus pada pelayanan dan kesejahteraan jemaah, bukan pada keuntungan finansial. Pansus mungkin bisa menemukan masalah teknis, tetapi tidak akan mampu menyelesaikan akar masalah yang lebih mendalam. (Kompas, 14/06/2024)
Islam menetapkan negara sebagai ra'in, pelayan rakyat, yang akan mengurus rakyat dengan baik sehingga jemaah haji merasa nyaman dalam menunaikan ibadah.
Rasulullah saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)
Hadits ini menekankan pentingnya amanah dalam kepemimpinan, termasuk dalam mengurus jemaah haji. Dalam Islam, pemimpin yang baik adalah yang melayani rakyatnya dengan penuh tanggung jawab, tidak membeda-bedakan golongan dan tidak mengedepankan keuntungan pribadi.
Amanah adalah ciri pemimpin dalam Islam, karena dibangun atas kesadaran akan adanya hari penghisaban kelak. Segala bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok termasuk perbuatan yang melanggar amanah. Selain itu, Islam juga memiliki mekanisme/ birokrasi yang sederhana dan praktis serta profesional sehingga memberi kenyamanan pada rakyat.
Permasalahan yang terus berulang tiap tahunnya dalam penyelenggaraan ibadah haji mencerminkan betapa lemahnya sistem saat ini. Komersialisasi ibadah haji dalam sistem kapitalisme hanya memperburuk situasi, mengorbankan kenyamanan dan kesejahteraan jemaah demi keuntungan finansial. Pembentukan pansus yang diusulkan mungkin bisa memberikan solusi sementara, tetapi tidak akan menyelesaikan masalah sampai tuntas.
Islam dengan sistem Khilafahnya menawarkan solusi yang komprehensif dan mendasar untuk problematika umat. Dengan menjadikan negara sebagai pelayan rakyat yang bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan ibadah haji, memastikan semua kebutuhan jemaah terpenuhi dengan baik, dan mengedepankan prinsip amanah dan profesionalisme, masalah yang ada dapat diatasi secara efektif. Hanya dengan perubahan sistem dan paradigma yang mendasar ini, penyelenggaraan ibadah haji yang nyaman dan aman dapat terwujud. Wallahu a’lam bish-shawab.[AR]
0 Komentar