(Tim Sosmed Vivisualiterasi Media)
Sungguh miris! Manusia mana yang tidak terenyuh melihat perjuangan orang-orang Gaza. Di tengah kesulitan yang menerpa mereka, mereka tetap kokoh berdiri, tetap kuat, tetap tabah dalam mengahadapi ujian demi ujian. Entah terbuat dari apa hati dan jiwa-jiwa mereka seakan tidak ada kata lelah untuk berjuang melindungi Gaza.
Di sisi lain, nyatanya ada fakta mengejutkan datang dari berbagai negara di seluruh penjuru dunia yang ikut menyuarakan aksi solidaritas terhadap warga Palestina. Dikutip dari cnbcindonesia.com (11/05/2025) bahwa terdapat gelombang demo besar-besaran terus meluas. Para akademisi turun ke jalan menunjukkan solidaritas terhadap warga Palestina. Mulai dari Amerika Serikat, Kanada, Australia, Eropa seperti Inggris dan Perancis, hingga ke Asia. Seluruh mahasiswa unjuk rasa menuntut pemerintah dunia mengambil tindakan tegas agar Israel berhenti melancarkan operasi militernya di Gaza. Mereka terus menyerukan gerakan agar perguruan tinggi melakukan divestasi dari perusahaan yang mendukung Israel.
Jika negera-negara non muslim di berbagai penjuru dunia telah melakukan aksi terhadap warga di Palestina, lalu bagaimana dengan kaum muslimin yang berada lebih dari 50 negara?
Masihkah terus bungkam terhadap kelakuan bengis Israel? Tidakkah ada sedikit simpati kepada saudara kita di Palestina khususnya di Gaza, mereka sendirian, berjuang sendiri tanpa persenjataan, tanpa listrik, tanpa air bahkan tanpa makanan yang memadai?
Nasionalisme Memecah Belah Ukhuwah
Dengan adanya berbagai aksi di seluruh penjuru dunia termasuk oleh negara-negara non muslim, seharusnya ini menjadi titik balik bagi kaum muslimin untuk menyatukan ukhuwah, bersama-sama menyatukan pemikiran, menyatukan kekuatan demi membela saudara seiman kita di Gaza.
Namun faktanya hari ini, justru kaum muslimin terjebak pada nasionalisme (cinta tanah air) yang salah kaprah. Dengan adanya paham nasionalisme ini kaum kafir mampu mengkotak-kotakan kaum muslim, sehingga menjadi berbagai negara bangsa yang tidak kenal satu sama lain. Mereka lebih membatasi diri dan memilih hidup sendiri tanpa harus tahu persoalan negara lain.
Begitulah nasionalisme, sebuah paham yang lahir dari sistem kapitalisme yang telah ditanamkan di seluruh negara muslim di dunia, kaum muslim tidak menyadari bahwa nasionalisme inilah yang akhirnya mengebiri rasa ukhuwah Islamiyah. Sehingga menepikan kaum muslim di sebuah tribun penonton untuk menyaksikan kebrutalan zionis Israel kepada rakyat Gaza.
Seandainya para pemimpin negara-negara muslim masih memegang prinsip ukhuwah Islamiyah dan masih memiliki sedikit saja rasa simpati terhadap saudara seimannya, maka mudah saja bagi mereka mengirimkan tentara untuk melawan agresi militer Israel. Namun sayangnya tidak ada satupun negara muslim yang mau membantu Gaza dan sekarang tinggal Gaza seorang diri menghadapi kebengisan Israel.
Akhiri Penderitaan Gaza dengan Mengirimkan Tentara
Tentu telah berbagai upaya yang dilakukan untuk membela rakyat di Gaza Palestina, mulai dari boikot produk pendukung Israel, mengirimkan bantuan makanan dan minuman, mengirimkan obat-obatan hingga mengirimkan pakaian dan selimut.
Namun para pemimpin negara muslim melupakan satu hal, yaitu mereka lupa untuk mengirimkan tentara-tentara terbaiknya untuk mengakhiri genosida ini. Bahkan se-kapasitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saja yang notabenenya adalah lembaga perdamaian dunia hanya bisa memberikan solusi pragmatis, yaitu gencatan senjata dan Two Nation State (Solusi Dua Negara). Padahal kedua pilihan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap Palestina yang sejatinya adalah tanah milik seluruh kaum muslim. Lebih ironisnya lagi kedua solusi tadi justru diaminkan oleh pemimpin negara-negara muslim hari ini.
Melihat banyaknya aksi dari orang-orang non muslim di seluruh penjuru dunia harusnya lebih membuka mata hati kaum muslim. Sudah seharusnya kaum muslim bersatu padu, menyatukan visi dan misi, membangun kesadaran pada seluruh komponen umat bahwa sejatinya untuk menyelamatkan Palestina butuh solusi hakiki bukan solusi tambal sulam.
Adapun solusi hakiki tersebut ialah Jihad dan Khilafah. Jihad di dalam Islam hukumnya adalah wajib (fardhu) bahkan menjadi wajib 'ain bagi semua penduduk setempat. Apabila penduduk setempat tidak mampu menghalau para musuh, maka kewajiban 'ain ini meluas bagi kaum muslimin yang terdekat seperti Arab Saudi, Yaman, Irak, Mesir dan lain-lain. Jika masih juga belum mampu mengusir musuh Islam kecuali dengan dikerahkannya tentara di seluruh negeri muslim maka kewajiban jihad ini menjadi fardhu 'ain bagi seluruh kaum muslimin laki-laki di seluruh penjuru dunia.
Sesungguhnya perang itu membutuhkan persiapan, membutuhkan strategi-strategi jitu, pembekalan logistik, latihan dan tentu saja membutuhkan persenjataan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala:
"Siapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui sedangkan Allah mengetahuinya." (QS al-Anfal: 60)
Penjajahan akan bisa dihentikan jika mengerahkan kekuatan militer. Maka dari itu sudah seharusnya militer harus dilawan dengan militer juga dan para pemimpin negara muslim turun tangan untuk segera memobilisasi tentara terbaiknya dan mengirimnya ke Gaza agar Genosida yang berlarut-larut ini dapat dihentikan.
Tentu ke semua ini dibutuhkan kepemimpinan Internasional selevel negara untuk segera menyatukan seluruh negeri-negeri Islam yang telah tercerai berai ini dan butuh satu pemimpin untuk mengomandoi jihad fisabilillah. Adapun negara tersebut adalah Khilafah Islamiyah yang merupakan kepemimpinan Islam yang diwarisankan oleh Nabi Muhammad ﷺ dan para Khulafaaur Raasyidiin. Dengan begitu Khilafah-lah yang akan menjadi perisai umat, penjaga umat dan pelindung umat dari segala macam bahaya yang mengancam. Wallahua'lam bish-shawab.[Dft]
0 Komentar