Subscribe Us

PEREMPUAN BERDAYA EKONOMI DI SEKTOR PARIWISATA, BENARKAH?


Oleh Murni Supirman
(Kontributor Vivisualiterasi Media)


Vivisualiterasi.com- Aktivis feminis semakin menunjukkan taringnya. Mereka makin hari terus aktif dan massif mengkampanyekan kesetaraan gender. Tidak habis cara, mereka selalu mencari celah untuk menyuarakan ide ini. Terbukti baru-baru ini The 2nd UN Tourism Regional Conference on the Empowerment of Women in Tourism in Asia and The Pacific telah selesai di laksanakan pada hari kamis, 2 Mei 2024 di Kabupaten Badung, Bali. 

Dalam konferensi tersebut wakil Menparekraf, Angela Tanoesoedibjo mengenalkan Ibu Kartini sebagai tokoh kesetaraan gender di tanah air dan lebih lanjut menyatakan pentingnya peran kaum hawa dalam bisnis pariwisata. Hal itu di sampaikan beliau sebagai pengantar di hadapan wakil dari 40 negara partisipan di konferensi itu.

Dikutip dari kantor berita Antara, Harry Hwang selaku Director of the Regional Department for Asia and the Pacific UN Tourism menyatakan rasa sukacitanya karena Konferensi Pariwisata PBB Kedua ini digelar di Bali. Sebuah destinasi pariwisata dengan alam dan budaya yang terkenal.
Ia memaparkan bahwa UN Tourism sendiri adalah badan khusus Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan misi mempromosikan pariwisata yang bertanggung jawab, berkelanjutan dan dapat diakses secara universal.

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa "Berdasarkan agenda 2030 PBB untuk tujuan pembangunan berkelanjutan dan kode etik pariwisata global, kami memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa pariwisata memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan lelaki dalam berkontribusi terhadap pencapaian kelima, yaitu mencapai kesetaraan gender," tandas Harry Hwang.

Dalam Konferensi Pariwisata PBB Kedua tentang Pemberdayaan Perempuan di Asia dan Pasifik itu, ia menyampaikan ingin agar diskusi yang mereka gelar dapat menginspirasi seluruh kaum perempuan.

"Kami berharap pelajaran yang dapat dipetik dari diskusi tiga panel akan membantu untuk mendobrak hambatan bagi generasi mendatang dan menginspirasi semua perempuan muda yang hadir untuk memulai karier yang cemerlang di sektor pariwisata," kata Harry Hwang di lokasi penyelenggaraan konferensi, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (2/5/2024). (Suara.com)

Lagi-lagi perempuan yang harus menjadi tumbal dalam sistem ini. Sosoknya yang multitalenta dimanfaatkan untuk mendorong laju ekonomi dengan iming-iming prestasi dan penghargaan. Banyak perempuan terlena dan tertipu isu kesetaraan gender yang katanya dapat mengangkat harga diri mereka padahal sebaliknya proyek ini hanya pintu eksploitasi bagi diri mereka. Sistem kapitalisme hari ini sangat menaruh harapan besar terhadap peran perempuan di ranah publik bahkan mendorong keterlibatan perempuan dalam dunia pariwisata sebagai Upaya untuk mewujudkan kesetaraan gender. Sistem ini telah menjadikan Perempuan dihargai jika menghasilkan uang. Hingga perempuan hari ini berondong-bondong ikut berkompetensi di ranah publik.

Jika kita menelaah lebih jauh tujuan dari proyek dalam Konferensi Pariwisata PBB ini tidak bisa dilepas dari proyek penyebaran paham feminis dimana perempuan atau ibu diminta untuk bisa mandiri. Paham ini sangat berbahaya jika dianut oleh seorang ibu, karena hal ini mampu menggerus identitas ibu dari fungsi utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Memang tidak bisa dipungkiri mahalnya pendidikan dan adanya himpitan ekonomi serta pemenuhan gaya hidup yang semakin tinggi menjadikan perempuan muslimah atau ibu mudah tergiur dengan program pemberdayaan ekonomi perempuan di sektor pariwisata. Para ibu akhirnya mau bekerja semakin produktif hingga mereka berlomba-lomba terjun memberdayakan diri dalam dunia kerja, mandiri secara ekonomi dan tidak mau lagi bergantung pada laki-laki. Pada akhirnya upaya ini telah mendorong perempuan yang didominasi para ibu bergerak keluar rumah. Tidak jarang dari mereka banyak mengesampingkan tugasnya sebagai pengurus rumah tangga. Keluarganya terbengkalai hingga memicu terjadinya perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga dan tidak sedikit berujung perceraian. Inilah realitas yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalisme.

Sejatinya Perempuan telah menjadi tumbal dari kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Negara seakan telah kehabisan ide dalam menyiapkan tenaga kerja yang terampil hingga harus melibatkan perempuan sebagai penggerak ekonomi. Mengapa demikian, sebab wanita itu serba bisa, dengan upah murah, tidak neko neko dan pekerja keras. Negara tentu tidak mau menyianyiakan bakat tersebut untuk memutar roda ekonomi kapitalisme. Padahal upaya tersebut justru merusak fitrah perempuan khususnya peran ibu dan akan membahayakan nasib anak-anak di rumah ketika ibu bekerja. Ditambah adanya dampak buruk pariwisata yang berpotensi menimbulkan perang budaya dan ancaman pengaruh peradaban yang datang dari pandangan barat. Alih alih ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ada malah ancaman liberalisasi.

Tanpa kita sadari negara telah di setir oleh dunia dengan cara mendorong untuk mengembangkan sektor non strategis dibidang pariwisata. Sementara dalam sektor strategis seperti penguasaan SDA yang begitu melimpah malah dengan mudah dikuasai oleh negara penjajah dan kroni-kroninya. Miris memang ketika negara hanya sibuk mengurusi hal kecil dan melupakan sumber pendapatan terbesarnya dalam penguasaan sumber daya alam.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki seperangkat aturan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sistem ekonomi Islam yang tangguh menjamin kesejahteraan rakyat termasuk perempuan dengan berbagai mekanismenya salah satunya negara mengolah Sumber Daya Alam secara mandiri tanpa campur tangan asing dengan pemamfaatan sesuai kebutuhan. Dalam Islam, perempuan dijaga fitrahnya dan dijamin kesejahteraannya oleh negara. Perempuan atau ibu boleh saja bekerja untuk menambah penghasilan keluarga tidak ada larangan atasnya, namun ada hal-hal yang tidak bisa mereka langgar agar hukum mubah atau bolehnya mereka bekerja tidak hilang. Islam menjadikan Perempuan mulia bukan diukur dari jumlah materi yang dihasilkannya melainkan mereka di hargai atas fungsinya sebagai ibu generasi. Untuk itu pemberdayaan sebagai ibu generasi tentu butuh sistem pendukung yang dibangun oleh negara dalam semua sistem kehidupan yakni sistem islam yang memahami betul posisi seorang ibu atau perempuan. Dengan demikian ibu bisa fokus dalam mengemban tugasnya layaknya seorang ibu dan tidak dibebani dengan kewajiban mencari nafkah sebab tugas tersebut adalah tugas seorang ayah sebagai kepala keluarga. Namun jika sistemnya masih menganut sistem kapitalisme maka sulit memposisikan peran itu untuk memberi sumbangsi lahirnya generasi pelanjut estafet kepemimpinan justru posisinya akan semakin jauh dari perannya sebagai pengatur keluarga. 

Saatnya para Ibu dan perempuan-perempuan muslimah menyadari bahwa proyek pariwisata yang berusaha dilakukan oleh pemerintah sejatinya hanyalah kedok untuk memanfaatkan keberadaan perempuan yang multitalenta untuk dieksploitasi tubuhnya dalam menopang ekonomi. Padahal itu adalah kewajiban atau tugas para pemimpin negeri ini, bukan tugas perempuan atau ibu. Tugas utama seorang Ibu itu di ranah domestik bukan di ranah publik karena islam memuliakan, menghormati, menjaga dan melindungi perempuan atau Ibu karena kelak dari rahimnya akan lahir generasi yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan dan itu hanya bisa lahir dari seorang perempuan tangguh yang akan menjadi ummu warobatul bait dan ibu generasi. Wallahualam.(Dft)

Posting Komentar

0 Komentar