Subscribe Us

MAHALNYA RUMAH, KONSEKUENSI KAPITALISME

Oleh Rheiva Putri R. Sanusi, SE
(Kontributor Vivisualiterasi Media)

Vivisualiterasi.com- Sandang, Papan dan Pangan merupakan kebutuhan primer yang sangat harus dipenuhi oleh seluruh manusia. Namun pada kondisi saat ini ketiganya sangat sulit didapat karena harga yang mahal terutama terkait bahan makanan yang beberapa tahun terakhir terus mengalami kenaikan yang signifikan. Lalu akhir-akhir ini disusul oleh mahalnya harga rumah sebagai tempat berlindung masyarakat.

Harga properti kian menjulang tinggi. Survei Bank Indonesia (BI) menunjukkan adanya kenaikan harga properti residensial di pasar primer pada kuartal I 2024. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) meningkat mencapai 1,89% (yoy) pada kuartal I 2024. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan IHPR pada kuartal IV 2023 yang sebesar 1,74%.

Peningkatan IHPR tersebut terutama didorong oleh kenaikan harga properti tipe kecil yang meningkat sebesar 2,41%. Sebelumnya, pada kuartal IV 2023 juga meningkat sebesar 2,15%. Tidak hanya rumah tipe kecil, BI juga mencatat adanya peningkatan harga rumah tipe menengah dan besar pada kuartal I 2024 meski tidak setinggi kuartal IV 2023. Adapun harga tipe menengah naik sebesar 1,60% dan tipe besar 1,53%. (CNN Indonesia, 16/5/2024)

Namun solusi yang ditawarkan pemerintah adalah program rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang kini tak lagi banyak dihuni. Pada awal program rumah murah dirilis, kalangan MBR bisa memiliki rumah tapak dengan uang muka (down payment/DP) sekitar Rp 1,12 juta dan cicilan sekitar Rp 750-900 ribu per bulan. Untuk akses KPR, masyarakat cukup mengeluarkan DP sebesar 1% dan bunga cicilan 5% fixed hingga 20 tahun. Meski begitu, di kawasan ini juga terlihat masih ada cukup banyak rumah yang tak ditinggali alias kosong tak berpenghuni. Kondisi ini membuat rumah-rumah yang mendapat subsidi pemerintah itu sangat tak terurus. (Detik, 2/5/2024)

Mahalnya harga rumah ini disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, tingginya permintaan (over demand) salah satu penyebab yang sering disampaikan oleh para penjual rumah. Hal ini dikatakan sejalan dengan teori supply and demand, yang mana apabila permintaan banyak maka harga akan naik dan sebaliknya jika permintaan sedikit maka harga akan turun.

Kedua, adalah faktor adanya inflasi. Biaya pembangunan rumah menjadi meningkat diakibatkan kenaikan yang terjadi pada harga bahan bangunan dan jasa tukang beserta dengan harga lahan pula yang ikut meningkat.  Ketiga, adanya dominasi swasta dalam hal penyedia rumah menjadi faktor yang sangat krusial. Dimana swasta dari dulu hingga sekarang menjadi pengendali harga rumah. Mereka dapat menaikkan harga rumah semata hanya demi mendapat keuntungan yang besar.

Faktor tersebut dapat muncul diakibatkan penerapan sistem Kapitalisme di negeri kita ini. Sudah sangat wajar sistem dengan ciri khas Ekonomi Kapitalis ini menjadikan keuntungan ata kemanfaatan sebagai tujuan utama dalam segala aktifitas. Pemenuhan kebutuhan rakyat bukanlah tujuan dari penjualan rumah ini, maka mahalnya harga rumah tak menjadi soal bagi mereka asal di dalamnya ada keuntungan yang didapat.

Selain itu, sistem kapitalisme ini didukung oleh akidahnya, yakni sekulerisme (memisahkan kehidupan dari agama) yang mempermudah segalanya. Sekulerisme ini berhasil menjauhkan peran negara yang sejatinya harus menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah pada masyarakat. Faktanya saat ini masih banyak rakyat yang tak memiliki rumah. Bahkan tak sedikit dari mereka sama sekali tak memiliki tempat untuk berteduh hingga tinggal di kolong jembatan yang tak layak dijadikan tempat tinggal.

Adapun solusi rumah murah yang ditawarkan oleh pemerintah, ternyata tetap dibangun oleh swasta yang orientasinya kapitalisme. Yang mana harga rumah murah maka kualitas bangunan pun akan menyesuaikan harga dalam kaca mata para kapitalisme. Belum lagi lokasi yang dipilih biasanya jauh dari pusat kota yang akhirnya mempersulit rakyat melakukan aktifitas. Maka wajar jika akhirnya rumah tersebut kosong dan terbengkalai, dan dianggap memang tidak dapat menjadi solusi.

Namun jika kita bandingkan dengan solusi yang ditawarkan oleh Islam yang tentu akan menjadi solusi yang hakiki. Dalam Islam rumah pun tetap menjadi kebutuhan primer yang prioritasnya sangat tinggi. Islam memandang bahwa permintaan yang tinggi bukanlah akar permasalahan, sebab permintaan rumah memang akan selalu tinggi karena jumlah manusia selalu bertambah. Yang kita perlukan ialah pengaturan yang berasal dari pencipta manusia yang mengetahui apa yang terbaik bagi ciptaannya. Pengaturan yang di dalamnya menjadikan kemaslahatan tujuan bukan keuntungan para kapitalis property ini.
 
Dalam pengaturan yang Allah Swt. berikan sebagai pencipta, Allah Swt. memberikan peran kepada negara untuk mengurusi urusan umat (ri’ayatu syu'un al-ummah) termasuk permasalahan rumah ini. Negara akan mengurusi umat sesuai dengan hukum syariat yang diterapkan melalui Sistem Islam (Khilafah) yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan rumah bagi tiap-tiap rakyatnya. Hal ini didukung oleh politik ekonomi Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan primer rakyat termasuk rumah sesuai kadar kemampuannya.

Sistem Islam pula tak akan membiarkan penyediaan rumah diserahkan pada swasta apalagi untuk dikapitalisasi. Penguasa sendirilah yang harus turun tangan dalam pemenuhan rumah bagi rakyatnya. Sekalipun swasta diperbolehkan melalukan bisnis property, tetap harus dalam koridor aturan syariat dan mendukung program yang diterapkan negara. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada kezaliman maupun akad-akad yang tidak syari. Dengan diterapkan pengaturan seperti ini, setiap rumah tangga akan memiliki rumah yang layak, nyaman dan sehat. 

Ini baru mekanisme yang ditawarkan Islam dari sisi peran negara, Islam masih memiliki berbagai solusi praktis dari sisi lahan dan iklim ekonomi yang akan menunjang terselesaikannya masalah rumah mahal ini. Namun solusi ini hanya bisa terwujud dengan penerapan syariat kaffah dalam bingkai negara Khilafah. Wallahua'lam Bish-shawab.[AR]


Posting Komentar

0 Komentar