Subscribe Us

KORUPSI FANTASTIS PT. TIMAH: POTRET BURUK TATA KELOLA SDA DALAM SISTEM KAPITALISME

Oleh Fatmawati
(Kontributor Vivisualiterasi Media)

Vivisualiterasi.com- Kasus korupsi dengan nilai fantastis kembali mencoreng Indonesia. Setelah deretan kasus korupsi fantastis seperti PT Asabri dan Jiwasraya, publik dikagetkan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah.
Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan kerugian negara bisa sangat besar dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) tahun 2015 - 2022.

Sebelumnya, disebutkan bahwa kerugian ekologis, ekonomi dan pemulihan lingkungan dari korupsi tersebut dari hasil perhitungan ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mencapai Rp271 triliun. Perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014.  Dalam kasus ini, nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis. Pertama, kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun. Kedua, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun. Ketiga, kerugian biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Rentetan kasus ini bermula Kejagung menetapkan lima orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015 - 2022. Salah satunya adalah eks Dirketur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

Kasus kemudian meluas hingga menyeret 16 tersangka. Kasus ini juga menjadi sorotan publik setelah sejumlah nama beken ikut menjadi tersangka dan ditahan Kejagung, termasuk diantaranya crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim dan suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis yang juga Presiden Komisaris perusahaan batu bara PT. Multi Harapan Utama (CNBC Indonesia, 29-03-2024).

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi menjelaskan Harvey merupakan perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) menghubungi Direktur Utama PT Timah saat itu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani. Kejadian itu terjadi sekitar tahun 2018 hingga 2019. 

Harvey meminta Riza mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah. Usai melakukan beberapa kali pertemuan, disepakati adanya kerja sewa menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah tersebut. Dimana tersangka HM mengkondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut," kata Kuntadi.  Setelah itu, Harvey diduga meminta para pemilik  smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan dari usahanya. Berikutnya keuntungan dibagi untuk dirinya dan tersangka lainnya.
Pemberian uang, pihak Kejaksaan menduga disamarkan menjadi dana Corporate Social Responsibility (CSR). Dana disalurkan melalui PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka lainnya, yakni Helena Lim (CNBC Indonesia, 31-03-2024).

Besarnya potensi kerugian negara dalam kasus timah membuat kasus tersebut menjadi kasus korupsi  terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Korupsi di negeri ini seolah tak pernah habis bahkan setiap tahun kasusnya meningkat. Melihat kecenderungan peningkatan kasus korupsi  pertambangan, menandakan buruknya  tata kelola sumber daya alam khususnya pertambangan.

Akar masalah dari semua ini adalah diterapkannya sistem demokrasi yang merupakan turunan dari sistem sekulerisme. Sebagaimana dalam sistem politik demokrasi yang berbiaya tinggi maka siapapun yang akan menduduki sebuah jabatan harus memiliki modal atau didukung oleh para pengusaha (kapitalis) kemudian lahirlah pejabat politik yang tersandera  utang politik. 

Politisi ini akan bekerja sama dalam mendukung kepentingan para kapitalis. Institusi negara juga telah dikuasai segelintir elit politik membentuk oligarki yang menunggangi negara untuk kepentingan mereka. Bahkan dengan kewenangan politik dan kekuatan uang,  mereka  dapat membuat bahkan mengubah regulasi untuk melancarkan  dan melindungi kepentingan para oligarki. Misalnya saja UU Omnibus Law, revisi UU No.3 Tahun 2020 tentang pertambangan Minerba serta revisi UU KPK. Semua ini menjelaskan bagaimana demokrasi dijadikan alat bagi oligarki mencengkram sumber-sumber tambang Indonesia. Ditambah lagi  sistem sekulerisme yang menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan kepemilikan menjadikan penguasaan berbagai sumber daya alam adalah sebuah keniscayaan.

Sistem politik demokrasi jelas telah memberikan celah tindakan korupsi bahkan dilakukan secara berjamaah dan bergotong-royong menutupi masalahnya. Sementara didalam sistem Islam yang bersandar pada akidah Islam memberikan solusi bukan hanya ketika ada masalah tetapi sistem Islam juga mencegah manusia untuk memiliki niat korupsi dari awal. 
Islam memandang kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan bukan hanya di dunia tetapi juga di hadapan Allah SWT di akhirat kelak. Maka takwa  merupakan salah satu syarat dalam pengangkatan penguasa atau pegawai selain syarat profesionalitas. 

Pemilihan penguasa dan pejabat negara diangkat berdasarkan rida rakyat tanpa biaya yang mahal. Pemerintah hadir untuk mengurus rakyat dengan Al-Quran dan As-Sunnah dengan keimanan yang kokoh sehingga mereka tidak tunduk pada kepentingan oligarki ataupun pemilik modal. Pemerintahan Islam menggaji  para pegawai dengan layak sehingga mampu mencukupi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier sebab biaya hidup dalam sistem Islam juga murah karena politik ekonomi negara  adalah menjamin pemenuhan kebutuhan seluruh rakyat.  Kebutuhan kolektif  seperti  pendidikan, kesehatan, keamanan, jalan dan birokrasi akan diatur oleh negara.

Perekonomianpun akan digerakkan dengan berbasiskan sektor riil yang memberikan lapangan kerja yang luas bagi rakyat sementara sistem moneter berbasis emas yang terbukti anti inflasi sehingga harga-harga stabil dan rakyat tetap dapat memenuhi kebutuhannya. 

Adapun mengenai hasil tambang, Islam menetapkan bahwa  penguasaan individu atas barang-barang tambang yang melimpah dan menguasai hajat  hidup orang banyak merupakan milik umum dan tidak boleh dikuasai oleh individu.  Rasulullah saw bersabda : Manusia berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput dan api (HR Ahmad dan Abu Dawud). Negaralah yang menjadi pengelolanya kemudian hasilnya diditribusikan kepada rakyat dalam bentuk sarana-sarana umum. Alhasil pengelolaan tambang dalam khilafah hasilnya akan dinikmati seluruh rakyat  bukan hanya segelintir orang atau para pemilik modal.

Untuk mengatasi kemungkinan tindak korupsi pemerintahan Islam akan membentuk Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan melakukan kecurangan atau tidak,  maka ada pengawasan ketat dari BPK. Calon pejabat atau pegawai negara akan dihitung harta kekayaannya dan penambahannya jika ada penambahan yang meragukan maka diverifikasi apakah penambahannya syar’i atau tidak. Jika terbukti korupsi maka harta akan disita dan dikembalikan ke kas negara. Sementara pelakunya diproses hukum.

Sungguh miris Indonesia yang kaya akan sumber daya alam namun kondisi ini tidak memberikan kesejahteraan, malah rakyat sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, negara pun juga terlilit utang yang cukup banyak. Maka saatnya kembalikan tata kelola sumber daya alam kepada sistem tata kelola yang benar yang berasal dari zat yang Maha b,enar yaitu sistem Islam.Wallahu a’lam bish ash-shawwab.[LRS]

Posting Komentar

0 Komentar