Kebanyakan dari mereka sering kita sebut sebagai gen Z, yakni para pemuda yang lahir pada tahun 1997-2012, yang sekarang mereka berusia 12-27 tahun. Mereka sedang tidak bekerja, tidak mengenyam pendidikan dan tidak mengikuti pelatihan apapun. Sungguh miris melihat puluhan juta pemuda yang disia-siakan potensinya.
Menurut BPS, ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka "menganggur". Putus asa, rendahnya pendidikan, minimnya akses transportasi, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga bagi perempuan dll. Sangat disayangkan, padahal gen Z menempati populasi terbanyak dalam piramida kependudukan Indonesia. Setidaknya ada 60juta gen Z yang sangat sayang untuk disia-siakan potensinya.
Setidaknya terdapat 57% gen Z yang terdaftar perguruan tinggi. Angka ini lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya. Sedangkan gen Z yang tidak mengenyam pendidikan menengah atas hanya 4%. Artinya, ada trend gen Z untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya, walaupun masih banyak gen Z yang belum mengenyam pendidikan tinggi.
Status menganggur mereka ini jelas akan menimbulkan banyak masalah, terutama masalah finansial. Berdasarkan Data Statistik Fintech Lending Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2023 terdapat 54,06% gen Z penerima terbesar kredit pinjol dengan dana mencapai 27,1 triliun. Ternyata selain bermental lembek, mudah cemas dan depresi, mereka juga menjadi generasi yang sangat konsumtif. Dari data OJK juga 65% pinjaman mereka bukan untuk memenuhi kebutuhan primer. Sungguh miris!
Sayang sekali, bonus demografi yang harusnya menjadi peluang besar dalam memajukan bangsa, malah menjadi kutukan dan beban bagi bangsa ini. Mengapa ini terjadi? Ini menjadi PR kita bersama untuk mengatasi masalah ini, terutama negara yang harusnya bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya. Jika kita melihat faktor diatas maka tidak bisa kita simpulkan bahwa masalah ini adalah masalah "human error", atau masalah mental gen Z itu sendiri. Karena jika ini hanya masalah human error maka tidak akan terjadi pada jutaan orang. Ini adalah masalah sistemik!
Saat ini sistem tata aturan yang mengatur masyarakat adalah sistem demokrasi kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, satu-satunya tolok ukur perbuatan adalah materialisme, untung rugi belaka. Dengan asas ini, tak heran jika dalam perekonomian kekayaan akan berpusat pada orang yang memiliki modal besar saja, sedangkan rakyat kecil hanya mengais sisanya. Maka tak heran jika ketimpangan ekonomi terjadi, dan gen Z yang tergolong masih muda menjadi kelompok yang terdampak ketimpangan ini. Tak heran jika mereka banyak yang menganggur karena putus asa, sulitnya mencari kerja. Ditambah jika berbisnis modal tak ada dan sudah pasti kalah harga dengan perusahaan raksasa.
Hal ini juga diperparah dengan sistem pendidikan ala kapitalis, dimana mereka hanya berfokus pada mencetak buruh murah. Walau para gen Z berpendidikan tinggi, namun minim pengalaman sehingga mereka bergantung pada ketersediaan tenaga kerja yang negara menyerahkannya pada mekanisme pasar bebas. Alhasil gagal sudah tercetaknya SDM yang unggul dalam sistem pendidikan ini.
Jelas sudah penerapan sistem ini telah merusak dan tak memberi kesempatan kepada generasi penerus bangsa untuk menjadi SDM yang unggul dan profesional. Negara absen dari mencetak generasi penerus bangsa.
Islam memiliki paradigma yang berbeda dengan sistem kapitalisme. Dalam Islam banyaknya sumber daya manusia tidak hanya diarahkan kepada banyaknya tenaga kerja. Namun islam akan mencetak individu yang berkepribadian Islam, cakap ilmu dan teknologi.
Dalam sistem pendidikan Islam yang berasas akidah islam akan meniscayakan seluruh rakyat dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya bahkan secara cuma-cuma. Hal ini telah dipraktikkan oleh para Khalifah dalam sistem Islam. Sebagai contoh pendidikan yang berkualitas dan gratis adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntashir Billah di Kota Baghdad. Di sini para siswa mendapat beasiswa 1 Dinar emas atau setara dengan 4.25 gram emas, kebutuhan mereka sehari-hari dijamin negara, fasilitas sekolah bisa diakses seluas-luasnya. Hal ini tidak lain karena sistem ekonomi dan politik Islam yang saling terintegrasi dengan baik.
Selain itu dalam Islam, pemuda adalah aset berharga bagi negara. Sehingga mereka akan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan bersama. Pertama mereka akan diarahkan sebagai penuntut ilmu yang gigih. Dengan fasilitas dari negara maka akan mudah untuk para pemuda mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Sehingga akan tercipta para ilmuwan yang akan berkontribusi pada negara.
Kedua, para pemuda akan diarahkan sebagai duta Islam dan juri dakwah yang handal. Karena beramar ma'ruf nahi mungkar diwajibkan dalam Islam. Hal ini juga sebagai kontrol masyarakat dan negara untuk tetap pada visi dan misinya.
Ketiga, pemuda akan diarahkan sebagai para Mujtahid, tentara yang akan membela Islam dan rakyat di dalam negara. Karena kekuatan militer adalah kunci suatu negara tidak dijajah oleh negara lain, dan untuk menyebarkan Islam ke seluruh alam agar seluruh manusia dapat merasakan indahnya hidup dalam sistem Islam. Sedangkan bagi perempuan banyak sekali peran mulia yang bisa dimaksimalkan oleh negara, salah satunya adalah menjadi pendidik utama untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]
0 Komentar