(Aktivis Muslimah)
Namun nampaknya kebanggaan berada di kampus tak selamanya bagus. Melihat fakta bahwa saat ini kampus sudah dinodai dengan aktivitas di luar batas orang yang berpendidikan tinggi. Seperti yang terjadi di UINSA (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel), Surabaya. Dikutip dari media online cnnindonesia.com, beredar dua video asusila yang diduga dilakukan mahasiswa mereka di lingkungan kampus. (17/05/24).
Jika dulu kampus hanya terkenal dengan 'ayam kampus' bagi mahasiswi yang berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial. Sekarang justru makin menjamur pergaulan bebas di kalangan mahasiswa mahasiswi sendiri berupa pacaran gaya bebas. Mulai dari sekadar mengelus tangan, hingga ke arah cumbu dan aktivitas mesum lainnya. Mirisnya hal ini justru terang-terangan dilakukan di area kampus yang notabene wilayah umum dalam mencari ilmu.
Makin kesini fungsi kampus sebagai lembaga pendidikan tertinggi dalam meraih ilmu kian makin terhapus. Jika mahasiswa yang menimba ilmu di sana saja pada kenyataannya menampakkan pergaulan asusila yang bertentangan dengan norma agama dalam aktivitasnya. Maka apalagi yang perlu dibanggakan dari anak kampus. Hal ini menunjukkan betapa gagalnya kampus membina mahasiswanya menjadi pribadi yang lebih tinggi taraf berpikirnya di atas masyarakat pada umumnya.
Merebaknya Gaul Bebas
Fakta gaul bebas di kalangan mahasiswa merupakan bukti kongkrit bahwa paham liberalisme sudah berhasil 'mencuci otak' mahasiswa menjadi pribadi yang jauh lebih permisif. Terutama berhasil meyakinkan bahwa liberalisme sudah menjadi gaya hidup yang makin diminati sebab lebih terbuka dan maju.
Terlebih lagi, kasus viral tersebut terjadi di kampus agama. Kampus yang identik dengan aturan agama Islam yang jelas dan tegas. Pergaulan mahasiswa di kampus sendiri makin berani dan tak terjaga, kemungkinan besar di luaran sana makin parah pula gaul bebasnya. Rusaknya pemikiran di benak mereka akhirnya tak peduli tempat dan waktu. Tak takut akan sanksi hukum yang akan diberikan kampus dan masyarakat umum kelak. Rasa takut yang semakin tipis akan tindakan dosa ini pasti dibarengi oleh pemahaman baru yang memperbolehkan aktivitas tersebut.
Ditambah sistem sanksi yang tak tegas pun semakin mendukung tebalnya keberanian mereka dalam melakukan tindak asusila. Maka pelanggaran pun mereka libas demi memuaskan hasrat diri dan kepuasan batin. Hal ini menunjukkan kegagalan pembentukan kepribadian dalam sistem pendidikan. Tak menyatunya antara pola pikir dan pola sikap menghasilkan kecenderungan pada kebatilan. Pada dasarnya kampus memiliki integritas yang menjunjung tinggi martabat dan kemuliaan mahasiswa namun faktanya jauh dari harapan.
Islam Menghapus Gaul Bebas
Islam memandang manusia yang terdiri dari dua jenis, yakni laki-laki dan perempuan. Masing-masing dari mereka memiliki potensi yang perlu untuk dipenuhi. Dalam hal ini adalah ghorizah atau naluri Nau'. Dalam pemenuhan naluri Nau', Allah sudah memberikan prosedur bagaimana caranya agar pemenuhan naluri tadi dapat menjadi langkah ibadah yang menghasilkan sebuah pahala.
Jadi, bukan berarti larangan pacaran atau gaul bebas itu meredam naluri atau mematikan naluri. Justru adanya larangan tersebut merupakan sebuah langkah preventif agar manusia bisa mendapatkan kemaslahatan ketika memenuhi kebutuhan naluri tadi.
Sebab pada dasarnya tidak terpenuhinya naluri Nau' bukanlah hal yang dapat menyebabkan kematian. Melainkan hanya sekadar membuat gelisah dan resah si pemilik tubuh. Dan kemunculan naluri Nau' hadir sebab rangsangan yang datang dari luar tubuh manusia. Maka Islam menjaga setiap aktivitas antara laki-laki dan perempuan agar terhindar dari rangsangan yang mampu mendorongnya pada kemaksiatan pada Allah.
Pemahaman yang lahir dari pendidikan yang dibangun atas asas aqidah Islam inilah yang meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam. Termasuk di dalamnya mengatur bagaimana seharusnya interaksi antara laki-laki dan perempuan. Yakni hidup dalam keadaan terpisah, kecuali ada hal yang memang dibolehkan bagi mereka untuk melakukannya bersama dalam kehidupan umum. Aktivitas tersebut seperti pendidikan, kesehatan, muamalah dll.
Dengan kekuatan aqidah yang mereka miliki maka akan tumbuh rasa takut terhadap dosa. Inilah yang dinamakan ketakwaan individu. Dengan adanya ketakwaan tadi maka kemaksiatan tidak akan dilakukan, apalagi di wilayah pendidikan sebab adanya kesadaran terhadap adanya Allah sebagai Rabb-nya. Ini yang akan menjadi pilar pertama dalam menjaga ketaatan terhadap aturan Allah.
Sedangkan kontrol dari masyarakat, yang senantiasa saling menjaga hubungan antar sesama dari berbuat dosa menjadi pilar kedua setelah adanya ketakwaan dalam individu. Hidupnya aktivitas amar makruf nahi mungkar. Dakwah kepada Islam Kaffah akan mampu melindungi masyarakat Islam dari kemaksiatan kepada Allah.
Dan pilar yang terakhir adalah sistem sanksi Islam yang tegas dari negara. Sistem sanksi yang lahir dari pemilik bumi ini pastilah mampu membuat jera makhluknya yang berbuat dosa. Selain itu hukum yang datang dari pencipta manusia pastilah mampu mencegah pelanggaran hukum syara, sebab hanya Allah yang paling memahami makhluknya.
Hanya Allah sajalah yang berhak membuat hukum terbaik bagi manusia. Dengan adanya tiga pilar dalam Islam yang diterapkan tadi, dengan izin Allah maka pergaulan bebas yang bersumber dari liberalisme mampu dihapus dan dijauhkan. Dengan demikian kehidupan yang lebih baik akan datang bagi laki-laki dan perempuan yang taat tadi. Sebagaimana janji Allah kepada makhluknya bahwa:
"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An Nahl: 97). Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]
0 Komentar