Oleh Audina Putri
(Aktivis Muslimah Pekanbaru)
Vivisualiterasi.com- Belakangan ini semakin miris saja keadaan generasi muda negeri kita. Perilaku bullying kini bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa namun juga sudah dilakukan oleh anak-anak, mulai dari pra sekolah, tingkat dasar hingga menengah. Padahal jika dilihat, mereka masih anak-anak polos yang harusnya begitu kuat empati dan simpatinya. Namun mengapa yang ada saat ini justru anak-anak yang kejam dan keji, bukan hanya sebatas bullying verbal namun sudah sampai kekerasan fisik. Bila ditelisik, awal permasalahannya adalah salah faham atau hal sepele. Mengapa bisa separah ini?
Dalam laman Batam News (02/03/2024), kasus bullying terjadi di Bengkong Sadai, Kota Batam, Kepulauan Riau, menjadi torehan luka pilu dalam dunia anak-anak, khususnya di Kota Batam. Wakil Ketua Divisi Anak Berhadapan Dengan Hukum dan Pengasuhan Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Kota Batam mengatakan bahwa kasus bullying ini bisa terjadi akibat kurangnya pengawasan dan perhatian kepada anak, juga karena tingginya angka anak putus sekolah. Buruknya kondisi lingkungan anak juga bisa mempengaruhi sikap dan perbuatannya.
Aksi bullying ini dilakukan oleh para remaja di bawah umur yang tergabung ke dalam keanggotaan geng, yang bersama teman-temannya mengeroyok korban dengan berbagai jenis kekerasan fisik, bahkan ironisnya setelah ditelusuri, dari pelaku bahkan ada yang pernah buka jasa open BO atau menjajakan diri lewat aplikasi online. Jelas terlihat sekali para pelaku ini terbiasa hidup dalam kebebasan, tidak terikat dan tidak dalam aturan sehingga bisa berbuat seenaknya tanpa memikirkan akibat dari perbuatan yang mereka lakukan, apakah itu merugikan diri sendiri atau orang lain.
Generasi Latah Akibat Teknologi Yang Disalah Kaprah
Kemajuan teknologi memang memberikan banyak manfaat untuk kehidupan manusia, terlepas dari itu ada berbagai macam efek buruk yang diakibatkannya, contoh saat ini ada begitu banyak game perang atau kekerasan yang digandrungi oleh anak-anak, mereka menyerang, menyakiti atau membunuh lawannya dalam game, dan ini merupakan suatu hal yang dianggap lumrah oleh sebagian masyarakat, padahal ini sangat mempengaruhi proses berfikir anak yang sedang berkembang, dan alam bawah sadarnya tentu merekam aktivitas ini sehingga menganggap ini adalah hal yang biasa.
Selain game di gadget, tontonan anak di televisi juga sangat berpengaruh besar terhadap pemikiran dan tingkah lakunya, anak yang terbiasa menonton film perang, film action atau film yang berisikan kekerasan, baik fisik maupun verbal, akan lebih mudah meniru apa yang dia tonton. Anak juga meniru perilaku orang dewasa yang ada disekitarnya, jika ia tumbuh dalam keluarga atau lingkungan yang kasar dan suka menyelesaikan permasalahan dengan kekerasan, maka akan sangat mungkin sang anak meniru hal tersebut untuk menyelesaikan permasalahannya juga.
Belum adanya hukuman yang memberi efek jera daru negara juga menjadi alasan Kasus bullying selalu berulang. Ditambah lagi tidak adanya edukasi yang benar tentang bullying, adab, dan tata krama dari rumah atau kurang kuatnya kontrol sekolah atau masyarakat dalam mengahadapi kasus bullying menjadikan anak terbiasa bebas, menganggap perbuatannya merupakan hal yang biasa atau mungkin sebuah candaan, padahal berakibat buruk bahkan fatal untuk orang lain. Naudzubillah.
Islam Mengatur Sanksi Atau Hukuman Fisik
Dalam Islam, kita diperbolehkan memukul. Seorang suami boleh memukul istrinya, orang tua boleh memukul anaknya, namun ada aturan dan alasannya. Tidak serta merta memukul dengan melampiaskan amarah, namun hukuman ini bertujuan untuk mendidik, dan tidak dilakukan hingga mencelakakan atau membahayakan, namun sebagai bentuk kasih sayang.
Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ وصححه الألباني في “الإرواء”، رقم 247
“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.”
Kasus anak yang menjadi pelaku kekerasan merupakan bukti lemahnya iman dan mental anak yang berawal dari pemisahan antara agama dari kehidupan. Juga membuktikan bahwa pendidikan gagal mencetak generasi yang santun dan mulia. Dalam Islam, berlaku sanksi yang tegas dan sesuai syariat, tentu saja akan memberikan efek jera jika dilaksanakan, juga batas usia untuk pertanggungjawaban pelaku yakni ketika sudah masuk usia baligh. Hanya Islam yang mengatur hubungan manusia dengan pencipta, sesama manusia, bahkan dengan diri sendiri. Jelas bahwa kesempurnaan syariat Islam akan menghasilkan peradaban yang mulia dengan generasi cemerlang. Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]
0 Komentar