Oleh Rheiva Putri R. Sanusi, SE
(Aktivis Muslimah)
Namun seperti yang dilansir dari media inilahkoran.id (28/02/24), Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan secara langsung rencana KUA akan menjadi tempat menikah bagi semua agama. Mulanya Yaqut menekankan KUA merupakan sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. Ia mendorong KUA bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam.
Moderasi Agama Semakin Kuat Melanggengkan Pluralisme
Wacana KUA menjadi tempat pelayanan bagi semua agama sepertinya tidak mungkin terlepas dari proyek moderasi beragama. Hal ini dikarenakan KUA yang sebelumnya sangat identik dengan pengaturan pencatatan pernikahan muslim, nantinya akan berubah menjadi lembaga semua agama. Hal ini mungkin tak akan dipermasalahkan bagi agama lain, tapi berbeda halnya dengan Islam yang memiliki pengaturan khusus dalam setiap aspek kehidupannya.
Kekhawatiran umat muslim jika wacana ini terjadi akan muncul berbagai kebijakan yang bertentangan dengan hukum Islam, seperti kebolehan pernikahan beda agama yang padahal selama ini tidak dilayani oleh KUA. Hal ini didasari karena urusan-urusan yang saat ini diatur oleh KUA merupakan urusan yang berkaitan dengan akidah masing-masing agama, maka jika pengaturan akidah beberapa agama berbeda disatukan dalam satu atap maka dikhawatirkan menimbulkan pluralisme. Yang mana paham pluralisme ini tidak sejalan dengan aturan Islam, sebab Islam telah menyakini dirinya sebagai agama yang mutlak kebenarannya dan akan mendapatkan keselamatan bagi pemeluknya seperti yang dijelaskan dalam Surat Ali Imran ayat 19, Allah berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (١٩)
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Pluralisme ini akan semakin berbahaya ketika didorong dengan proyek moderasi agama, yang mana berarti nantinya dalam penyelesaian permasalahan agama yang ada di KUA akan diambil jalan tengah sebab kita dilarang untuk berlebihan menerapkan agama, dan mengedepankan toleransi yang berkedok moderasi agama serta pluralisme.
Konsekuensi Penerapan Sekulerisme
Adanya pluralisme dan moderasi agama ini merupakan bentuk konsekuensi yang harus dihadapi atas penerapan sistem sekulerisme. Negara yang menganut sekulerisme atau paham pemisahan agama dari kehidupan melegalkan kebebasan beragama yang berimplikasi pada keharusan negara menjamin hal tersebut. Alhasil semua agama harus mendapatkan perlakuan yang sama dari negara tanpa memperhatikan batasan-batasan yang diperbolehkan atau dilarang suatu agama khususnya bagi umat muslim.
Konsekuensi ini akhirnya harus diterima pula oleh Kementerian Agama yang pada awalnya dibentuk untuk melayani kepentingan umat Islam yang membutuhkan keterlibatan negara dalam kepengurusan urusannya. Namun kini dengan dalih toleransi Kementerian Agama berubah fungsi menjadi pelayan kepentingan seluruh agama, yang secara tidak langsung hal ini merupakan pengakuan terhadap kebenaran agama lain.
Namun memang wajar terjadi sebab sekulerisme semakin kuat diterapkan di negeri ini. Yang akhirnya menganggap bahwa urusan tersebut bukan termasuk hal yang perlu diatur oleh urusan agama sebab hal ini berkaitan dengan interaksi sosial saja. Agama hanya dianggap dapat berkontribusi dalam pengaturan individu dan ibadah yang bersifat individual.
Pengurusan Agama dalam Negara Islam
Memang dalam Islam kita harus menghargai dan bertoleransi terhadap agama lain, hanya saja memiliki batasan tertentu. Toleransi yang seharusnya dilakukan ialah dengan membiarkan agama lain menjalankan peribadahan mereka dengan aman dan kita tidak mengganggunya. Tentu saja hal ini berbeda dengan toleransi yang terjadi saat ini yang mana biasanya bentuk toleransi itu adalah dengan mengucapkan selamat, atau kita ikut terlibat di dalamnya, mencampuradukkan urusan agama kita dengan agama yang lain atau menganggap kedudukan semua agama sama.
Di dalam Islam pula setiap non muslim yang menjadi warga negara negara Islam tidak akan dipaksa untuk menganut Islam. Mereka akan diperbolehkan untuk mengurusi urusan ibadah sesuai dengan agama mereka. Untuk membantu pengurusan terkait agama pun akan ditunjuk seorang yang akan menjadi pemutus perkara di antara mereka dari kalangan non muslim pula. Begitupun sebaliknya, non muslim tak dapat mencampuri urusan ibadah agama Islam. Sehingga masing-masing agama dapat melakukan peribadahan sesuai keyakinan masing-masing tanpa merasa terganggu oleh pihak manapun. Atau tak akan pernah muncul paham pluralisme maupun sekulerisme. Contohnya seperti dalam hal pernikahan, umat non muslim diizinkan untuk saling menikah antar mereka berdasarkan keyakinannya mereka dapat dilakukan di gereja oleh pendeta, serta mereka juga dapat bercerai menurut aturan agama mereka. Artinya baik individu maupun negara tidak ikut campur dalam urusan privat non muslim.
Aspek yang Seharusnya Dilayani dalam Satu Naungan
Dalam sistem negara Islam atau Khilafah, selain ada aspek yang diserahkan pada agama dan keyakinan masing-masing seperti halnya peribadahan, ada pula aspek yang harus diatur dan dilayani dalam satu naungan yang sama. Misalnya dalam hubungan sosial kemasyarakatan non muslim yang menjadi warga negara negara Islam wajib mengikuti syariat islam seperti sistem sanksi, sistem peradilan, sistem pemerintahan, sistem ekonomi dan kebijakan luar negeri. Hal ini disebabkan Islam-lah satu-satunya agama sekaligus sistem yang memiliki aturan pasti terkait aspek-aspek tersebut, dengan tujuan kemaslahatan bersama rakyat yang berada dalam negara Islam.
Penerapan aturan-aturan tersebut akan dilaksanakan kepada semua orang secara sama tanpa memandang muslim atau non muslim. Contohnya pada penerapan sistem sanksi, ketika ingin menuduh atau menjatuhkan hukuman kepada seseorang atas kejahatan maka diperlukan saksi untuk membuktikan kebenarannya. Hal ini terjadi pada saat Ali ra. kehilangan baju besinya dan menuduh seorang yahudi tanpa bukti, sekalipun yang dituduh ini adalah seorang non muslim maka mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu tidak dapat dijatuhi sanksi karena tidak ada saksi. Hingga karena tersentuh oleh keadilan Islam, yahudi ini mengakui kejahatannya dan masuk ke dalam Islam.
Kisah di atas menunjukan bahwa pengaturan dalam satu naungan dibawah aturan Islam akan mendatangkan kemaslahatan bagi siapapun yang menerapkannya. Sebab Islam bukanlah sekedar agama bagi pemeluknya saja, tapi Islam hadir benar-benar sebagai Rahmat bagi seluruh umat manusia. Dan tentu saja pengaturan aspek ini hanya bisa dilaksanakan dalam satu naungan negara Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiah. Wallahua'lam bish-shawab.[Dft]
0 Komentar