Oleh Dewi Sartika
(Pegiat Opini)
Vivisualiterasi.com- Harga beras kembali melambung tinggi di negeri ini dengan harga yang tak terkendali. Hal ini menyebabkan kondisi rakyat semakin terbebani di tengah kebutuhan hidup yang semakin tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras di bulan Januari 2024 masih melanjutkan kenaikannya. Kenaikan harga beras terjadi Setidaknya di 179 kabupaten/kota, dengan rata-rata harga beras menyentuh angka mencapai Rp 14.300, naik 2,92%.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan kenaikan harga beras terus terjadi awal Februari 2024 pada pekan pertama Februari harga rata-rata beras naik 0,93%, sementara pekan kedua Februari harga beras naik 1,65%. (Detik Finance, 19/2/2024)
Rakyat Semakin Sengsara
“Bak ayam mati di lumbung padi”, inilah ungkapan yang menggambarkan kondisi masyarakat saat ini, kenaikan harga beras menjadikan kehidupan mereka semakin sengsara. Bagaimana tidak, di tengah rumitnya persoalan hidup dan susahnya memenuhi kebutuhan keluarga. Seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, kini masyarakat semakin terbebani dengan harga beras yang semakin tak terkendali.
Sejatinya kenaikan beras sudah menjadi rahasia umum, ketika musim panen raya harga beras mengalami penurunan. Alhasil, kondisi ini dimanfaatkan oleh mereka yang bermodal untuk memainkan harga dengan membeli gabah ataupun beras dari petani dengan harga murah. Para petani pun mau tidak mau mereka tetap menjual hasil panennya yang menjadi satu-satunya harapan untuk menyambung hidup dan memenuhi semua kebutuhan mereka.
Tak dipungkiri, kenaikan harga beras sangat erat kaitannya dengan mata rantai distribusi beras saat ini yang sedang tidak baik-baik saja, distribusi beras pun kini dikuasai oleh mereka yang berduit dan perusahaan yang memiliki omset besar. Perusahaan besar memainkan peran memonopoli gabah dari petani serta memainkan pola distribusi beras dari hulu hingga ke hilir, memainkan harga dan menahan pasokan beras setelah harga naik mereka baru menjualnya di pasaran. Sehingga hal ini merugikan konsumen karena mereka harus membeli beras dengan harga yang mahal.
Persoalan kenaikan harga beras di negeri ini sering dikaitkan dengan perubahan iklim yang mengakibatkan produksi beras menurun, terjadi kelangkaan beras yang berimbas pada tingginya harga beras. Padahal sejatinya persoalan kenaikan harga beras erat kaitannya dengan kebijakan negara terhadap aspek produksi beras di tingkat petani dan aspek pendistribusiannya. Nyatanya, dalam sistem kapitalisme negara hanya berperan sebagai regulator dan membiarkan para petani berjuang sendiri dalam mengatasi produksi beras. Sedangkan kebijakan negara hanya berpihak kepada kepentingan korporasi yang menjadikan para petani semakin terpinggirkan.
Sementara dari sisi lahan, lahan pertanian semakin sempit akibat adanya alih fungsi lahan baik yang dilakukan oleh negara untuk proyek pembangunan ala kapitalis dan memperluas area kekuasaannya.
Ditambah lagi keterbatasan sarana produksi pertanian semakin memperburuk keadaan, mulai dari persoalan harga benih/ bibit yang mahal hingga persoalan subsidi pupuk yang semakin berkurang. Sementara negara memberi keleluasaan bagi swasta untuk menguasai produksi pupuk dan benih padi yang berimbas pada tingginya harga pupuk dan benih.
Dalam kehidupan sehari-hari, beras merupakan bahan pokok yang keberadaannya harus dijaga stok dan kestabilan harganya sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati dan mengaksesnya dengan mudah. Namun pengelolaan beras ala kapitalisme liberalisme baik di hulu maupun di hilir meniscayakan pemenuhan kebutuhan dapat terwujud, harga beras mengalami fluktuasi yang semakin menyengsarakan rakyat.
Pengelolaan Beras Dalam Islam
Hal berbeda akan kita jumpai dalam pengelolaan bahan pokok termasuk beras dalam negara yang mengemban dan menerapkan sistem Islam. Beras merupakan komoditas strategis yang keberadaannya wajib dikelola oleh negara baik produksi maupun distribusinya, Islam menganggap pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun individu merupakan kewajiban negara. Hal ini dilakukan dengan mewujudkan ketahanan pangan yakni adanya jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pangan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, dengan pengadaan harga pangan yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
Selain itu, negara memastikan mata rantai pendistribusian beras dengan baik dan benar sehingga tidak ada lagi monopoli penimbunan serta praktek bisnis yang menyalahi pendistribusiannya. Politik ekonomi Islam menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyat dan pemenuhannya tak terkecuali persoalan kebutuhan pangan.
Di bidang produksi, negara memberikan bantuan kepada para petani baik berupa pupuk, benih, obat-obatan, alat-alat pertanian bahkan lahan sekalipun bagi mereka yang tidak memiliki lahan. Dalam pendistribusiannya, negara memastikan distribusi lancar dan mudah, negara memastikan tidak ada suatu masyarakat atau tempat yang mengalami kekurangan pasokan beras atau bahan pangan lainnya. Negara memberi sanksi yang tegas dan menjerakan bagi mereka yang melakukan praktek penimbunan sehingga beras tidak hanya berputar pada segelintir orang.
Hal ini dilakukan semata- mata karena Islam melarang keras praktek penimbunan sebagaimana sabda Rasulullah, ”Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa." (HR. Muslim)
Inilah mekanisme Islam dalam menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras dengan penerapan mekanisme yang sempurna dari hulu hingga ke hilir. Dengan penerapan sistem Islam yang sempurna maka tidak akan ada lagi kenaikan harga beras dan harga komoditas lainnya. Sehingga masyarakat dapat menikmati beras dengan harga yang terjangkau. Wallahua'lam bish-shawab.[]
0 Komentar