(Pegiat Literasi)
Vivisualiterasi.com- Bagi orang di negeri ini, belum makan nasi artinya belum makan. Itu menggambarkan betapa pentingnya konsumsi beras bagi rakyat. Bahwa beras adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap harinya. Dan akan menjadi masalah genting apabila keadaannya menjadi tidak ada, entah karena stoknya tidak ada di pasaran ataupun karena harganya yang terlalu mahal sehingga tidak terjangkau oleh kelas ekonomi tertentu.
Seperti yang akhir-akhir ini terjadi. Lonjakan harga beras membuat ibu-ibu rumah tangga gelisah, bagaimana tidak, harga beras premium naik 21,58 % dari HET Rp 13.900/kg naik menjadi Rp 16.900/kg. Beras medium dari HET Rp 10.900/kg naik menjadi Rp 14.000/kg. (kata-kata.co.id 11/2/2024)
Yang lebih menghawatirkan lagi bahwa harga beras kemungkinan tidak akan bisa turun tahun ini, seperti yang disampaikan oleh Arif Prasetyo Adi, Kepala Bahan Pangan Nasional (Bapanas) kepada cbncindonesia.com (5/1/2024). Harga beras tidak akan turun karena biaya tanam yang naik juga nilai tukar dolar terhadap rupiah yang terus naik mencapai Rp 15.500/US $. Untuk subsidi masih menunggu keputusan, apakah keuangan negara memungkinkan untuk hal itu atau tidak.
Sungguh ironis nasib rakyat di negeri ini, mempunyai lahan agraris terbesar tetapi tidak mampu swasembada beras bahkan harga beras pun mahal.
Kebutuhan Pokok Rakyat, Tanggung Jawab Negara
Beras merupakan kebutuhan pokok bagi rakyat negeri ini, semua lapisan masyarakat mengonsumsinya. Sedangkan kebutuhan beras dalam satu keluarga tidak pernah turun, pasti akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya anggota keluarga dan tumbuh kembang mereka. Hal itu menunjukkan bahwa kebutuhan beras ini adalah kebutuhan per individu bukan sekedar per kepala keluarga.
Bila harga beras naik tentu biaya kehidupan akan naik dan sayangnya tidak dibarengi dengan naiknya pendapatan masyarakat secara umum. Membuat kehidupan rakyat terutama menengah ke bawah semakin sulit.
Mahalnya harga beras menjadi bukti bahwa negara dengan penerapan sistem kapitalisme tidak serius dalam me-riayah rakyatnya. Karena telah gagal untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok pangan bagi rakyat, padahal negeri ini memiliki lahan pertanian yang sangat luas.
Negara juga dinilai abai terhadap perusahaan-perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan dan distribusi beras. Karena salah satu penyebab mahalnya harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras yang dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel), juga termasuk adanya larangan bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen.
Bila dikatakan bahwa saat harga beras naik maka petani juga mendapat keuntungan lebih, dalam sistem kapitalisme hal tersebut tidak akan terjadi.
Sebelum sampai ke konsumen, beras harus melewati 4 sampai 6 titik distribusi. Dan biasanya dari petani ke tengkulak harganya kecil. Sedangkan pada tengkulak dan pengusaha margin labanya bisa mencapai 60-80%/kg, sedangkan untuk pedagang eceran biasanya margin labanya hanya 1,8-1,9%/kg (bisnis.com 17/1/2018), dari sini bisa kita lihat siapa yang paling diuntungkan, apakah petani?
Penguasaan distribusi beras oleh pengusaha apalagi di dalam penerapan sistem ekonomi kapitalisme sangat berpeluang terjadinya permainan harga dan juga penahanan pasokan (monopoli) oleh pelaku usaha. Karena sesuai dengan asas dari ekonomi kapitalisme itu sendiri, yaitu untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan cara apapun.
Sistem Islam Menjamin Terpenuhinya Kebutuhan Pokok
Sistem Islam adalah sistem yang peraturan-peraturannya didasarkan pada hukum-hukum Islam. Maka tidak heran ketika diterapkan dalam kehidupan, semua permasalahan akan terpecahkan. Seperti halnya masalah yang sedang membebani rakyat negeri ini, yaitu mahalnya harga beras akibat penerapan sistem kapitalisme.
Menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi rakyat adalah kewajiban yang dibebankan Islam kepada negara, sehingga negara Islam akan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkannya.
Dengan dasar penerapan hukum Islam maka kebijakan yang dihasilkan oleh negara tentu akan menguntungkan rakyat baik konsumen ataupun petani sebagai produsen pangan. Kebijakan akan diambil agar petani tidak merugi dan konsumen pun bisa menjangkau harga kebutuhan pokok semisal beras.
Langkah awal yang akan ditempuh oleh negara yaitu negara akan menghitung kebutuhan pangan dalam negeri, lalu menghitung luasan area pertanian untuk memproduksi bahan pangan. Jika petani mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri maka negara tidak boleh melakukan kebijakan import, tetapi kalau terpaksa import maka kebijakannya dibuat sedemikian rupa sehingga import bisa langsung dilakukan oleh produsen dalam negeri tanpa melalui kartel.
Negara juga akan mengusahakan produksi dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pokok, yaitu dengan memberikan subsidi penunjang produksi pertanian. Seperti subsidi peralatan pertanian, benih, pupuk dan obat-obatan yang diperlukan oleh petani.
Negara juga akan mendorong dan memfasilitasi para ahli untuk melakukan riset sehingga ditemukan tekhnologi terkini dibidang pertanian dan juga membangun infrastruktur untuk menunjang lancar distribusi bahan pangan kesegenap penjuru negeri, tugas ini akan dilaksanakan oleh diwan 'atha (biro subsidi) dari baitul mal.
Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab pernah dilakukan pembagian tanah negara kepada rakyat Irak agar bisa dihidupkan kembali dengan cara diolah sehingga menjadi tanah yang produktif. Begitu pula yang akan dilakukan oleh negara Islam, untuk menunjang keberhasilan swasembada pangan maka tanah-tanah yang mati atau yang tidak diolah akan diberdayakan, rawa-rawa akan dikeringkan dan direkayasa untuk menjadi lahan pertanian dan akan dibagikan kepada rakyat yang mampu dan siap untuk mengelolanya. sehingga tidak akan ada tanah yang tidak menghasilkan di seluruh penjuru negeri, baik itu tanah milik warga ataupun tanah milik negara.
Negara juga akan menghilangkan hal yang mendistorsi mekanisme pasar, seperti penimbunan, intervensi harga oleh importir atau pedagang juga monopoli para kartel dan mafia pangan. Harga barang dibiarkan mengikuti hukum ekonomi, yaitu sesuai dengan permintaan dan penawaran. Untuk menstabilkan harga saat terjadi kelangkaan barang sehingga harga naik, maka negara akan memasok barang dari luar daerah untuk memenuhi kebutuhan pasar sehingga harga kembali stabil, seperti yang dulu pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab saat Madinah mengalami paceklik.
Dengan pengaturan negara sesuai syariat Islam maka semua permasalahan rakyat akan terselesaikan secara tuntas. Wallahu a'lam bish-shawab.[Dft]
0 Komentar