Subscribe Us

UU PDP, SOLUSI ATAU SIMBOL KEBOCORAN DATA PRIBADI?

Oleh Rahmah Afifah
(Mahasiswi dan Aktivis Dakwah)

Vivisualiterasi.com- Sudah setahun berlalu sejak Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) disahkan oleh pemerintah, namun ternyata masih sering terjadi pelanggaran terhadap data pribadi masyarakat di berbagai bidang. Ini menunjukkan bahwa Undang-undang yang seharusnya melindungi hak-hak masyarakat tersebut tidak berjalan dengan efektif dan tidak diimplementasikan dengan baik oleh pihak-pihak yang terkait, khususnya di lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjadi teladan dalam hal menjaga kerahasiaan data. Undang-undang tersebut tampaknya hanya menjadi simbol belaka tanpa ada penegakkan hukum yang tegas terhadap pelakunya.

Sebagai informasi pembuka, perlu diketahui bahwa UU PDP adalah undang-undang yang mengatur tentang hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dengan data pribadi, serta sanksi bagi pelanggar. UU PDP bertujuan untuk melindungi data pribadi masyarakat sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kesejahteraan rakyat. UU PDP disahkan oleh pemerintah pada 17 Oktober 2022 dan mulai berlaku pada tanggal yang sama. UU PDP mengatur tentang asas, jenis, hak, pemrosesan, transfer, sanksi, kelembagaan, kerja sama internasional, partisipasi masyarakat, penyelesaian sengketa, larangan, dan ketentuan pidana terkait pelindungan data pribadi.

ELSAM, sebuah organisasi yang bergerak di bidang studi dan advokasi masyarakat, mengungkap adanya dugaan pelanggaran hukum yang terkait dengan kebocoran data pribadi sebanyak 668 juta data. Kebocoran data tersebut meliputi berbagai sektor, salah satunya adalah data pemilih yang berasal dari sistem informasi daftar pemilih yang dikelola oleh KPU. Dugaan kebocoran data pemilih ini terjadi pada bulan November 2023 dan dilaporkan oleh media online katadata.co.id pada 28 Januari 2024.

Kebocoran data pribadi masyarakat merupakan satu dari sekian banyaknya masalah yang sangat serius dan harus segera ditangani oleh pemerintah dan semua pihak yang terkait. Kebocoran data pribadi dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan dan membahayakan rakyat dan negara. Misalnya akan berdampak pada fenomena berikut:

1. Penipuan

Data pribadi yang bocor dapat menjadi sasaran empuk bagi para penipu yang ingin mengambil keuntungan dari orang lain. Para penipu dapat menggunakan data pribadi yang bocor untuk melakukan penipuan, baik secara langsung dengan menghubungi korban dan meminta sejumlah uang atau barang, maupun dengan mengatasnamakan atau menggunakan data pribadi korban untuk melakukan transaksi ilegal atau membuka rekening bank. Hal ini dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi korban, serta menimbulkan stres, trauma, dan ketakutan. Selain itu, korban juga dapat terjerat masalah hukum jika data pribadinya digunakan untuk melakukan tindakan kriminal.

2. Identitas Palsu

Data pribadi yang bocor juga dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin menyembunyikan identitas aslinya atau menciptakan identitas baru yang palsu. Identitas palsu ini kemudian dapat digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan yang meresahkan masyarakat, seperti terorisme, radikalisme, narkoba, perdagangan manusia, atau kejahatan lainnya. Hal ini dapat membahayakan nyawa dan keselamatan manusia, baik korban maupun pelaku. Selain itu, identitas palsu juga dapat mengancam kedaulatan dan keamanan nasional, karena dapat digunakan untuk menyusup ke dalam lembaga-lembaga negara atau melakukan spionase.

3.Citra Negara

Kebocoran data yang berasal dari lembaga-lembaga pemerintahan, seperti KPU, BKN, BPJS, atau Kemenkumham, dapat mencoreng nama baik pemerintah, baik di mata masyarakat Indonesia maupun di mata dunia internasional. Hal ini dapat menurunkan kepercayaan dan loyalitas masyarakat terhadap pemerintah, serta menimbulkan kritik dan protes dari berbagai pihak. Selain itu, kebocoran data pemerintahan juga dapat merusak hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, karena dapat menimbulkan kecurigaan, ketegangan, atau konflik. Hal ini dapat mengganggu kerjasama dan perdamaian antar negara.

Salah satu faktor penyebab kebocoran data yang terus terjadi adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menangani data pribadi masyarakat. SDM tersebut tidak hanya kurang memiliki keterampilan dan keahlian yang memadai dalam bidang teknologi informasi, tetapi juga kurang memiliki tanggung jawab dan amanah dalam menjaga kerahasiaan data. Kondisi ini berkaitan erat dengan lemahnya sistem pendidikan yang tidak mampu mencetak SDM yang berkualitas dan berintegritas. 

Sebagai sebuah negara, pemerintahan Indonesia sudah seharusnya memenuhi kewajiban untuk menjamin keamanan data pribadi masyarakat. Bukan hanya menjamin dengan disahkannya undang-undang melainkan melalui aksi nyata penegakan hukum dan peningkatan keamanan. 

Islam mengajarkan bahwa data pribadi adalah bagian dari hak rakyat yang harus dihormati dan dilindungi. Islam juga mengajarkan bahwa setiap orang yang diberi amanah harus menjalankannya dengan baik dan bertanggung jawab. Jika tidak, maka orang tersebut akan mendapatkan siksaan di akhirat. Oleh karena itu, negara harus berupaya untuk meningkatkan kualitas SDM dan sistem pendidikan, serta menegakkan hukum bagi pelaku kebocoran data.
Keamanan data pribadi masyarakat adalah salah satu isu strategis yang harus menjadi prioritas negara.

Negara tidak boleh abai terhadap kasus-kasus kebocoran data yang merugikan masyarakat dan mengancam kedaulatan negara. Negara harus berkomitmen untuk mewujudkan keamanan data dengan mengerahkan segala macam kekuatannya, baik dari sisi hukum, teknologi, maupun sumber daya manusia. Negara harus melindungi data pribadi masyarakat sebagai bagian dari perlindungan hak manusia dan kesejahteraan rakyat. Negara juga harus melindungi data negara sebagai bagian dari pertahanan dan keamanan nasional. Dengan demikian, negara dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas masyarakat, serta menjaga kedaulatan dan integritas negara.

Sebab sesungguhnya tujuan pembentukan negara adalah menjadi Junnah bagi manusia di dunia, yaitu tempat perlindungan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara harus memperhatikan sistem pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sistem Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah, serta mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem Pendidikan Islam bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki iman yang kuat, keterampilan dan profesionalisme yang tinggi, serta integritas dan tanggung jawab yang baik. 

SDM yang beriman ini dapat dimaknai sebagai SDM yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menjalankan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan. Sedangkan SDM yang terampil dan profesional merujuk pada SDM yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam bidangnya, serta mampu bersaing dan berkontribusi dalam pembangunan. Kemudian arti dari SDM yang berintegritas dan bertanggung jawab adalah SDM yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika, serta mampu menjaga amanah yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, Sistem Pendidikan Islam akan menghasilkan SDM yang unggul dan bermanfaat bagi negara dan masyarakat. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]



Posting Komentar

0 Komentar