(Penulis Dan Aktivis Dakwah)
Sebab lain yang mendorong bekerja di luar negeri adalah sulitnya mendapatkan lapangan kerja di negeri sendiri, tersedia lapangan kerja namun gaji tidak mencukupi kebutuhan premier, kurangnya pemahaman peran seorang suami perihal kewajiban mencari nafkah, tergiur gaji yang cukup besar, dan masalah rumah tangga yang tak kunjung usai.
Jeritan hati seorang perempuan calon pekerja migran kian bertambah karena pada kenyataannya banyak Balai Pelatihan Kerja atau BLK yang tempatnya tidak layak dan seperti rumah tahanan. Komisioner Komnas Perempuan, Thereshia Iswarini memaparkan dalam pra peluncuran Laporan Hasil Pemantauan Praktik Penampungan Pekerja Migran Indonesia bahwa berdasarkan hasil pemantauan dari tahun 2022, para calon pekerja Migran terutama perempuan mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat di tempat penampungan tersebut. Ditambah lagi tempat penampungan yang tak layak huni seperti tahanan membuat perempuan terbelenggu. Jika ini terus terjadi maka akan sangat banyak sekali perempuan PMI (Perempuan Migran Indonesia ) atau CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia) yang kesulitan untuk tinggal di dalam tempat- tempat yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta sebelum mereka berangkat ke luar negeri. Ini menjadi bukti bahwa undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia belum mampu memberikan perlindungan yang diharapkan. (VOAIndonesia.com, 20/12/2023)
Masih dari sumber yang sama, anggota tim Pemantauan dan Penulis Laporan Thaufiek Zulbahari memaparkan hasil temuan Komnas Perempuan Terkait Penampungam CPMI. Dalam temuannya tersebut, Thaufeik menjelaskan bahwa ada empat BLKLN Swasta yang mewajibkan CPMI melakukan pekerjaan tanpa upah. Dengan alasan untuk melatih CPMI agar terampil dan beradaptasi dengan pekerjaan di luar negeri.
Dampak Dari Berbondongnya Perempuan Menjadi Pekerja Migran
Pada sebagian keadaan dapat dijumpai bahwa dengan bekerjanya perempuan ke luar negeri dapat mengubah ekonomi keluarga menjadi semakin membaik, kebutuhan anak akan tercukupi, dapat membuka usaha, dan mempunyai rumah impian sesuai harapan.
Namun dibalik itu semua sering kita jumpai dampak negatif yang tercipta yaitu angka perceraian semakin meningkat, kondisi rumah tangga yang semula dimaksudkan istri hanya membantu ekonomi keluarga malah beralih fungsi menjadi tulang punggung keluarga. Dampak yang lebih besar terjadi pada anak-anak yang cenderung bebas dalam pergaulan karena tidak ada peran aktif dari seorang ibu. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa ibu adalah pendidik dimana ibu sebagai aset utama berperan besar dalam menciptakan generasi yang baik dan cemerlang.
Meskipun perempuan nampak berdaya karena mampu menghasilkan secara ekonomi, namun nyatanya generasi semakin terpuruk tak berdaya.
Inilah yang terjadi pada perempuan saat kehidupan diatur oleh sistem kapitalisme. Perempuan berada pada lingkaran gelap kehidupan. Seorang ibu yang semestinya berada di dalam rumah mendidik dan merawat anak-anak harus terperangkap pada kesulitan ekonomi dan memecahkan sendiri jalan keluar dengan menjadi pegawai migran.
Perlu Perubahan
Hidup dalam naungan kapitalisme menjadikan kesejahteraan adalah hal yang sulit dicapai dan hanya akan menjadi sebuah ilusi. Karena dalam sistem kapitalisme, hanya ada satu yang menjadi tujuan, yaitu pencapaian materi yang sebesar-besarnya dengan tidak memperdulikan ketentuan apapun selain keuntungan.
Hari ini kekhawatiran pada kenakalan remaja yang semakin menggila tidak sampai pada akar permasalahannya. Merancang masa depan anak-anak pun hanya dipicu dengan motif materi. Hingga tidak dapat dihindari fakta pergaulan bebas semakin meluas dan kenakalan remaja semakin ganas sejatinya dipicu karena ketiadaannya sosok ibu dalam rumah. Ketika sosok ibu hilang dalam rumah maka anak akan mencari sandaran lain untuk mencari solusi dimana ketenangan dan kenyamanan itu akan ia dapatkan.
Terbukti bahwa sistem kapitalisme telah dan akan terus merampas keistimewaan perempuan sekaligus sebagai penghancur generasi bangsa.
Mengubah keadaan ini tentu membutuhkan perubahan yang juga sistematis. Sistem yang layak untuk menggantikannya hanyalah sistem Islam.
Perempuan dalam sistem Islam sangat dijaga keistimewaannya. Peran dan tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga yang mempunyai kewajiban menafkahi akan dipastikan terlaksana. Sehingga tidak akan pernah terjadi perempuan yang berganti peran dalam hal mencari nafkah.
Selain itu, anak-anak juga tidak akan kehilangan teladan dan pengajaran dari orang tuanya, terutama ibu. Fakta yang mudah kita temui hari ini dimana sangat banyak generasi yang rusak akal dan mentalnya karena terjerumus pergaulan bebas tidak akan ditemukan dalam masyarakat yang hidup dengan naungan aturan Islam.
Suatu saat sistem hidup yang akan melindungi perempuan dan generasi penerus bangsa ini pasti akan tegak. Namun mempercepatnya perlu kesadaran umat yang dapat diraih dengan perjuangan penuh rasa ikhlas, sabar, dan istiqomah. Wallahua'lam bish-shawab.[Irw]
0 Komentar