Subscribe Us

KONFLIK LAHAN DAN POLEMIK INVESTASI

Oleh Irta Roshita 
(Pegiat Dakwah, Pengurus Majelis Taklim Diari Muslimah Kota Bekasi)

Vivisualiterasi.com-Pada Sabtu (13/1), terjadi perselisihan lahan di Dusun Pengawisan, Desa Persiapan Pesisir Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Ketegangan muncul saat PT. Rezka Nayatama datang dengan sekitar 50 utusan untuk memasang plang dan patok di lokasi lahan tersebut. Sejumlah warga yang menolak melakukan protes, yang akhirnya memicu bentrok dan mengakibatkan dua warga Dusun Pengawisan mengalami luka. Beruntungnya, aparat kepolisian berhasil meredakan aksi saling kejar-kejaran antar kelompok warga. (kicknews.today, 14/01/2024)

Konflik lahan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Lombok Barat. Konflik lahan di kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika nyatanya belum selesai. Penyelesaian konflik lahan ini ditarget rampung sebelum pelaksanaan event MotoGP bulan September 2024. Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Tengah, Subhan, menyatakan tujuannya untuk menghindari potensi kerusuhan atau protes terkait masalah lahan selama penyelenggaraan event tersebut.

Pihak berwenang berencana membentuk tim khusus yang terdiri dari BPN, kepolisian, TNI, Kejaksaan, dan Pemerintah Daerah Loteng. Subhan menjelaskan bahwa proses penyelesaian sedang berlangsung, dan pihaknya telah berkoordinasi dengan PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) mengenai kondisi di Mandalika serta beberapa titik lahan yang masih menjadi sumber persengketaan.

Kalau mau jujur, konflik lahan bukan hanya terjadi di Lombok. Dapat dikatakan konflik lahan hampir merata terjadi di seluruh Indonesia. Konflik lahan pembangunan oleh pemerintah, berdasarkan catatan akhir tahun konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), telah terjadi 32 konflik agrarian terkait dengan PSN. Besarnya lahan konflik mencapai 102.752 hektar dan berdampak 28,795 KK (Portal Informasi Indonesia,16/10/2023). Dalam 8 tahun terakhir, terdapat 73 konflik agraria akibat PSN yang terjadi pada proyek infastruktur, properti, pertanian, agrobisnis, pesisir hingga pantai. (CNN Indonesia, 24/9/2023)

Penguasaan Lahan/Konsesi

Para pemilik modal dalam sistem kapitalisme-neoliberal diberikan konsesi oleh pemerintah untuk menguasai berbagai lini kehidupan, termasuk penguasaan sumber daya alam. Pemerintah mendorong pemberian insentif kepada investor swasta dalam dan luar negri, diantaranya pemberian konsesi penguasaan lahan seperti kehutanan, perkebunan dan petambangan. Model konsesi yang diterapkan pemerintah mirip zaman Belanda. Berdasarkan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU no. 5 / 1960, masa Hak Guna Usaha (HGU) berlangsung paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang hingga 25 tahun dan dapat diperbaharui hingga 35 tahun, bahkan untuk menarik investor berinvestasi di Ibukota Negara (IKN) pemerintah memberikan HGU selama 190 tahun. 

Konflik lahan merupakan konflik struktural karena terkait dengan kebijakan pemerintah dengan pemilik modal. Selain PSN, banyak modus lain seperti pengembangan food estete, pengadaan asset tanah bank, kawasan strategis pariwisata dan lain-lain, lagi-lagi ini dilakukan oleh negara yang berkolaborasi dengan para pemilik modal. Tidak dipungkiri hal ini merupakan kasus konflik struktural diambil dari kebijakan-kebijakan negara yang menganut sistem kapitalisme-neoliberal, yang memihak kepada kepentingan pemilik modal. Konflik lahan mengakibatkan timbulnya berbagai masalah, selain trauma yang berkepanjangan juga banyaknya kemiskinan struktural.

Dampak Konsesi dan Investasi

Kehadiran investor yang berinvestasi di Indonesia memberi dampak negatif. Pertama, menciptakan ketimpangan ekonomi. Tanah HGU yang diberikan pemerintah atas lahan mencapai 35,8 juta hektar, sebanyak 92 % diberikan kepada korporasi dan hanya 3,1 juta hektar, sekitar 8 % diberikan kepada rakyat. Peran rakyat yang terpinggirkan menyebabkan sektor ekonomi dikuasai segelintir orang.

Kedua, terganggunya neraca pembayaran negara karena negara hanya memperoleh pendapatan yang bersumber dari pajak dan non pajak. Negara tidak memperoleh keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam yang lebih banyak mengalir pada pihak swasta dibandingkan ke negara.

Ketiga, meningkatnya harga barang/jasa seperti listrik, air dan gas semakin sulit dijangkau masyarakat menengah ke bawah. Hal ini akibat pelayanan barang milik umum dikelola oleh swasta. Kenaikan harga akibat konsesipun dapat dilihat dari konsesi jalan tol yang naik setiap tahun, dan pemilik konsesi tetep untung,

Keempat, meningkatnya kerusakan lingkungan. Para kooporasi berusaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, meskipun berdampak negatif bagi pihak lain, seperti pencemaran air, udara dan tanah. Banyak perusahan tambang dan timah terbengkalai tanpa melakukan reklamasi. Ekploitasi tambang nikel mengakibatkan kerusakan lingkungan. Banjir yang sering terjadi, air laut yang keruh hingga sulit mendapatkan air bersih membuat nelayan kesulitan menangkap ikan sebagai mata pencarian mereka.

Kelima, terjadinya pembengkakan hutang pemerintah. Anggaran tersedot untuk membayar cicilan hutang dan bunga pemerintah ketimbang untuk pembangunan negara. Proyek-proyek pemerintah didanai lewat hutang dari negara-negara kreditur dan konsesi kepada negara penghutang. Hutang negara semakin menumpuk sementara proyek dikuasasi oleh negara kreditur.

Kacamata Islam

Investasi merupakan bagian dari proses pengembangan harta selain konsumsi. Kegiatan ini harus sesuai dengan hukum syariah. Investasi tidak boleh dibiayai dari sumber-sumber ilegal, seperti saham dan pendanaan ribawi. Dalam Islam para investor hanya bisa berinvestasi dalam sektor-sektor kepemilikan individu dan bukan kepemilikan umum atau negara, serta tidak melibatkan investasi yang dilarang menurut syariah, seperti jasa keuangan kapitalistik, asuransi perbankan ribawi dan perseroan terbatas.

Migas, mineral, batu bara dan sektor kehutanan adalah sumber daya alam melimpah dan termasuk kepemilikan umum. Tanah kharaj dan fai adalah kepemilikan negara, seperti gedung-gedung pemerintah. Pelaku usaha boleh berinvestasi di sektor pertanian, pertambangan dalam skala kecil, industri manufactur dan jasa-jasa yang halal.

Barang haram, seperti minuman keras dan makanan mengandung babi dilarang diproduksi. Jika pabrik mengelola barang-barang milik umum maka dianggap sebagi barang milik umum, seperti kaidah fiqih “Pabrik itu hukumnya mengikuti barang yang di produksi/dihasilkan”. Untuk investasi dalam membangun industri manufaktur, pertanian atau perdagangan harus diperhatikan terlebih dahulu, jika investasi itu menjadi jalan untuk memeperluas pengaruh orang-orang atau negara kafir atas negara, maka ia haram, kaidah fiqih “Sarana menuju haram adalah juga haram”.

Jika sebaliknya, investasi pembangunan tidak mengarah pada perluasan pengaruh negara-negara kafir atau mengarah pada kerusakan, seperti melakukan pemborosan kekayaan ke luar negri, mengungkapkan potensi dan rahasia ekonomi kaum muslim, pinjaman lain yang tidak menyebabkan kerusakan, maka itu menjadi halal. Dengan catatan bukan sektor terlarang yakni pertambangan yang merupakan barang milik umum.

Saat ini perusahaan-perusahaan asing di negara-negara muslim mendapatkan investasi dan konsesi dengan menetapkan syarat-syarat yang merugikan umat muslim, oleh sebab itu investasi yang merugikan saat ini jelas haram karena akan merusak kedaulatan negara Islam dan memeberikan kekuasaan kepada negara kafir atas kekuasaan negara muslim.

Negara Islam adalah negara yang mandiri dan bebas dari intervensi asing. Oleh karena itu, negara Islam akan mengoptimalkan investasi dari dalam negri, seperti mengoptimalkan Baitulmal, penarikan pajak secara syar’i, pinjaman dari warga negara, percepatan pembayaran zakat dan lain sebagainya. Wallahu a’lam bish-shawab.[Dft]



Posting Komentar

0 Komentar