Subscribe Us

HIJRAH KE JEPANG, BENARKAH PEKERJA SEJAHTERA?

Oleh Ayu Ummu Umar
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Vivisualiterasi.com- Sebelumnya, Jepang memiliki peraturan yang cukup ketat pada aturan imigrasi. Akan tetapi, dalam beberapa tahun belakangan ini, peraturan tersebut dilonggarkan untuk mengatasi permasalahan kekurangan tenaga kerja. Hal ini seakan menjadi angin segar bagi negara lain, termasuk Indonesia untuk meningkatkan taraf pendapatan negara melalui pejuang devisa.

Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, angka pekerja asing terus meningkat hingga mencapai dua juta orang per oktober 2023. Diketahui, fenomena membludaknya pekerja asing di Jepang akibat adanya krisis kependudukan di sana. (CNBC Indonesia, 3/2/2024)

Menurut salah seorang jurnalis Jepang, Takehana Atsumu bahwa jumlah TKI secara statistik mengalami peningkatan sejak 11 tahun terakhir, dengan jumlah TKI magang mencapai 50 ribu orang. Diperkirakan, pekerja dari WNI berkisar 56% dari tahun sebelumnya, yakni berjumlah 121.507 orang. 

Melansir dari AFP,  Kementerian Dalam Negeri  Jepang mencatat bahwa orang Jepang mengalami penurunan pada tahun 2022, yakni 800.523 atau 0,65%. Penurunan jumlah populasi di Jepang disebabkan menurunnya angka kelahiran dan populasi yang terjadi sejak tahun 1968. Fakta tersebut sangat memengaruhi kesejahteraan, sosial, dan ekonomi di Jepang. 

Penyebab pasti terjadinya krisis populasi berasal dari kurangnya angka kelahiran (natalitas) dan tingginya angka kematian (mortalitas). Kurangnya jumlah penduduk di Jepang juga berimbas pada berkurangnya jumlah tenaga kerja, bahkan berakibat pada punahnya populasi di sana. 

Belenggu Kapitalisme di Balik Kesejahteraan WNI 

Dilansir dari Kabar Bireuen, Prof. Saeki Natsuko mengungkapkan fakta bahwa banyak pekerja yang tertarik akan promosi atau iklan yang dikeluarkan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) ke Jepang perihal gaji yang cukup terbilang tinggi. Padahal kenyataannya, gaji bersih yang diterima hanya berkisar 10-12 juta dan tidak sebanding dengan biaya hidup yang juga mahal.
 
Belum lagi mengenai status perlindungan hukum pekerja yang tidak tegas, di mana Indonesia memberikan perlindungan “hanya” pada pekerja migran saja (tertera dalam UU No. 18 Tahun 2017). Akan tetapi, peserta program pemagangan tidak dianggap sebagai pekerja migran dan tidak mendapatkan perlindungan hukum. Akibat kurangnya perlindungan dan aturan hukum yang tidak merata, Prof. Saeki Natsuko pernah mendapatkan kasus mengenai perusahaan yang tidak menanggung biaya pengobatan bagi yang mengalami kecelakaan kerja, kasus kekerasan seksual pada pekerja wanita, hingga kekerasan dalam bekerja (23/5/2022).

Bukan lagi menjadi rahasia umum, bahwa selama belenggu sistem kapitalisme dan sekularisme yang dianut oleh pemerintahan Jepang masih diterapkan, maka tidak akan pernah bisa menjamin kesejahteraan masyarakat secara merata. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang diklaim sebagai pejuang devisa tidak lain hanya menjadi alat bagi oknum kapitalis demi meraup untung yang sebesar-besarnya. Negara yang mestinya memberikan jaminan sosial dan ekonomi terhadap rakyatnya, namun pada kenyataannya tidak mampu memberikan hak tersebut secara merata.

Angka Bunuh Diri yang Tinggi

Jepang adalah salah satu negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme, yang dalam penerapannya memberikan hak kebebasan penuh terhadap rakyat dalam menjalankan suatu bisnis atau usaha. Selain itu, Jepang termasuk salah satu negara yang paling menonjol adalah dari segi ekspor-impor industri manufaktur, pertanian, transportasi, serta tata kelola lingkungan. 

Kemajuan perekonomian Jepang tidak lepas dari pola hidup dan kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakatnya yang berkepribadian disiplin, mandiri, etos kerja tinggi, dan selalu membudayakan membaca. Maka tidak heran jika mereka lebih maju dan unggul. Meskipun Jepang tergolong maju dan sukses dari segi ekonomi, tetapi hal tersebut tidaklah menjamin kesejahteraan sosial. Sebab, masih tingginya angka kematian yang terjadi disebabkan karena bunuh diri atau sakit karena kelelahan dalam bekerja. 

Diketahui, Jepang terkenal dengan kebudayaan yang "workholic" atau gila kerja. Akibatnya, banyaknya angka kematian akibat faktor kelelahan dalam bekerja dan banyak masyarakat yang  bunuh diri. Melansir dari Tempo.co (21/1/2023), angka bunuh diri di Negeri Sakura mencapai 21.584, di mana kasus bunuh diri dari kalangan laki-laki mencapai 14.543 kasus. Kasus bunuh diri tersebut naik 577 kasus dari tahun 2022, dan angka ini terus meningkat selama beberapa tahun terakhir.

Angka bunuh diri dipicu karena tuntutan kerja yang berat hingga stres yang di alami. Hal tersebut dipengaruhi oleh jam kerja yang terlalu panjang, dan tingginya biaya hidup yang mengharuskan mereka lebih giat lagi dalam bekerja agar terhindar dari konsekuensi pemecatan, hingga abai terhadap kesehatan. Tingginya angka bunuh diri yang terjadi selain karena budaya harakiri, juga karena mayoritas masyarakat yang tidak beragama. 

Sistem Islam Solusi Hakiki

Dalam sistem Islam, kesejahteraan adalah hal yang sangat urgen bagi masyarakat. Pasalnya, kesejahteraan yang dimaksud tidak hanya mencakup manifestasi kesejahteraan rakyat secara materi saja, tetapi juga pada aspek moral dan spiritual. Berdasarkan konsep syariat, Islam telah mengatur segala aspek kehidupan secara rinci dan senantiasa mengutamakan kesejahteraan umat. Dengan aturan sistem ekonomi Islam, keadilan dan kesejahteraan mampu menjangkau seluruh kalangan masyarakat.

Pada hakikatnya, konsep kesejahteraan ekonomi syariah mengacu pada tujuan syariat Islam yang berdasarkan prinsip maqashid syari'ah, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Di mana, pemimpin (khalifah) adalah perisai yang berfungsi untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan masyarakat dari segala aspek, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.

"Imam itu adalah pemimpin dan dia diminta pertanggungjawaban atas orang yang dia pimpin."(HR. Bukhari dan Muslim)
 
Ada beberapa mekanisme Khilafah dalam menjamin kesejahteraan rakyat, di antaranya:

Pertama, mewajibkan laki-Laki untuk bekerja. Dalam Islam, manusia diperintahkan untuk mencari nafkah yang halal untuk memenuhi kebutuhannya. Bekerja tidak hanya untuk mencari rezeki dalam bentuk materi saja, tetapi juga untuk menjalankan perintah Allah Swt.

Kedua, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan. Negara berkewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan memberikan akses terhadap sumber ekonomi yang halal. Sehingga tidak ada lagi pekerja keluar negeri untuk mencari nafkah sebab negara telah menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dengan pengelolaan SDM secara mandiri.

Ketiga, menerapkan industri berbasis syariah. Melalui penerapan, pengembangan, dan pengelolaan perindustrian dengan menggunakan SDM dalam negeri yang memiliki kemampuan dan keterampilan serta senantiasa bertumpu pada syariat dalam segala aktivitas.

Dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, kehidupan masyarakat akan jauh lebih terjamin sebab aturan yang digunakan berdasarkan prinsip dasar Islam. Di mana hukum syarak yang bersumber dari wahyu Ilahi akan mampu mewujudkan kehidupan sejahtera bagi seluruh umat manusia. Wallahua'lam bish-shawab.[LPN]


Posting Komentar

0 Komentar