Subscribe Us

BANSOS SEJAHTERAKAN RAKYAT?


Oleh Annisa Zahratul Jannah
(Mahasiswi)


Vivisualiterasi.com- Menjelang pemilu 2024, kata bansos (bantuan sosial) menjadi sering terdengar. Ini dikarenakan semakin masifnya presiden Jokowi beserta menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye calon presiden-calon wakil presiden nomor urut dua untuk menggunakan program bansos sebagai alat peraih suara dalam kampanye. 

Jika ditilik, bansos sendiri merupakan bantuan yang pemerintah berikan untuk kelompok masyarakat tertentu. Bansos merupakan pemberian bantuan berupa uang atau barang dari melalui daerah kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang sifatnya selektif dan tidak secara terus-menerus. Bansos diberikan melalui penjaringan khusus dalam rangka menanggulangi kemiskinan dan risiko sosial.

Bansos yang diberikan Jokowi pada rakyat berupa 10 kg beras dan bantuan langsung tunai (BLT) Rp200 ribu per bulan. Berdasarkan data BBC Indonesia (30/1/2024), total alokasi  anggaran perlindungan sosial untuk 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan anggaran 2023 yang sebesar Rp433 triliun. Jumlah tersebut bahkan lebih tinggi daripada masa pandemi Covid-19, yaitu Rp468,2 triliun (2021) dan Rp460,6 triliun (2022). 

Terlepas dari isu politik yang beredar, mampukah bansos menyejahterakan rakyat? Kenaikan anggaran bansos mengonfirmasi banyak hal dari kinerja pemerintah selama ini.

Pemerintah tampak gagal mengentaskan kemiskinan. Pemberian bansos mengisyaratkan bahwa ternyata masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Terdapat 20 juta lebih kelompok penerima manfaat (KPM) yang mendapat bansos dari pemerintah. Artinya, ada 20 juta lebih masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut data BPS 2023, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang. Ini baru yang terdata, dan masih banyak lagi yang belum terdata.

Di sisi lain, kenaikan anggaran bansos menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu memberi solusi lain selain bansos dalam menyelesaikan problem kemiskinan. Ratusan triliun untuk bansos sekali pun, tetap tidak akan menyelesaikan masalah kemiskinan dan kesejahteraan. Ini karena penyebab rakyat miskin sejatinya adalah sistem kapitalisme yang membuat kesenjangan sosial makin menganga.

Kebijakan bansos juga seperti pereda nyeri sesaat. Bansos beredar agar roda perekonomian berjalan, tetapi pemerintah tampaknya lupa bahwa kebijakan negara dengan sistem kapitalisme-lah yang membuat rakyat jauh dari kesejahteraan. Coba bayangkan, rakyat mendapat bansos, tetapi segala rupa dipajakkan. Harga pangan naik, begitu juga dengan bermacam tarif publik, seperti listrik, air, BBM, dan seterusnya.

Oleh karena itu, bansos tidak akan menyelesaikan masalah kemiskinan. Solusi hakiki sesungguhnya ada pada sistem Islam yang memberikan mekanisme penyelesaian masalah fundamental terhadap kemiskinan.

Negara dengan sistem Islam akan menjamin kebutuhan primer. Jaminan yang dimaksud bukan artinya negara membagikan secara cuma-cuma makanan, pakaian, atau rumah kepada rakyat, hingga membuat mereka bermalas-malasan karena kebutuhannya sudah terpenuhi. Tetapi jaminan tersebut diwujudkan dengan pengaturan yang dapat menuntaskan masalah kemiskinan.

Islam mewajibkan laki-laki untuk menafkahi diri dan keluarganya. Negara juga akan membantu dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Allah Swt. berfirman, “Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.” (QS Al-Baqarah: 233)

Jikapun kepala keluarga terhalang mencari nafkah, seperti meninggal, cacat mental atau fisik, usia lanjut, dan sebagainya, kewajiban nafkah tersebut dibebankan kepada kerabat dekat yang memiliki hubungan darah.

Selanjutnya, negara wajib membantu rakyat miskin. Jika seseorang tidak memiliki kerabat atau memiliki kerabat tetapi hidupnya pas-pasan, pihak yang berkewajiban memberinya nafkah adalah baitul mal (kas negara). Dengan kata lain, negara wajib memenuhi kebutuhannya.

Jika kas negara kosong, kewajiban ini beralih ke kaum muslim secara kolektif. Allah Swt. berfirman, “Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian.” (QS. Adz-Dzariyat: 19)

Negara juga mengatur pengelolaan kepemilikan. Terdapat tiga kepemilikan dalam Islam: kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan siapa pun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam. Adapun kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, yaitu bisa berupa harga murah, bahkan gratis. Harta milik umum ini berupa barang tambang, minyak, sungai, hutan, jalan umum, listrik, dll. Semua ini wajib dikelola negara dan tidak boleh diprivatisasi sebagaimana praktik dalam kapitalisme.

Dengan Islam juga distribusi kekayaan akan merata. Negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Misalnya, negara memberikan sebidang tanah kepada seseorang yang mampu untuk mengelolanya. Bahkan, setiap orang berhak menghidupkan tanah mati dengan menggarapnya, yang dengan cara itu ia berhak memilikinya. Sebaliknya, negara berhak mengambil tanah pertanian yang ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut oleh pemiliknya. Pengaturan ini akan mewujudkan distribusi kekayaan, sekaligus menciptakan produktivitas SDA dan SDM yang dengan sendirinya dapat mengatasi masalah kemiskinan.

Kemudian, negara akan menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan. Masalah kemiskinan biasanya juga disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang berpengaruh pada kualitas SDM. Di sinilah peran negara dengan sistem Islam untuk menyelenggarakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Demikian pula dengan layanan kesehatan yang diberikan secara cuma-cuma.

Islam telah mengatur secara terperinci upaya mengatasi kemiskinan struktural dengan pemenuhan kebutuhan dasar bagi rakyat. Jika semua mekanisme ini berlaku, tidak perlu ada bansos. Kalaulah ada, sifatnya sementara dan diberikan kepada mereka yang benar-benar tergolong miskin atau fakir menurut pandangan Islam. Mekanisme ini hanya akan berjalan tatkala Islam diterapkan dalam bingkai Khilafah. Wallahu a'lam.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar