Subscribe Us

WARUNG DAGING ANJING MARAK, DIMANA PERAN NEGARA?

Oleh Suhrani Lahe
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

Vivisualiterasi.com- Sampai saat ini, jumlah warung anjing yang ada di wilayah Solo cukup terbilang tinggi, pasalnya ada 27 warung yang kini masih aktif menjual olahan daging anjing. Ada sekitar 90 hingga 100 ekor olahan daging anjing yang disajikan puluhan warung yang ada di kota tersebut. Demikian hasil yang diperoleh Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Peternakan (DPKPP) Kota Solo yang disampaikan langsung oleh Ketua DPKPP Solo, Eko Nugroho Isbandijarso saat melakukan pendataan terkait warung olahan daging anjing yang tersebar di Solo. (cnnindonesia.com)

Warung-warung olahan daging anjing ini pun tersebar di berbagai tempat dengan variasi menu seperti rica-rica jamu, sate gukguk, sate jamu, dan sebagainya. Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) dalam investigasinya mengungkap bahwa bisnis perdagangan anjing ini melibatkan suplier, pengepul, jagal, hingga pedagang kuliner olahan daging anjing. Distribusi ratusan hingga ribuan ekor anjing ini disusupi dengan jalur tikus pada malam hari yang relatif sulit dideteksi oleh razia petugas dengan pengiriman dari wilayah Pangandaran, Garut, Sukabumi, dan Tasikmalaya menuju Solo. Sekalipun telah berupaya semaksimal mungkin dalam mengungkap bisnis perdagangan anjing, tetap saja tingkat konsumsi dan minat masyarakat masih sangat tinggi, bahkan hal tersebut menjadi ladang subur dalam bisnis perdagangan olahan daging anjing. (tintahijaun.com)

Fenomena Bebasnya Penjualan Daging Anjing

Penjualan daging anjing adalah termasuk dalam jenis daging ilegal, yang penjualannya dilarang. Hingga pemilik warung dalam menjual olahan daging anjing secara sembunyi-sembunyi. Pemerintah telah melakukan pendekatan melalui komunikasi dan edukasi, namun tetap tidak berhasil. Hal ini sulit dihentikan karena tingginya minat masyarakat. Di sisi lain, mengonsumsi daging anjing tersebut adalah salah satu budaya kesukaan dari masyarakat Jawa Barat, bahkan di kota lainnya juga seperti Minahasa dan Bali.

Faktor yang mempengaruhi masyarakat Indonesia hingga saat ini masih saja mengonsumsi daging anjing dikarenakan faktor budaya. Kepercayaan atau tradisi turun menurun menjadi alasan yang tidak punah dalam konsumsi daging anjing. Hal ini mengakar sejak kedatangan bangsa Belanda di Solo yang akhirnya membawa kebiasaan pada warga Solo dalam konsumsi daging anjing. Sementara pada budaya etnis minahasa, Sulawesi Utara, daging anjing merupakan karakteristik utama dari orang Minahasa.

Kemudian faktor lain yang mempengaruhi masyarakat Indonesia mengonsumsi daging anjing ialah karena faktor ekonomi. Melihat tingkat kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi sehingga banyak masyarakat yang masih kesulitan dalam pemenuhan pangannya. Rasa dagingnya hampir sama dengan daging ayam dan sapi, hingga akhirnya daging anjing tersebut menjadi sasaran bagi masyarakat yang masih kesulitan ekonominya. Perdagangan anjing tersebut juga sangat menguntungkan dimana anjing adalah binatang liar yang mudah di temukan di berbagai tempat. Di mana pedagang hanya bermodal mengambil anjing dari jalanan ataupun mencuri anjing peliharaan.

Sekalipun pemerintah telah berkomitmen, namun kenyataanya masih belum bisa memutus rantai bisnis olahan daging anjing. Fenomena kasus ini harusnya membuka lebar mata masyarakat, apalagi warung olahan daging anjing ini bukan masalah baru yang muncul di permukaan masyarakat tapi kasus ini telah lama muncul namun hingga kini belum menemukan titik temu dalam penyelesaiannya. Realitasnya, pemerintah masih abai dalam menjamin kehalalan pangan dan tidak ada langkah yang dapat membuat jera para pedagang olahan daging anjing ini untuk benar-benar berhenti dalam menjual dan membuka warung daging anjing. Seolah kehalalan pangan bukan menjadi hal yang wajib untuk diperhatikan. Dampaknya akan membuat masyarakat dalam bermudah-mudahan untuk mengkonsumsinya, padahal masyarakat di negeri ini adalah mayoritas muslim. 

Dampak Bagi Kesehatan

Efek samping dari mengonsumsi daging anjing sangat berbahaya bagi kesehatan, karena banyak sekali bakteri yang dapat menjangkit manusia, diantaranya bakteri salmonella dan bakteri  escherichia coli. Selain itu, mengandung bakteri penyebab kolera, yang membuat orang yang memakannya bisa tertular bakteri ini dan terkena kolera. Bakteri kolera menyebabkan penderitanya mengalami dehidrasi dan diare parah, jika tidak dilakukan pencegahan maka akan mengalami kondisi yang fatal bagi kesehatan. (amp.kompas.com)

Islam Solusi

Bebasnya penjualan daging anjing yang di jajakan bebas oleh masyarakat ini bukan sekedar masalah belum adanya kesadaran masyarakat saja, namun tidak adanya andil negara dalam kepengurusan secara serius kepada umat. Negara pada sistem kapitalisme hari ini tidak menimbang baik dan halal sesuatu melainkan hanya memandang dari aspek keuntungan saja.

Bahwasanya menjadi salah satu hak dasar warga negara yang harus dipastikan terpenuhi segala aspeknya baik halal dan berkualitas baik adalah masalah pangan. Masalah pangan harusnya menjadi perhatian serius oleh negara.

Dalam Islam, hukum memakan olahan daging anjing haram karena:

Pertama, anjing adalah binatang karnivora atau pemakan daging, maka dari itu, Nabi saw bersabda, "Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan." (HR. Muslim)

Kedua, anjing merupakan kelompok binatang yang diperintah untuk membunuh, maka dari itu daging anjing haram. (HR. Muslim)

Namun sayangnya, sebagian dari kaum muslim masih saja menghalalkannya dengan alasan dalam Al-Qur’an tidak terdapat dalil yang melarang untuk mengonsumsinya, karena mereka tidak yakin jika bersumber pada hadits saja, padahal sudah sangat jelas dalam Al-Qur’an disebutkan:

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al Hasyr: 7)

Islam telah mengatur kehidupan masyarakat dengan sangat sempurna, termasuk kehalalan pangan. Karena kehalalan makanan yang dikonsumsi sangat memengaruhi seorang muslim. Dengan begitu, Islam memiliki mekanisme dalam melindungi umat dari makanan yang haram. Dimana negara mulai dengan menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk memahami bahwa tabiat dari seorang muslim adalah tidak mengonsumsi makanan atau barang yang haram sebagai tanda keimanan kita terhadap Allah Ta'ala. Selain itu, negara dengan berdasarkan sistem Islam dalam institusi negara Khilafah, negara akan benar-benar menyeleksi secara detail mengenai persoalan pangan dan memastikan penjagaan terhadap kehalalan pangan dengan mengeluarkan regulasi yang tegas. Hal ini bertujuan agar tidak adanya peluang masyarakat yang masih mengonsumsi daging anjing secara bebas.

Tatkala umat Islam memahami pentingnya mengonsumsi makanan halal, tentu produsen, pengusaha, maupun pemilik rumah makan akan dipaksa secara hukum pasar untuk memproduksi makanan yang halal pula. Kemudian penegakkan hukum dan pengawasan yang ketat terhadap para pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Dan pemberian sanksi kepada para pelaku usaha yang telah memperjualbelikannya ke tengah masyarakat, dan juga memberi sanksi sesuai hukum syara' bagi muslim yang dengan sengaja mengonsumsi makanan haram.

Begitulah negara Islam dalam penerapkan sistem yang semua aturannya berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan begitu, umat akan terlindungi dari keharaman dalam mengonsumsi makanan haram. 

Wallahua'lam bish-shawab.[AR]




Posting Komentar

0 Komentar