Subscribe Us

SEKULARISME MELAHIRKAN PEJABAT GAY

Oleh Fadhilah 
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
 
Vivisualiterasi.com- Pada 9 Januari 2024, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa Gabriel Attal (34) akan menjabat sebagai Perdana Menteri. Sebelumnya, Attal pernah menjadi Menteri Pendidikan termuda dan sekarang Attal menjadi PM termuda dalam sejarah kepemimpinan tertinggi kedua di Prancis.
 
Gabriel Attal mulai dikenal warga Prancis saat wabah COVID-19 sebagai juru bicara pemerintah juga politisi yang sangat populer, cerdas, dan mudah tampil di acara radio dan Parlemen. Pada 2018, tidak lama setelah ia bergabung dengan pemerintahan, Attal menyatakan diri sebagai gay dan mengumumkan hubungannya dengan Stephane Sejourne. Pasangan gay tersebut meresmikan hubungannya di serikat sipil 2017 lalu. (CNBC Indonesia, 14/1/2024)

Selang beberapa hari setelah Gabriel Attal menjabat sebagai PM, ia mengangkat pasangannya Stephane Sejourne sebagai Menteri Luar negeri. Ini bukanlah hal baru dalam dunia pemerintahan Prancis yang melibatkan pasangan gay untuk menduduki jabatan tinggi, bahkan keduanya telah lama menjadi penasihat dan pendukung Macron pada saat menjabat Menteri Ekonomi dan Keuangan. Diketahui, Attal pernah menjadi tim pendukung Macron saat mencalonkan sebagai presiden Prancis. 

Pada saat menjadi Menteri Pendidikan, Attal telah mengumumkan larangan penggunaan abaya atau jilbab di sekolah-sekolah. Attal berdalih bahwa pakaian dengan ciri khas muslim itu dapat menguji sekularisme di sekolah. Ia juga mengurangi masalah perundungan di sekolah dan mengaku di TV Nasional pernah menjadi korban pelecehan homofobik saat menjadi siswa di sekolah swasta bergengsi, di Paris 'Ecole Alsacienne. Ayahnya merupakan keturunan Yahudi Tunisia yang bermigrasi di Perang Dunia II dalam Profil Le Monde dan dibesarkan oleh ibunya yang berasal dari Rusia sebagai Kristen Ortodoks.
 

Nasib Muslim di Prancis Terancam 
 
Fenomena islamofobia di negeri-negeri yang minoritas muslim sudah tidak asing lagi di benak kita, tak terkecuali di Prancis. Prancis menjadi salah satu negara yang secara terang-terangan melakukan diskriminasi terhadap kaum muslim, khususnya muslimah dalam hal berpakaian, yaitu larangan penggunaan abaya atau jilbab di lingkungan sekolah yang disampaikan langsung oleh Gabriel Attal selaku menteri pendidikan saat itu.
 
Tidak menutup kemungkinan, kaum muslim di Prancis akan terus mengalami diskriminasi dan perlakuan rasisme, karena nilai-nilai sekularisme akan selalu menentang kebebasan para muslimah yang taat akan syariat Islam. Apalagi dengan sistem pemerintahannya yang pro dengan LGBT, sedangkan Islam sangat mengharamkan perbuatan menyimpang tersebut.
 
Buruknya Sistem Demokrasi
 
Seseorang yang mempunyai perilaku atau tindakan tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat disebut sebagai “penyimpangan”. Salah satu perbuatan menyimpang yang terjadi di Prancis saat ini adalah mewajarkan homoseksual. Hal ini terbukti dengan diangkatnya pasangan gay sebagai pejabat negara. Nauzubillah! 
 
Dari fakta-fakta di atas, dapat kita simpulkan bahwa sistem demokrasi tidak dapat melihat dengan jelas bahwa perilaku menyimpang seperti homoseksual adalah sebuah penyakit kejiwaan yang harus disembuhkan. Sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, ataupun kebebasan beragama hanya berlaku di kalangan orang-orang elite yang dapat membeli kekuasaan. Sejatinya, kebebasan ini tidak berlaku bagi rakyat biasa apalagi untuk kaum muslim. Berpakaian yang seharusnya dibebaskan dalam demokrasi, justru dipermasalahkan jika bersinggungan dengan simbol-simbol Islam.
 
Pandangan Islam Terhadap Gay
 
Perbuatan yang menyimpang seperti gay atau homoseksual sudah dikenal sejak zaman Nabi Luth As. Atas perbuatan menyimpang kaumnya yang tidak mau menikah dengan perempuan, Allah Swt. mengutus Nabi Luth untuk memberikan peringatan. Nabi Luth lantas mengajak kaumnya untuk meninggalkan perbuatan dosa tersebut dan kembali sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia.

Liwath atau homoseksual merupakan dosa besar dan perbuatan keji yang merusak etika, fitrah manusia, agama, dunia, bahkan merusak kesehatan jiwa manusia. Akan tetapi, Kaum Sodom tetap durhaka terhadap seruan Nabi Luth. Akibatnya, Allah Swt. menurunkan azab berupa hujan batu yang menyala kepada mereka sebagai balasan perbuatan keji tersebut. 

Rasulullah saw. bersabda “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya”. (HR. Abu Dawud
 
Hukum pelaku homoseksual dalam Islam menurut Az-Zuhaili beberapa ulama berbeda pendapat tentang jenis hukuman bagi pelakunya, namun sepakat atas haramnya liwath dan terdapat tiga jenis hukuman, yakni dibunuh dalam bentuk hukum rajam (dilempar dengan batu sampai mati). Sebagian ulama berpandapat bahwa pelakunya harus dihukum seperti pelaku zina, yaitu jika pelakunya muhsan dihukum rajam, dan jika ghairu muhsan maka didera (cambuk) seratus kali, serta hukum ta'zir (diserahkan kepada pemerintah dan hakim) yang menentukan berat ringannya sanksi yang diberikan. 
 
Pemimpin dalam Islam 
 
Dalam Islam, kriteria seorang pemimpin bisa dilihat jelas dalam diri Rasulullah Saw. Beliau merupakan suri teladan yang sosoknya tidak tergantikan di muka bumi ini. Pemimpin dalam Islam harus memiliki sifat-sifat sidiq, tabligh, amanah, dan fathanah. Seorang pemimpin tidak hanya mampu menyampaikan, melainkan dapat melakukan semua apa yang diucapkannya. Memilih pemimpin dalam Islam tidak berdasarkan suara terbanyak seperti yang diterapkan dalam sistem demokrasi saat ini. Seorang pemimpin diangkat melalui proses atau berdasarkan seleksi yang dilakukan oleh ahlul halli wal aqdi, yakni orang yang mempunyai kemampuan ilmu dan kekuasaan yang bisa dipercaya dan tentunya sesuai dengan hukum syarak.
 
Pada hakikatnya, manusia itu diciptakan dari diri yang satu, kemudian Allah jadikan berpasangan-pasangan. Islam hadir sebagai rahmatan lil’alamin yakni rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya agama yang mengatur kehidupan manusia dengan Sang Pencipta, juga mengatur hubungan sesama manusia. Syariat Islam sangat memperhatikan kemaslahatan manusia. Jika ada yang menyimpang atau melanggar aturan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan hadis Rasulullah, maka akan ditindak tegas berdasarkan hukum syarak. Pemimpin dalam Islam mampu memberikan rasa aman dan tenteram bagi rakyat sekalipun berbeda suku, ras, maupun agama. Wallahua’lam bishawwab[LPN]


Posting Komentar

0 Komentar