Subscribe Us

KONFLIK AGRARIA TAK TERATASI, KHILAFAH SOLUSI

Oleh Ainiyatul Fatihah
(Aktivis Dakwah)

Vivisualiterasi.com- Konflik agraria di negara kaya sumber daya ini seakan tiada henti. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) telah mencatat setidaknya dalam kurun waktu 17 tahun terakhir, konflik agraria struktural telah mencapai 4.009 kasus dan sebanyak 11,4 juta hektar pengalih fungsian lahan yang berdampak pada 2,4 rakyat Indonesia. 

Bojonegoro adalah kabupaten dengan sumber daya alam migas yang sangat melimpah. Sebanyak 30% produksi migas nasional saat ini berasal dari kabupaten Bojonegoro. Bahkan APBD Bojonegoro pada tahun 2022 ditetapkan sebesar Rp. 7,3 Triliun, tentunya angka yang sangat fantastik dan akan jauh lebih fantastik lagi jika pengelolaan tidak diserahkan kepada Asing alias dikelola oleh negara. Bojonegoro juga menjadi kabupaten dengan urutan pertama dari 10 kabupaten penerima dana bagi hasil minyak bumi terbesar. Maka sudah selayaknya Bojonegoro menjadi kabupaten paling makmur dan sejahtera. 

Namun faktanya, konflik agraria terus mencuat karena perampasan lahan secara besar-besaran, sebagaimana konflik Tambang Kapur di Sumur Agung kecamatan Baureno, perampasan lahan Proyek Strategi Nasional (PSN) Bendungan Karangsono kecamatan Margomulyo dan Minyak di Sumur Banyu Urip Blok Cepu yang di kelola Exxon Mobile. Konflik lahan telah merampas ruang masyarakat baik di desa maupun di kota, konflik yang berkepanjangan ini telah menimbulkan konflik baru yang diikuti intimidasi dan kekerasan secara fisik. Yang berdampak pada kericuhan dan kekecewaan masyarakat akibat bergesernya mata pencaharian dan sulitnya akses lapangan pekerjaan adapun hanya sebatas menjadi buruh yang ditawarkan dengan upah yang tak layak, terlebih masyarakat akan kehilangan lahan pribadi mereka.

Kian hari ketimpangan penguasaan dan pengalih fungsian lahan semakin kerap terjadi, kepemilikan lahan milik negara dengan mudah beralih tangan menjadi pemilik para korporasi. Akibat dari industrialisasi dan pembagunan yang masif dilakukan. Adapun rakyat tidak punya pilihan lain, karena mereka pasti kalah telak oleh kekuatan para oligarki yang memiliki kekuasaan.

Polemik pembebasan dan perampasan lahan di kabupaten Bojonegoro untuk kepentingan oligarki sudah berulang kali terjadi, sistem sekuler demokrasi telah menjadi penjamin dan pelindung kaum oligarki kapitalis. 

Sistem sekuler kapitalisme demokrasi selalu memainkan perannya demi keuntungan oligarki bukan untuk kepentingan rakyat, karena proyek pembangunan tidak pernah dirasakan manfaatnya kecuali oleh penguasa dan pemilik modal. Pertumbuhan ekonomi dan derasnya investasi menjadi prioritasnya, bahkan tak sedikit yang berujung mangkrak hingga merugikan negara. 

Upaya negara dalam mengatasi konflik agraria pun terkesan tidak serius dan tidak menyentuh akar masalahnya. Hal ini menegaskan bahwa negara di bawah sistem sekuler demokrasi bertindak sebagai regulator dan fasilitator yang tunduk kepada kepentingan asing dan aseng. 

Dalam Islam, pembagian kepemilikan lahan dibagi menjadi tiga, yaitu lahan milik individu, lahan milik umum dan lahan milik negara. Ketiganya diatur dengan adil untuk kemaslahatan rakyat. 

Lahan milik individu meliputi lahan pertanian, perkebunan dan bangunan pribadi, lahan ini boleh dimiliki dan dimanfaatkan oleh individu.

Sedangkan lahan milik umum meliputi jalan, laut, sungai, padang rumput dan barang tambang. Lahan ini tidak boleh dimiliki oleh individu, negara berhak mengelola untuk kepentingan rakyat. 

Dan lahan milik negara adalah lahan yang tidak berkepemilikan termasuk lahan yang tidak terurus dan ditelantarkan oleh pemiliknya lebih dari 3 tahun lamanya sehingga diambil alih untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh negara.

Sungguh, negeri yang mayoritas muslim dengan penerapan sistem sekuler demokrasi telah absen menyandang visi Islam dalam menjaga dan melindungi lahan milik rakyatnya.

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: 

 عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انه قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رعيته وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ألا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


"Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin rumah tangga dan anak-anaknya dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pembantu rumah tangga bertugas memelihara barang milik majikannya dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan kamu sekalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya." (HR. Muslim)

Pemimpin haruslah amanah dan memprioritaskan kepentingan rakyat sesuai dengan aturan syara' yang harus diterapkan secara kaffah. Pemimpin harus melayani agama Allah dan rakyat dengan sebaik-baiknya, memberikan fasilitas terbaik dan bersikap adil sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Pemimpin terbaik hanya lahir dari sistem terbaik, yaitu sistem Khilafah. Hanya Khilafah yang mampu menyelesaikan konflik agraria, Khilafah mampu menjadi pelindung dari kepentingan egois oligarki dan akan senantiasa berhati-hati karena takut rakyatnya terzalimi atas kepemimpinannya. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]


Posting Komentar

0 Komentar