Oleh Iis Nurhasanah
(Aktivis Muslimah Kabupaten Bandung)
Vivisualiterasi.com- Pemuda merupakan tonggak bagi peradaban dunia. Kemajuan dan masa depan suatu bangsa bergantung pada pemudanya. Apabila pemuda disibukkan dalam ketaatan dan ketakwaan, maka baik pula masa depan bangsa tersebut. Namun, jika pemudanya sibuk dengan kemaksiatan dan perilaku yang sia-sia, hancurlah masa depan suatu bangsa tersebut. Lalu, seperti apa generasi muda di negara kita saat ini?
Di akhir tahun 2023, kita dikejutkan dengan penemuan janin bayi yang dibuang ke septic tank saat polisi mengungkap praktik aborsi ilegal di Apartemen Gading Nias, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (20/12/2023). Terdapat tiga janin yang berhasil diungkap polisi dari penyelidikan kasus ini. Tersangka kini sudah ditahan dan dijerat pasal-pasal terkait undang-undang perlindungan anak, undang-undang kesehatan, dan KUHP, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Mengenai fenomena sosial ini, sosiolog Musni Umar memberikan pendapatnya. “Ini merupakan satu fenomena sosial yang memprihatinkan. Melihat perkembangan media sosial, begitu banyak orang yang terlibat dalam praktik menjual diri melalui platform tersebut. Ini menjadi pemicu bagi pelaku laki-laki untuk memanfaatkannya tanpa memahami konsekuensinya,” ujar Musni Umar saat menjadi pembicara siaran ‘Jakarta Pagi Ini’ di 91,2 FM Pro1 RRI Jakarta pada Kamis (21/12/2023).
Berulangnya kasus aborsi mencerminkan rusaknya perilaku dan pergaulan pemuda akibat liberalisme. Hal ini akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler dalam kehidupan. Kapitalisme memberi celah terjadinya aborsi, melemahkan sistem sanksi, dan mengaruskan pemikiran “hak reproduksi” secara global.
Maraknya aborsi ilegal dianggap oleh pegiat gender sebagai konsekuensi belum adanya layanan aborsi aman yang juga dikampanyekan secara global. Tanggal 28 September telah ditetapkan sebagai hari kampanye regional untuk dekriminalisasi aborsi. Kampanye ini sebelumnya dikenal sebagai hari aksi global untuk akses terhadap aborsi. Aborsi yang aman dan legal, miris bukan?
Islam menghormati dan menjaga nyawa sejak masih di dalam kandungan. Islam juga memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah terjadinya aborsi, seperti sistem pergaulan Islam, pemahaman pada umat agar mencounter pemikiran liberalisme, juga sistem sanksi yang tegas.
Sistem Islam telah menetapkan bahwa aborsi adalah pengguguran kandungan secara paksa. Maka Islam menetapkan bahwa aborsi hanya boleh dilakukan jika kandungan berusia di bawah 40 hari, dengan indikasi kandungan tersebut bermasalah secara medis sehingga mengancam nyawa ibu dan pertumbuhan janinnya jika dilanjutkan kehamilannya. Karena itulah menggugurkan kandungan di bawah usia 40 hari diperbolehkan dengan syarat yang sangat ketat. Namun jika tidak ada masalah apa pun dengan kandungannya, janin tidak diperkenankan untuk digugurkan, sebab janin di usia setelah 42 hari sudah mengalami pembentukan organ tubuh secara sempurna: penglihatannya, pendengarannya, tulang, daging, kulit, hingga kukunya, walaupun belum ditiupkan ruhnya.
Sabda Rasulullah saw:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan.” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Karenanya, menggugurkan janin secara sembarangan adalah tindak kriminal, dan pelakunya akan mendapatkan sanksi yang sangat berat. Allah Swt berfirman:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS. Al-Isra (17): 33)
Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya ada dua wanita dari Bani Hudzail, salah satu dari keduanya melempar lainnya sehingga gugur kandungannya. Maka Rasulullah memutuskan harus membayar diyat dengan ghurrah seorang budak laki-laki atau budak wanita.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ghurrah seorang budak laki-laki atau ghurrah seorang budak perempuan setara dengan sepersepuluh diyat seorang manusia merdeka dewasa. Atau senilai dengan 10 ekor unta, empat ekor di antaranya adalah unta yang sedang bunting tua.
Dengan demikian, pelaku aborsi akibat pergaulan bebas diibaratkan sebagai sosok yang sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sudahlah hilang kesucian dan harga diri, kehilangan calon anak akibat aborsi, juga harus menanggung beban sanksi membayar diyat yang cukup besar dan berat.
Karenanya, besarnya sanksi yang telah ditetapkan oleh Islam, yang diberikan pada seseorang yang melakukan aborsi, menjadikan kasus aborsi tidak banyak ditemukan dalam sistem yang menerapkan syariat Islam kaffah seperti pada zaman kekhilafahan.
Berbeda dengan saat ini, ketika hidup diatur oleh sistem rusak sekuler kapitalisme, kasus aborsi marak terjadi, dilakukan oleh beragam kalangan baik muda maupun tua, baik remaja maupun dewasa, sebab dijebak kehidupan bebas yang disponsori sistem hidup yang rusak saat mengatur interaksi antara manusia.
Alhasil, kasus aborsi akibat pergaulan bebas hanya bisa ditekan dan dihilangkan dengan kembali pada aturan hidup yang manusiawi, dan menerapkan nilai-nilai spiritual yang digali dari aturan agama saja, sehingga kehidupan ini bisa diperbaiki dan pergaulan bebas bisa dihilangkan di tengah interaksi manusia. Maka, masyarakat akan bergaul dengan baik dan saling menjaga kehormatan. Dengan demikian, terwujudlah negeri yang maju di tangan para pemuda penerus peradaban. Wallahu a’lam bish-shawab.[Dft]
0 Komentar