Subscribe Us

GENERASI MULIA BERAWAL DARI IBU YANG MEMAHAMI PERANNYA


Oleh Ai Nurjanah
(Penulis dan Aktivis dakwah)


Vivisualiterasi.com- Berbicara tentang perempuan, maka banyak hal unik tentangnya. Karena perempuan adalah makhluk yang Allah ciptakan dengan CARA ciri khas tersendiri. 

Ketika seorang perempuan menikah maka ia menjadi seorang istri dan ketika lahir anak-anak dari rahim mereka, maka mereka menjadi sosok yang disebut ibu. 

Betapa luar biasanya peran sebagai ibu. Menjadi pendidik pertama yang mengajarkan anak untuk mengenal dunia. 

Tahun 2023 adalah peringatan hari ibu yang ke-95 sejak pertama ditetapkan tanggal peringatannya secara khusus. Tema yang diusung adalah pada tahun ini adalah "Perempuan Berdaya Indonesia Maju". Tema tersebut ditetapkan dengan harapan bisa menginspirasi kepada semua pihak untuk terus mendukung perempuan Indonesia. Tema ini juga jadi pengingat akan pentingnya perempuan dalam mencapai kemajuan Indonesia. (detiksulsel, 19/12/2023)

Peringatan Hari Ibu di Indonesia berbeda dengan Hari Ibu di negara lainnya. Karena di Indonesia, Hari Ibu bertepatan dengan tonggak pergerakan Indonesia dari penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia I pada tahun 1928. Kongres ini diselenggarakan di Yogyakarta pada 22-25 Desember. Tercetusnya Hari Ibu ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959 tentang hari-hari nasional yang bukan hari libur. (Tirto.id, 7/12/2023)

Dalam sejarahnya, menurut laman Global Citizen Hari Ibu International atau Mother's Day bermula sejak perang saudara di Amerika Serikat pada 1868. Kala itu dibentuk sebuah komite bernama "Hari persahabatan Ibu" oleh Ann Reeves Jarvis. Sosok inilah yang dikenal sebagai pemrakarsa Hari Ibu Internasional. Komite ini dibentuk dengan maksud dan tujuan mampu menyatukan kembali saudara yang terpecah belah selama perang di Amerika. Sekaligus ingin menjadikan peringatan tahunan untuk ibu. Namun pada tahun 1905, Ann Reeves Jarvis meninggal. Kemudian tanggal 10 Mei 1908, putrinya, Anna Jarvis mengadakan perayaan hari ibu untuk pertama kalinya sebagai penghormatan kepada mendiang ibunya. Anna Jarvis kemudian berkampanye untuk menetapkan hari ibu pertama sebagai hari libur nasional di Amerika Serikat. 

Berbeda dengan Islam yang memandang bahwa pembuktian kasih sayang pada seorang ibu tidak dibatasi pada hari-hari tertentu saja. Setiap saat adalah kesempatan yang dapat digunakan untuk menciptakan senyuman pada ibu. Satu kata saja yang menggores luka pada hati seorang ibu akan menjadi sebab sulitnya untuk mendapatkan ridho Allah Swt. sekalipun seorang ibu akan selalu menerima baik atau buruk anak-anaknya.

Dengan sabar, tulus, dan ikhlas seluas samudera yang selalu ada untuk anak-anaknya, maka perayaan hari ibu saja tidaklah cukup untuk membalas jasanya. Perlu hadiah yang lebih dari apapun di dunia, yaitu mengantarkannya memperoleh syurga.

Anak yang memperoleh pendidikan yang benar dan sesuai dengan Islam akan mampu memahami hal ini. Maka upaya mewujudkan keluarga yang menanamkan Islam pada anak-anak mereka adalah hal yang sangat diperlukan. 

Jauh sebelum perayaan hari ibu, lima belas abad yang lalu Rasulullah saw telah mengangkat derajat perempuan pada posisi yang mulia. Perintah berbakti kepada ibu dijelaskan dalam Al-Quran surat Luqman ayat 14 di mana Allah Swt berfirman: 

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kembalimu." (QS. Lukman: 14)

Namun, fitrah ibu sebagai sosok yang mengandung, menyusui, melahirkan, dan menjadi pendidik utama seiring perkembangannya zaman, justru diserang oleh gerakan emansipasi wanita dan kesetaraan gender yang mulai bermunculan. 

Emansipasi ini muncul karena menganggap ada faktor ketidakadilan pada wanita. Misalnya saja wanita dianggap lemah, hina, dan tidak bisa berkembang. Maka dari sinilah diusung emansipasi wanita, dimana laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama dan mempunyai kesempatan yang sama dalam segala bidang. Jika laki-laki tidak hamil, melahirkan, dan menyusui, maka perempuan pun demikian, dia tidak mempunyai kewajiban untuk hal itu.

Padahal Islam pun memandang keduanya pada derajat yang sama, hanya ketakwaan yang akan membedakannya. Adapun tugas dan tanggung jawab, sudah disesuaikan dengan fitrah penciptaan. Laki-laki tidak hamil karena fitrah penciptaannya tidak untuk hal itu. Begitupun menjadi pencari nafkah yang dibebankan hanya pada laki-laki, karena fitrah penciptaan perempuan bukan untuk hal itu. 

Ini sudah membuktikan bahwa Islam sudah mengatur dengan sangat indah tentang perempuan dan laki-laki sesuai dengan fitrah masing-masing. 

Namun bukan berarti dengan pengaturan demikian, maka perempuan dianggap lemah dalam Islam, justru perempuan dalam Islam adalah sosok yang memiliki kemampuan luar biasa. Di tangan perempuanlah penentuan generasi masa depan akan seperti apa.

Hanya saja pada kenyataannya, saat ini kehidupan kapitalisme sudah mencabut peran perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sebagian ibu sudah beralih dari perannya sebagai tulak rusuk menjadi tulang punggung.

Perempuan 'dipaksa' bekerja karena beberapa kondisi mulai dari pendapatan suami yang relatif rendah sehingga harus membantu ekonomi keluarga, jumlah tanggungan keluarga, pemenuhan aneka kebutuhan, dan keinginan perempuan yang semakin beragam seiring dengan masifnya arus gaya hidup hedonisme.

Selain itu, perempuan juga disibukkan dengan berbagai kompetisi demi eksistensi dengan mengatasnamakan pengembangan diri, menyalurkan minat, dan mengasah keahlian.

Hal ini didorong oleh kondisi di mana semakin banyaknya masyarakat yang berpandangan negatif terhadap perempuan yang tidak bekerja dan menilai perempuan yang aktif bekerja adalah perempuan yang berdedikasi pada keluarga. Penilaian ini sejatinya tidak terlepas dari pengaruh sistem kapitalisme sekuler dalam memandang kehidupan, yakni meraih sebanyak-banyaknya materi untuk kesejahteraan hidup yang terus disebarluaskan dalam kehidupan masyarakat. 

Sebenarnya hukum asala bekerja bagi perempuan dalam pandangan Islam adalah mubah (boleh). Maka tidak ada larangan terkait hal tersebut. Namun Islam telah memberikan ketentuan tentang status perbuatan. Kewajiban jelas harus diutamakan. Maka, kebolehan perempuab untuk bekerja akan dipengaruhi oleh tuntas tidaknya kewajiban mereka dalam menjalankan tugas utamanya. 

Kelalaian terhadap tugas dan peran ibu sebagai pengurus rumah tangga dan pendidik generasi nyatanya telah mengantarkan kepada fakta yang kita jumpai hari ini. Pergaulan anak-anak remaja zaman sekarang yang sudah melewati batas kewajaran hingga rusaknya rumah tangga yang salah satu pemicunya adalah ketidakrukunan hubungan suami istri karena kesibukan pekerjaan dan lalai dari peran masing-masing. 

Maka, terwujudnya generasi unggul yang dirindu surga, haruslah bermula dari kesadaran kaum ibu. Bahwa mereka pemikul tanggungjawab itu. Bersama dengan kepala keluarga membina dan mendidik anak-anak mereka menjadi anak-anak yang soleh.

Saat ini sosok seperti itulah yang sangat dirindukan. Sosok ibu yang tulus dan fokus pada visi misi dalam mendidik anak-anaknya. Karena sesungguhnya yang dibutuhkan dalam hidup bukan hanya materi. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu, yaitu penanaman aqidah Islamiyah yang akan menuntun saat menapaki kehidupan. Hingga mampu selamat dalam ujiannya dan meraih surga sebagai balasannya. Wallahua'lam bish-shawab.(Dft)

Posting Komentar

0 Komentar