Oleh Ainiyatul Fatihah
(Aktivis Dakwah)
Vivisualiterasi.com- Lebih dari 100 hari konflik antara Palestina dan Israel khususnya di jalur Gaza terus berlanjut hingga hari ini, dunia Internasional seolah menutup mata dan tidak banyak berbuat untuk menghentikannya, terlebih sekat semu nasionalisme sebagai penghalang pembebasan Palestina dan persatuan umat Islam.
Dilansir dari explorehumanity.id, jumlah korban syahid akibat serangan Israel di Jalur Gaza bertambah menjadi 23.968 sejak 7 Oktober dan lebih dari 11.833 anak-anak terbunuh, ditambah 60.582 lainnya terluka akibat serangan gencar Israel di wilayah Palestina yang diblokade tersebut. Paling sedikit 337 petugas medis dan 117 jurnalis syahid.
Tidak hanya itu, lebih dari 335.000 rumah dan 103 ambulans hancur. Seratus enam puluh pusat layanan kesehatan menjadi sasaran serangan Israel, sementara 20 rumah sakit dan 46 pusat perawatan primer pun terpaksa tidak berfungsi.
Sayangnya dengan kondisi saat ini, negeri yang mayoritas Islam terus diam dan acuh padahal kekejaman zionis disuguhkan di depan mata, dengan anggapan bahwa yang terjadi hanyalah konflik antara dua negara.
Padahal konflik Palestina bukan hanya permasalahan kemanusiaan maupun antar dua negara, tetapi masalah umat Islam dan kaum muslimin yang terikat oleh aqidah. Karena tanah Palestina adalah tanah kharajiyah milik umat Islam seluruh dunia.
Ditambah pernyataan calon presiden Prabowo yang menyinggung permasalahan Gaza dalam debat pada Januari 2024. Prabowo mengatakan bahwa dengan pertahanan yang kuat kita akan dihormati, kekuatan nasional harus ada kekuatan militer, tanpa kekuatan militer sejarah peradaban manusia mengajarkan bahwa bangsa itu akan dilindas seperti di Gaza.
Tentu pernyataan yang disampaikan tidaklah berdasar, mengklaim bahwa orang-orang Gaza adalah orang-orang yang lemah adalah suatu kekeliruan. Karena sejarah mencatat, konflik Israel dan Gaza telah berlangsung selama 75 tahun. Dan selama itu warga Gaza tetap bertahan untuk mempertahankan tanah Palestina.
Warga Gaza adalah orang-orang yang paling kuat, orang-orang pilihan dan terhormat dan menjadi penduduk dari negeri yang diberkahi.
Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat al-A'raf ayat 137 :
وَاَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِيْنَ كَانُوْا يُسْتَضْعَفُوْنَ مَشَارِقَ الْاَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِيْ بٰرَكْنَا فِيْهَاۗ وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنٰى عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَۙ بِمَا صَبَرُوْاۗ وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهٗ وَمَا كَانُوْا يَعْرِشُوْنَ
"Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. (Dengan demikian) telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Kami hancurkan apapun yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apapun yang telah mereka bangun."
Orang-orang Gaza tidak pernah takut mati karena jaminannya surga. Serangan musuh tidak membuatnya gentar dan mengalah, mereka terus berupaya dalam menjaga Baitul Maqdis yang mulia.
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ ﴿١٦٩﴾ فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّـهُ مِن فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿١٧٠﴾
“Janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka itu hidup dan dianugerahi rezeki di sisi Tuhannya. Mereka bergembira dengan karunia yang Allah anugerahkan kepadanya dan bergirang hati atas (keadaan) orang-orang yang berada di belakang yang belum menyusul mereka, yaitu bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati." (QS. Ali Imran, 169-170)
Maka terbukti bukan Gaza yang lemah, tapi kita. Karena pertemuannya dengan Allah adalah suatu yang dinantikan dan surga adalah sebaik-baik balasan yang dirindukan. Berbeda dengan kita yang belum selesai dengan urusan dunia, yang hanya bisa terdiam melihat saudara seaqidah ditindas tak manusiawi, tentara-tentara di negeri muslim pun yang pernah ikut andil dalam pembelaan, sebatas kecaman yang dilontarkan tapi tak berpengaruh apa-apa.
Sekat nasionalisme yang menjangkiti kaum muslimin menjadi penyebab, meletakkan kecintaan terhadap bangsa dan negara diatas kecintaan kepada Allah Swt dan Rasulullah saw. Atas nama nasionalisme, umat Islam enggan menolong saudara seaqidahnya walaupun atas dasar kemanusiaan sekalipun.
Nasionalisme telah menyebabkan nestapa di mana-mana, ukhuwah dalam bingkai persatuan tak lagi nyata. Ditambah kecintaan terhadap dunia dan ketakutan terhadap kematian yang terus ada.
Menjaga tanah Palestina dan Baitul Maqdis bukan hanya tugas warga Palestina, namun tugas seluruh umat Islam di seluruh dunia. Sebagaimana kalimat yang pernah dilontarkan oleh Khalifah Abdul Hamid II : "Aku tidak akan memberikan tanah walaupun sejengkal tanah Palestina karena itu bukan milikku, tetapi milik umat Islam."
Sesungguhnya pembebasan Palestina dari serangan Israel membutuhkan institusi sebuah negara Khilafah, Khilafah akan melakukan pendekatan politik maupun jihad terhadap Israel yang telah terbukti melakukan genosida dengan mengirimkan tentara dan senjata serta menghimpun kekuatan yang menakutkan negara adidaya saat ini.
Maka kemenangan hakiki hanya dapat diraih dengan menghapus sekat-sekat nasionalisme, mewujudkan persatuan umat Islam dan melebur dalam ukhuwah Islamiyah di bawah naungan Khilafah sebagai junnah yang mampu melindungi umat Islam.
Umat Islam saat ini juga memiliki tanggung jawab besar dalam memperjuangkan kembalinya Khilafah ala minhajjin nubuwwah yang kedua sebagaimana bisyaroh Rasulullah saw. Maka inilah kontribusi nyata dalam upaya pembebasan Palestina dan bukanlah retorika belaka. Wallahua'lam bish-shawab.[Dft]
0 Komentar