(Kontributor Vivisualiterasi Media)
Dari cnnindonesia.com (13/01/2023), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau (BPBD) menyatakan kurang lebih 6000 orang dari beberapa daerah di provinsi Riau mengungsi, akibat rumah, lahan, dan tempat usahanya terendam banjir. "Pengungsi berasal dari daerah Rokan hilir, kota Dumai, dan Kepulauan Meranti, sedangkan dari kota-kota lain belum ada laporan yang mengungsi," ucap Kepala BPBD Riau, M. Edy Afrizal.
Banjir menggenangi ribuan rumah, juga fasilitas umum seperti masjid, sekolah, dan jalan raya. Bahkan banyak sekolah yang meliburkan siswanya akibat ruang kelas terendam banjir. BPBD Riau sudah mengevakuasi warga, dan memberi bantuan logistik seperti makanan pokok, pakaian, selimut, kain sarung dan air mineral, juga mendirikan dapur umum dan posko untuk pengungsi.
Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme
Terjadinya Banjir yang terus menerus berulang adalah akibat kurang matangnya kebijakan perencanaan pembangunan wilayah. Contohnya wilayah yang seharusnya menjadi penghijauan dijadikan industri perkebunan, daerah resapan dijadikan pemukiman, dan kawasan hutan di jadikan objek wisata. Belum lagi para penebang hutan liar yang masih bebas melakukan penggundulan tanpa reboisasi.
Kurangnya daerah resapan air, minimnya jumlah pohon atau kawasan lindung tentu membuat air menjadi tergenang. Apalagi kawasan pemukiman yang dibangun di atas tanah resapan tanpa mempertimbangkan saluran air pembuangan yang cukup tentu menimbulkan genangan air yang besar saat intensitas hujan tinggi.
Seperti inilah wajah kapitalisme, pembangunan dilakukan atas dasar mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi di kemudian hari. Akhirnya sudah pasti rakyatlah yang menjadi korban, rumahnya terendam, aktifitas terhenti, terkena penyakit kulit, hingga menimbulkan korban jiwa.
Padahal telah Allah Swt. peringatkan dalam Al-Qur'an di surah Ar-Rum ayat 41 yang artinya:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Islam Mengutamakan Kepentingan Umat
Dalam Islam suatu kebijakan dilaksanakan bukan berdasarkan keuntungan, uang bukanlah tujuan utama suatu pembangunan, melainkan untuk mewujudkan kenyamanan dan keamanan bagi umat. Proyek pembangunan dalam Islam dilakukan dengan tetap memperhatikan keadaan alam, dan berusaha untuk tidak merusaknya. Andai ada suatu perencanaan yang memiliki keuntungan besar namun merusak alam dan merugikan umat, maka tidak akan dikerjakan.
Hal ini sebab pemerintah bukanlah penguasa, melainkan pelayan umat, yang bekerja sesuai dengan syariat dan aturan Allah Swt. Bukan sesuai keinginan para pemilik modal. Negara yang menerapkan syariat akan turun langsung mengawasi jalannya pembangunan, melarang pembangunan jika ada proses pengrusakan pada hutan, atau menimbulkan kerugian masyarakat.
Negara akan memilih wilayah yang akan di jadikan pemukiman, lahan industri, dan pertanian. pembangunan fasilitas umum juga akan di lihat dari pemukiman masyarakat, demi memudahkan umat mengakses fasilitas tersebut. Kawasan pabrik dan pertambangan akan di bangun jauh dari pemukiman agar tidak menimbulkan dampak buruk di kehidupan masyarakat.
Khatimah
Begitulah Islam menjaga dan mengayomi masyarakatnya. Pembangunan tetap akan di lakukan tanpa merugikan pihak manapun juga, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Alam akan tetap terjaga dan masyarakat dapat beraktifitas dengan nyaman dan aman. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]
0 Komentar