Oleh Rokayah
(Aktivis Dakwah Islam Kaffah)
Jika dibandingkan dengan pemilu 2019 lalu, yang diikuti sebanyak 14 partai nasional dan 4 partai lokal Aceh, maka pemilu 2024 ini ada peningkatan yang signifikan. Antusiasme dari banyaknya jumlah peserta pemilu tahun ini, bisa jadi disebabkan karena tawaran yang menggiurkan ketika nanti terpilih menjadi pejabat pemerintahan. Yakni gaji yang fantastis, kemudahan mengelola dan melebarkan sayap bisnisnya dengan kekuasaan yang ada, untuk membangun 'dinasti' keluarga.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya tren peningkatan pembukaan rekening baru menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Tak tanggung-tanggung, tercatat ada 704 juta pembukaan rekening baru. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan, acuan pembukaan rekening terlihat dari Customer Identification Form (CIF). Dia menduga pembukaan rekening ini berkaitan dengan kontestasi politik. (cnnindonesia.com, 11/1/2024)
Bukan rahasia umum lagi, pemilihan umum sangat rentan dengan politik uang. Kapabilitas dan kapasitas dari individu calon bukanlah menjadi prioritas utama dalam pemilihan model demokrasi, melainkan diukur seberapa besar dukungan dari masyarakat dan citra positif yang dibangun selama kompetisi dan kampanye. Maka dari sinilah peluang terbukanya praktik uang dengan "membeli" suara masyarakat baik dengan pembagian sembako, amplop uang maupun dalam bentuk lainnya. Tujuannya satu, yakni mendulang suara sebanyak mungkin dalam pemilihan.
Gaji yang layak tentu menjadi daya tarik kepala negara terpilih ataupun anggota dewan terpilih. Tentu ini memunculkan persaingan sengit antar komponen tokoh terkait. Meski gaji yang didapat tidak terlalu besar, tetapi di tengah himpitan ekonomi yang serba sulit ini tentu sangat menggiurkan. Alhasil, membangun citra positif di tengah masyarakat akan mereka lakukan. Karena pemilu dalam alam demokrasi akan menjadikan politik pencitraan sebagai habits.
Sampai-sampai ada ungkapan di masyarakat, "Berbuat baiklah kamu sampai orang mengira kamu sedang nyaleg". Menariknya lagi sampai timbul pernyataan di masyarakat, “Apa bedanya pil KB dan pilpres atau pileg?", jawabnya, "Pil KB kalau lupa minum, jadi (hamil), sedangkan pilpres atau pileg, kalau jadi, lupa dengan janji-janjinya.”
Penguasa yang ingkar janji itu berpangkal dari sistem yang batil. Karena rezim saat menganut sistem demokrasi sekularisme, menolak campur tangan agama. Akibatnya melahirkan orang-orang yang ingkar janji khususnya para penguasa maupun wakil rakyat. Bila rezimnya tetap menganut paham sekularisme maka akan terus tumbuh subur perilaku penguasa yang ingkar akan janjinya.
Wajar bila mereka ingkar janji dan berkorupsi. Karena dalam sistem demokrasi ikut jadi anggota pemilu itu membutuhkan biaya yang sangat besar yang harus di keluarkan oleh para calon pejabat. Biaya besar juga tampak saat ingin masuk dalam lingkaran eksekutif. Akibatnya saat terpilih menjadi penguasa, mereka akan berusaha mengembalikan modal yang sudah mereka keluarkan saat pencalonan sekaligus mereka juga akan menggeruk keuntungan sebanyak-banyaknya agar periode selanjutnya bisa terpilih kembali. Tentu saja dananya banyak mereka dapat dari hasil korupsi.
Berbeda dengan Islam, Islam memiliki tata cara dalam pemilihan umum. Islam sebagai ideologi memiliki mekanisme khusus dalam pemilihan kepala negara. Islam tidak mengenal pemilihan anggota legislatif (pileg) sebagaimana praktik pemilu dalam demokrasi sekarang. Di dalam Islam tidak ada yang namanya politik uang, selain agar mencegah korupsi, transaksional juga untuk mewujudkan efesiensi dan efektifitas. Islam memiliki tata cara agar pemilihan umum bebas dari politik uang. Diantaranya dengan membangun ketakwaan dalam diri masing-masing calon penguasa. Sehingga terbentuk loyalitas kepemimpinan bersandar pada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya bukan untuk kepentingan golongan, kelompok, apalagi keluarga/kerabat.
Tugas dan amanah akan dijalankan oleh pemimpin baik di tingkat kepala negara maupun anggota legislatif, semata-mata untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah saw.,
"Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang ia pimpin." (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dari hadist Abdullah bin Amr)
Sebagai sistem terbaik, Syariah Islam tentu wajib diterapkan secara kaffah dalam sistem Khilafah ala minhajin nubuwwah. Tegaknya Islam di muka bumi adalah janji Allah SWT, namun untuk mewujudkannya diperlukan pejuang-pejuang Islam nan tangguh yang tak lelah menyebarkan dakwah dan opini ke tengah-tengah umat. Semoga Islam segera tegak, dan membumihanguskan segala keburukan sistem di muka bumi ini. Wallahua'lam bish-shawab.[Dft]
0 Komentar