Oleh Sahwa Aljannah
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Vivisualiterasi.com- November kemarin, seorang anak berusia 10 tahun nekat bunuh diri dengan cara menggantung diri di kamarnya. Dikonfirmasi oleh Kasatreskrim Polres Pekalongan, AKP Isnovim membenarkan adanya kejadian tersebut.
Menurut Isnovim, dari keterangan ibu korban, peristiwa tersebut bermula pada Rabu (22/11) sekitar pukul 12.30 WIB. "Awalnya anak ini terus bermain HP. Oleh ibunya ditegur agar berhenti main HP untuk makan siang. Kemudian HP dimintanya," katanya. (DetikJateng, 23/11/23)
Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Kabupaten Pekalongan, Ipung Sunaryo turut prihatin atas kejadian tersebut.
"Kalau sebelum kejadian, menurut para guru, di sekolah anaknya masih ceria, tidak ada persoalan apapun, bermain bersama teman -temannya. Psikologi anak sekarang memang berbeda jauh. Anak sekarang sangat rentan emosionalnya. Sebagai orangtua kita memang perlu ekstra berhati-hati dalam menyikapinya," Ipung menambahkan, peristiwa itu terjadi karena emosional sesaat anak, tanpa bisa memikirkan akibatnya. "Ini akan menjadi PR kita semua, tidak hanya guru, peran orangtua, lingkungan, sangat penting untuk sedikit demi sedikit memberikan edukasi yang ramah pada anak-anak, agar tidak candu dalam bermain HP, hingga melupakan segalanya."
Kejadian ini menambah daftar panjang kasus bunuh diri anak per November 2023.
Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Nahar mengatakan bahwa para korban bunuh diri merupakan anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Menurutnya, kebanyakan mereka yang bunuh diri disebabkan oleh depresi. "Catatan kami tahun 2023 saja kasus bunuh diri anak sudah sampai di angka 20 kasus. Penyebab, ada depresi, dugaan perundungan, dan banyak penyebabnya," kata Nahar kepada wartawan di Kantor KemenPPPA Jakarta, Jum'at (10/11). (rri.co.id, 11/11/23)
Ada beberapa hal yang menyebabkan seorang anak memilih untuk mengakhiri hidupnya, contohnya saja akibat perundungan hingga kondisi gangguan mental. Seorang anak yang belum tahu akan konsekuensi dari perbuatannya nekat mengambil langkah ekstrim.
Kejadian ini merupakan masalah serius yang harus segera ditangani, ditambah lagi fenomena bunuh diri belakangan ini kian marak terjadi di kalangan masyarakat. Penanganan masalah ini tentu tidak akan terselesaikan dengan tuntas apabila akar sebabnya tidak ditemukan. Terlebih dahulu harus diketahui apa-apa saja penyebab anak memilih untuk bunuh diri.
Sejauh yang mampu kita lihat di tengah masyarakat sekarang, ada banyak hal yang menjadi faktor pendorong anak untuk mengakhiri hidupnya, antara lain:
Pertama, Keluarga. Seringkali terjadi anak merasa stress dan terbebani karena lingkungan keluarganya. Orangtua yang tidak siap sebagai pendidik pertama anak gagal menjadikan anak sebagai generasi yang berkarakter dan paham akan jati dirinya. Orangtua yang disibukkan untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi serta gaya hidup pun turut menambah kegagalan panjang dalam keluarga, sehingga anak tidak mendapatkan pengetahuan yang seharusnya didapat dalam keluarga.
Kedua, Masyarakat yang hidup dalam sistem sekuler (Pemisahan agama dari kehidupan) menjadikan masyarakat individualis yang apatis, mereka cenderung abai terhadap kebiasaan buruk yang terjadi di kalangan anak. Contohnya saja kebiasaan bermain HP oleh anak di bawah umur tanpa pengawasan orang dewasa hingga mengakses konten yang tidak seharusnya. Akibatnya anak yang tumbuh dalam kalangan masyarakat ini pun turut menjadi individu yang liberalis.
Ketiga, Negara sebagai pihak yang berperan besar dalam mengatur pendidikan bagi anak-anak serta pihak yang mengatur media yang di akses oleh masyarakatnya. Kurikulum sekuler yang diterapkan menjadikan anak jauh dari agamanya dan tidak paham akan jati dirinya sebagai seorang hamba, sehingga anak tidak lagi menyandarkan segala sesuatunya terhadap Pencipta karena telah dijauhkan dari segi kehidupan sehari-hari. Akibatnya anak-anak terdidik dengan cara pandang kapitalisme-sekularisme. Dalam hal media, tontonan negatif yang dengan mudah di akses oleh anak dibawah umur pun menjadi alasan kuat anak-anak melakukan bunuh diri. Konten-konten negatif yang banyak tersebar jelas berdampak buruk bagi anak, ditambah konten tersebut diakses tanpa pengawasan dari orang dewasa. Akibatnya anak dengan mudah mencontoh konten yang ia dapatkan tanpa tahu dampak apa yang bisa ia sebabkan.
Hal ini menjadi bukti gagalnya sistem sekularisme kapitalisme dalam menciptakan keamaan dan menjamin kesehatan mental generasi. Serta tidak adanya tindakan tegas bagi penyebaran konten-konten negatif karena standar asas manfaat, semakin menjerumuskan generasi dalam budaya bunuh diri.
Penawaran solusi penanganan terhadap individu anak tidak mampu menjamin kejadian bunuh diri pada kalangan anak akan berhenti. Fakta bahwa kejadian ini terus berulang menjadi jawaban bahwa solusi tersebut bukanlah solusi yang tepat.
Solusi Islam
Dalam sistem Islam (Khilafah), Syariat Islam menjadi satu-satunya sumber aturan dalam mengatur keluarga, masyarakat dan negara.
Ketiganya wajib memperhatikan tumbuh kembang anak sesuai dengan Akidah Islam. Ketiganya wajib menuangkan perhatian penuh terhadap anak karena generasi merupakan estafet peradaban.
Keluarga wajib menjalankan perannya sebagai orang tua yang menyayangi, mengasuh serta pendidik pertama bagi anak, sesuai dengan akidah Islam. Anak yang tumbuh dengan perhatian keluarga yang benar tentu akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter.
Masyarakat sebagai kontrol sosial, tetap menjaga suasana masyarakat Islam dengan nasehat-nasehat baik karena dalam masyarakat Islam mereka berlomba-lomba dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar. Niscaya kemaksiatan yang terjadi didalam masyarakat tidak akan dibiarkan begitu saja.
Negara sebagai pemegang peran penting bagi masyarakatnya. Dalam hal pendidikan, Khilafah punya sistem pendidikan di mana tujuan dan kurikulumnya berasaskan akidah Islam, anak atau generasi yang dilahirkan dari pendidikan ini pun tidak hanya berkepribadian Islam serta pengetahuan Islam yang kuat akan tetapi juga mumpuni dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya seperti teknologi. Contoh nyatanya bisa kita rasakan, ilmu-ilmu yang lahir dari cendekiawan muslim mampu kita gunakan sampai sekarang.
Negara pun juga berperan sebagai pengelola media sosial, sehingga informasi yang tersebar dan sampai ke masyarakat ialah informasi bermanfaat seperti dakwah dan informasi-informasi positif yang berisi kebaikan. Konten-konten yang mengandung unsur negatif tidak akan dibiarkan tayang apalagi tersebar.
Dengan begitu anak akan tumbuh kembang dalam suasana yang positif yang mendukung. Generasi akan terdidik sebagai generasi yang berkarakter dan paham akan jati dirinya sebagai seorang hamba, anak akan paham akan konsekuensi dan tanggungjawab akan perbuatannya kelak.
Anak yang paham akan konsekuensi dari perbuatannya tentu tidak akan memilih atau bahkan terpikirkan untuk melakukan bunuh diri, karena paham akan dosa dan ganjaran yang akan ia dapatkan dari apa yang ia perbuat.
Terjawablah sudah bahwa solusi tuntas dalam menangani masalah ini secara tuntas adalah dengan Khilafah. Dimana seluruh aturan yang diterapkan berasal dari Sang Khaliq yang tentu tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya.[Irw]
0 Komentar