Oleh Umi Fahri
(Kontributor Vivisualiterasi Media)
Vivisualiterasi.com- Indonesia terkenal sebagai negara agraris, sebagai salah satu sektor penyumbang perekonomian dari bidang pertanian dan juga perkebunan. Perkebunan memiliki pengaruh sangat penting terhadap pembangunan perekonomian negeri ini, terutama hasil perkebunan kelapa sawit. Sebab merupakan komoditi terbaik dalam meningkatkan devisa negara.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkebunan (DJP), dari tujuh komoditi yang dijadikan sebagai ekspor unggulan, kelapa sawit mendapatkan nilai ekspor mencapai angka 17,60 miliar Dolar AS. Ekspor minyak sawit tertinggi yang diperoleh Indonesia adalah pada tahun 2012, di mana pada tahun itu merupakan nilai tertinggi yang pernah didapat oleh Indonesia di sektor perkebunan minyak sawit. Pada tahun sebelumnya Indonesia menduduki nomor urut pertama dalam ekspor minyak sawit, dengan nilai 17,23 miliar Dolar AS. (Kompasiana, 2/6/2023)
Kelapa sawit sendiri menghasilkan minyak sawit mentah, menjadi favorit untuk komoditi ekspor Indonesia. Perkebunan minyak sawit memiliki peran yang cukup penting, karena termasuk dalam sembilan bahan pokok komoditas kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, jika harga minyak sawit sendiri terus mengalami kenaikan yang cukup besar, dapatkah rakyat memenuhi hajat hidup mereka? Semua ini tentu berdampak pada kehidupan rakyat, yang merasa sulit untuk mendapatkan minyak sawit dengan harga terjangkau. Selain menimbulkan dampak pada konsumen, kenaikan minyak sawit memberikan efek lain, yakni penyebab adanya inflasi. Hal ini terjadi, ketika permintaan barang dan jasa relatif tinggi dan ketersediaan barang tak seimbang.
Dengan demikian, sudah seharusnya pemerintah melakukan intervensi, melalui berbagai langkah. Menyidik pasar komoditas yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat seperti, bensin, beras, dan minyak goreng, untuk mengendalikan inflasi yang paling memukul segmen penduduk termiskin. Dengan tata kelola perekonomian pasar, melalui langkah-langkah mekanisme kuota impor karena kenaikan harga cukup tinggi, disebabkan oleh defisit domestik.
Kenaikan harga minyak sawit Internasional cukup besar, mengingat Indonesia merupakan produsen nomor satu di dunia sajak tahun 2006. Produksi sawit negeri ini mencapai 43,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,61persen per tahun. Hal ini membuat CPO (Crude Palm Oil), jadi penyumbang devisa ekspor terbesar bagi Indonesia. Selain pengusaha domestik kepemilikan perkebunan kelapa sawit besar di Indonesia, didominasi para investor-investor dari negara lain.
Problem kenaikan harga minyak sawit tidak hanya berimbas pada perekonomian masyarakat semata, akan tetapi kehidupan yang terampas dan ruang hidup mereka. Seperti halnya perampasan lahan perkebunan kelapa sawit, mengapa demikian? Hal ini tentu berimbas pada kehidupan rakyat sekitar lahan perkebunan tersebut.
Konflik lahan sawit yang dialami oleh warga Desa Bangkal Seruyan, Kalimantan Tengah yang menyisakan kisah pilu sejak 16 tahun lalu. Saat mereka menuntut haknya dengan berunjuk rasa, hingga terjadi bentrokan. Kala itu salah seorang warganya tertembak hingga tewas, saat polisi menembakkan gas air mata. Sungguh memilukan, di mana seharusnya aparat melindungi rakyat, akan tetapi seolah melindungi korporasi.
Menurut James Watt, warga Desa Bangkal, PT HMBP (Hamparan Masawit Bangun Persada) mulai masuk ke desanya pada tahun 2007. Bupati Seruyan kala itu Darwan Ali, memohon agar warga menerima perusahaan tersebut. Bupati menjelaskan bahwa PT tersebut akan menyejahterakan, salah satunya dengan membuka lapangan pekerjaan. (BBC Indonesia, 11/10/2023)
Akan tetapi, bertahun-tahun perusahaan itu tidak juga beroperasi. Janji-janji pemerintah daerah pun tak kunjung terlaksana. Padahal perjanjian itu sudah ditandatangani warga dan perusahaan, seperti akan membangun kebun plasma. Setiap warga akan mendapatkan dua hektare kebun plasma paling lambat 2014, tetapi hingga saat ini kebun plasma sebagai medium pendongkrak kesejahteraan warga tidak kunjung terealisasi.
Alhasil, kemiskinan menyelimuti warga setempat. Akibat perampasan lahan, telah merenggut kehidupan mereka terlebih lagi kaum perempuan dan juga anak-anak. Seharusnya mereka hidup aman dan nyaman, kini harus menderita. Di mana perempuan dan anak harus turut membantu suami dan ayah mereka, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini terjadi, karena lapangan pekerjaan yang perusahaan janjikan hanya sebagai buruh kasar, dengan upah yang sangat minim bahkan tanpa diberi upah.
Dampak dari problematika ini, membuat kehidupan masyarakat sekitar semakin terpuruk. Belum lagi berbicara tentang pendidikan generasinya, seharusnya mengenyam bangku sekolah, akhirnya banyak yang putus di tengah jalan karena tak ada biaya. Kaum ibu pun akhirnya rela membanting tulang demi mencukupi hajat hidup keluarga.
Akibat lainnya yaitu dampak banjir kian marak, disebabkan wilayah resapan disulap menjadi perkebunan sehingga daerah resapan air berkurang. Sebaliknya, jika kemarau warga kesulitan mendapatkan air bersih, karena sawit mematikan sumber air mereka. Inilah sebagian dampak yang menimpa masyarakat, terutama perempuan dan anak. Sedangkan perampasan lahan rakyat tidak akan mudah jika tak ada peran pemangku kebijakan. Oleh karenanya, politik oligarki menjadi akar permasalahan, mengapa perampasan ruang hidup rakyat semakin dimudahkan?
Bagaimanapun juga sejumlah regulasi yang melegalkan perampasan tanah, tidak lepas dari campur tangan kaum oligarki. Sistem politik demokrasi yang menjadi dasar seluruh kebijakan yang ada, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Tanpa memikirkan bagaimana solusi untuk mensejahterakan, melindungi dan juga memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya, malah sebaliknya menyengsarakan.
Sungguh berbeda antara politik Islam dan politik demokrasi. Islam menjadikan akidah sebagai landasan dalam setiap aktivitasnya. Dalam sistem politik Islam, hanya memiliki satu niat, yaitu untuk mengabdi kepada Sang Pencipta kehidupan. Allah telah jelas menjanjikan pahala besar bagi para penguasa yang amanah, serta memberikan ancaman dan siksaan amat pedih pada penguasa lalai dan zalim.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur'an surat Al-Mu'minun (23) ayat 8-11, yang artinya:
"Orang-orang yang menunaikan amanah dan menepati janji,... Mereka itulah yang mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya."
Penguasa dalam Islam berfungsi sebagai pelindung dan pengurus bagi umat. Seluruh kebutuhan rakyat akan terpenuhi secara optimal. Begitu pula jika masyarakat mendapatkan ancaman, maka penguasa-lah yang akan berdiri di garda terdepan untuk melindungi rakyatnya. Dengan adanya penguasa amanah, maka kaum perempuan dan anak, akan hidup aman dan nyaman di bawah naungan sistem politik Islam yang hakiki. Wallahu a'lam bish-shawab.[Dft]
0 Komentar