Oleh Rina Karlina
(Aktivis Dakwah)
Vivisualiterasi.com- Saat ini kondisi generasi muda sedang tidak baik-baik saja. Banyak sekali anak-anak muda terseret kasus kriminal seperti kekerasan seksual, narkoba, pergaulan bebas, ditambah lagi deretan kasus judi online yang berkedok game. Judi online menjadi candu bagi semua kalangan profesi dan umur. terutama anak-anak di bawah umur seusia SD, SMP, SMA dan mahasiswa.
Laporan BBC Indonesia menyebutkan laporan terbaru PPATK yang menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online. Sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan di bawah Rp100.000. Pelajar yang disebut adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA dan mahasiswa. Pasalnya, saat ini untuk pasang taruhan atau deposit uangnya tak perlu besar. Cukup dengan Rp10.000 sudah bisa berjudi. Cara deposit pun makin gampang, bisa dengan kirim pulsa, dompet elektronik, uang elektronik, bahkan QRIS. Adapun, transaksi judi online sejak 2017 sampai 2023 mencapai lebih dari Rp200 triliun.
Menurut Budi Arie, selaku Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Menkominfo RI), saat ini Indonesia sedang darurat judi online. Sudah banyak anak-anak dan remaja yang menjadi korban judi online. (edukasi.okezone.com, 28/11/2023).
Sungguh miris. Generasi muda yang seharusnya menjadi harapan bagi orang tua, masyarakat dan negara, kini dirusak perlahan secara mental. Para penjaga generasi pun tak mampu menghindari rusaknya generasi. Pertama, benteng keluarga (orang tua). Pengasuhan orang tua yang seharusnya menjadi kunci suksesnya seorang anak, pada nyatanya dalam sistem sekuler, sulit untuk diwujudkan. Ibu sebagai pendidik utama anak ikut terjun untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga generasi abai dari perhatian orang tua bahkan tak menyadari bahwa anaknya telah menjadi korban utama rusaknya sistem sekuler. Jika terus dibiarkan akan berakibat fatal bagi kondisi mental anak.
Orang tua dituntut atas kewajiban penuh dalan pengasuhan dan pendidikan. Terutama penanaman akidah sejak dini kepada anak, agar sang anak mempunyai benteng akidah yang kokoh ketika ada hasutan atau rayuan buruk menghampirinya. Untuk itu, orang tua diharuskan mempelajari dan memahami Al-Qur'an juga as-sunnah dalam hal pendidikan anak. Dan ini adalah tugas berat sebagai orang tua yang tidak mudah untuk dilakukan.
Nabi saw bersabda, "Tidak ada pemberian seorang ayah untuk anaknya yang lebih utama dari pada (pendidikan) tata krama yang baik." (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
Kedua, benteng lingkungan (masyarakat). Masyarakat yang peduli terhadap saudara, kerabat, dan tetangga yang ada di sekitarnya menjadi kekuatan agar generasi muda tetap aman dan tidak mudah terjerumus ke dalam kesesatan.
Dari Abu Said Al Khudri Radhiyallahu Anhu berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)
Saat ini justru lingkungan masyarakat pun rusak sehingga menambah permasalahan umat. Perusakan akidah yang notabenenya perlahan menghancurkan masa depan kerap terjadi di masyarakat. Dengan pola 4F (Food, Film, Fashion, Fun), adalah trik jitu menjadikan generasi lalai dari perannya sebagai anak maupun hamba Allah, bahkan sebagai bagian dari masyarakat. Justru mereka menjadi sasaran empuk bagi sistem sekuler.
Ketiga, benteng negara. Seharusnya negara menjadi pelindung bagi rakyatnya. Ini adalah permasalahan besar karena menyangkut generasi muda yang notabene sebagai generasi penerus untuk melanjutkan kepemimpinan dalam bernegara. Hal tersebut membutuhkan penyelesaian secara sistemik yang sampai pada akarnya.
Sayangnya, komitmen negara untuk menyelesaikan masalah ini dinilai tidak serius. Justru terlihat mendukung adanya judi online. Karena dicurigai ada keuntungan di dalamnya. Tindakan yang dilakukan oleh negara tidak pernah membuat masyarakat merasa puas padahal negara adalah pelindung bagi rakyatnya.
Berbeda dengan Islam, Islam sangat menjaga generasi dengan baik. Penjagaan itu diterapkan mulai dari keluarga, masyarakat dan negara. Tugas orang tua menjadi pendidik utama terealisasi karena negara memfasilitasi lapangan kerja yang luas untuk para suami. Sementara ibu, fokus dalam mendidik anak di rumah.
Lingkungan (masyarakat) pun menjadi tameng dalam menjaga generasi. Dengan satu pemikiran, perasaan islami akan memantau setiap aktivitas yang terjadi di masyarakat apakah sesuai dengan hukum Islam ataukah bertentangan. Ketika nyata-nyata bertentangan, seperti adanya judi online maka jelas hal itu akan dicegah/ditindak. Mengapa? Karena masyarakat Islam memiliki perintah amar makruf nahi mungkar (menyuruh kepada kebaikan mencegah kepada kemungkaran).
Pihak yang paling depan menjaga generasi adalah negara. Kehadirannya sangat vital. Kebijakan dalam hal pendidikan digratiskan, pengaturan tayangan yang boleh ditonton oleh anak, pengaturan pemenuhan ekonomi keluarga dan masih banyak yang lainnya. Semuanya pengaturan tersebut adalah kewajiban negara. Negara adalah junnah atau perisai dalam segala hal termasuk dalam aspek penjagaan generasi. Terutama dari ancaman sistem sekuler. Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]
0 Komentar