Oleh Yuniyati
(Aktivis Dakwah Muslimah)
Vivisualiterasi.com- Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin itulah gambaran rakyat negeri ini. Beras yang merupakan komoditas pangan pokok kini harganya semakin melambung tinggi, yang juga diikuti dengan naiknya harga komoditas pangan lainnya.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa stok cadangan beras negara dalam keadaan aman. Tetapi mengapa harga beras justru semakin mahal? Alih-alih untuk menstabilkan harga beras di pasaran, Bulog akan melakukan import beras ke negara yang memenuhi standar persyaratan.
Seperti yang dilansir oleh tirto.id (11/10/2023), untuk memperkuat cadangan beras guna menstabilkan harga beras di pasaran, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog akan melaksanakan penugasan import beras 1,5 juta ton dari pemerintah. Importasi beras ini akan mengambil dari negara mana saja yang memungkinkan dan memenuhi semua standar persyaratan. Di sisi lain, Iqbal menyatakan bahwa pihaknya juga akan terus melakukan pemantauan intensif terkait harga beras.
Harga beras per Jum'at (13/10) masih terpantau naik bahkan telah melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sejak Maret 2023. (CNBC, 13/10/2023 )
Tentunya hal ini sangat memberatkan rakyat. Rakyat semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok beras, apalagi diikuti juga dengan kenaikan harga komoditas pangan yang lain seperti bawang putih, bawang merah, cabai rawit merah, cabai merah keriting, daging ayam, telor, minyak goreng hingga gula. Hal ini terlihat berdasarkan data panel harga pangan yang dilansir oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Kamis (12/10).
Mirisnya terkait masalah ini pemerintah seolah enggan untuk menyelidiki apa sebenarnya akar dari masalah ini. Beberapa pejabat negara seperti Menteri Dalam Negeri justru mendorong masyarakat untuk tidak hanya mengkonsumsi beras sebagai asupan karbohidrat. Rakyat dianjurkan untuk mengkonsumsi komoditas pangan yang lain selain beras seperti talas, ubi hingga sukun sebagai salah satu respon dari keluhan kenaikan harga beras.
Padahal ketika kita telusuri akar permasalahan dari semua ini adalah adanya mafia-mafia produk pertanian yang harus diperangi secara tuntas oleh negara, karena merekalah sumber masalah dari kenaikan harga komoditas pangan saat ini.
Hal tersebut memang lumrah terjadi dalam sistem ekonomi kapitalisme, negara berlepas tangan dari tugasnya sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan rakyat, seperti sandang, pangan dan papan.
Sistem kapitalisme hanya mengedepankan keuntugan materi tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Apalagi menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat secara keseluruhan seperti sandang, pangan dan papan hingga kebutuhan lain seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Sejarah membuktikan kemampuan Islam dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya bukan hanya isapan jempol belaka. Kehidupan masyarakat Islam pada masa kekhilafahan sepanjang belasan abad benar-benar diliputi dengan kebaikan dan keberkahan.
Hal ini karena sistem Islam tegak diatas landasan ruhiyah. Kepemimpinan dalam Islam bukan sekedar untuk kepentingan duniawi saja, melainkan juga ukhrowi. Maka hal inilah yang mendorong penguasa untuk bersungguh-sungguh mengurus dan melayani rakyat karena yakin semua akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Seperti sabda Rasulullah saw., "Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka, kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka." (HR. Muslim)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw. bersabda, "Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat, dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya." (HR. Bukhari)
Dalil-dalil inilah yang menjadi cara pandang penguasa dalam Islam untuk mengurusi rakyatnya, sehingga banyak sekali penguasa yang luar biasa, seperti pada kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Pada saat itu, pernah terjadi bencana paceklik yang berlangsung selama sembilan bulan. Kekeringan melanda seluruh bumi Hijaz, orang-orang mulai kelaparan, mereka berbondong-bondong pergi ke Madinah untuk meminta bantuan kepada khalifah Umar.
Sikap Amirul Mukminin pun sigap dan tanggap. Khalifah Umar mendirikan tungku-tungku dan posko-posko bantuan makanan yang dananya diambil dari Baitul Mal. Bantuan tersebut bisa mencukupi penduduk Hijaz.
Di tengah usaha keras beliau dalam mencukupi rakyatnya, beliau pun tegas pada diri sendiri, beliau berkata, "Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan."
Khalifah Umar hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Khalifah Umar rela ikut menanggung rasa lapar, beliau pun menolak pemberian makanan berupa daging dan hati unta. Beliau menyuruh Aslan untuk membagikan makanan tersebut kepada rakyatnya.
Inilah penguasa dalam sistem Islam, mengurus rakyat dengan sepenuh hati bukan untuk kepentingan eksistensi kekuasaannya, melainkan demi menjalankan kewajiban yang Allah berikan.
Strategi politik dalam Islam juga membuat penyaluran kekayaan negara berjalan ideal dan optimal. Tidak boleh ada komoditas pangan yang bisa dikuasai oleh segelintir orang maupun korporasi. Negara diamanahi untuk mengelola dan mengatur secara optimal komoditas pangan demi kemakmuran rakyat.
Ditambah lagi dengan sistem sosial, politik, sanksi yang diterapkan secara keseluruhan membuat semua celah kerusakan benar-benar akan tercegah termasuk adanya mafia-mafia dalam pengelolaan komoditas pangan, sehingga kesejahteraan rakyat dapat terwujud.
Tata kelola komoditas pangan dalam Islam adalah wujud fisik sebuah negara yang taat kepada syariat karena negara adalah penjaga kesejahteraan dan penjaminan urusan rakyat, sebuah sistem tata kelola yang tidak bisa diwujudkan dalam sistem kapitalisme saat ini.
Saatnya tugas kita untuk menyadarkan umat akan pentingnya sistem Islam, tidak ada sistem yang lebih baik yang dapat mewujudkan dan menjamin kesejahteraan rakyat kecuali hanya sistem Islam. Wallahua'lam.[Irw]
0 Komentar