Vivisualiterasi.com- Kasus narkoba kian hari kian mengkhawatirkan, data pengguna dan terpidana semakin hari semakin meningkat. Penggunapun semakin bervariasi mulai anak remaja hingga dewasa, dari pusat kota hingga pelosok desa. Bahkan tak tanggung-tanggung Indonesia mendapatkan rekor penyalahgunaan dan transaksi tertinggi ke tiga dunia.
kondisi yang mencekam ini harusnya pemerintah semakin memperketat aturan, hukuman dan pemberantasannya namun ironisnya fakta menunjukkan sebaliknya. Seperti yang dilansir KOMPAS.com, Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba. Hal itu disampaikan anggota Tim Percepatan Reformasi Hukum kelompok kerja (pokja) Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum, Rifqi Sjarief Assegaf, dalam konferensi pers di Command Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023). Grasi massal itu untuk menghindari lembaga pemasyarakatan (lapas) yang overcrowded atau penuh.
Pernyataan ini tentu sangat mengejutkan, bagaimana bisa dalam kondisi darurat narkoba para napi narkoba diberi potongan masa tahanan bahkan dibebaskan. Besarnya dampak buruk dari penyalahgunaan narkoba dan narkotika yaitu merusak kesehatan fisik hingga kematian, kesehatan psikis, adanya ketergantungan hingga berdampak tindak kriminal. Bahkan generasi pemimpin masa depan pun sedang terancan darurat narkoba.
Darurat Narkoba
Hampir 100 persen lapas secara total over crowded, fakta ini menunjukkan tingginya pelaku penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Status darurat ini tentu ada banyak faktor yang menjadi penyebab, diantaranya:
pertama, tidak adanya efek jera dalam pemberian sanksi. Jika seseorang sudah tidak takut lagi dihukum karena tak sedikitpun berdampak jera pada pelaku. Hal ini sangat bahay mereka akan semakin naik level kejahatannya.
Kedua, kemiskinan dan desakan ekonomi adalah faktor pendorong tertinggi seseorang masih mempertahankan aktivitas kejahatannya. Apalagi keuntungan yang didapat begitu menggiurkan. Para konsumen narkoba adalah pasar yang menjanjikan. Mereka dipastikan akan _repeat order_ karena zat nikotin membuat mereka ketagihan.
Ketiga, lemahnya iman seseorang dan rusaknya kepribadian individu, dua hal tersebut menjadi keniscayaan jika seseorang imannya rapuh maka kepribadianyapun akan rusak maka mereka tak akan pernah merasa bersalah dan takut menggunakan obat-obat terlarang bahkan menjadi pengedar. Karena tak ada yang menjadi petunjuk mereka pada kebaikan dan ketaatan.
Hukum Ala Demokrasi
Dengan permasalahan yang genting ini, seharusnya pemerintah meningkatkan keseriusannya berkali-kali lipat, agar permasalahan narkoba ini tidak semakin melebar dan semakin akut. Namun sangat disayangkan nampaknya pemerintah masih menganggap sepele peredaran narkoba. Terbukti dengan rencana adanya grasi napi narkoba yang diajukan menkopolhukam dengan tim percepatan reformasi hukum. Ditengah semakin banyaknya lulusan sarjana hukum termasuk guru besar ilmu hukum namun kondisi penegak hukum negara kita justru semakin memprihatinkan.
Inilah bukti bobroknya sistem Demokrasi-Sekulerisme yaitu akal manusia sebagai sumber pembuatan hukum yang notabene diliputi banyak kepentingan. Ditambah lagi dengan sekularisme yang memisahkan urusan hukum dengan agama, maka terciptalah hukum-hukum yang terjadi sekarang. Dimana hukumannya tak berdampak efek jera, kebijakannya tumpul ke atas dan tajam kebawah hingga lebih pro pengusaha daripada rakyat jelata.
Berkaca pada kebijakan grasi untuk para napi narkoba, merupakan suatu keniscayaan terjadi pada sistem demokrasi, karena pembuatan hukum bersumber dari akal manusia maka memungkinkan terjadinya revisi dan sejenisnya dimana otak manusi satu dan lainnya itu berbeda sehingga dengan mudah hukum diutak atik agar sesuai dengan pemangku kebijakan.
Padahal hakikatnya sebuah hukum dibuat untuk menegakkan keadilan dan menertibkan suatu permasalahan, namun inilah aturan ala demokrasi yang menyimpan segudang permasalahan. maka tak heran jika banyak yang dengan mudah melanggar dan dengan sengaja melakukan tindak pidana bahkan dilakukan oleh kalangan penguasa hingga penegak hukum sendiri. Seperti korupsi, pencucian uang, sogok menyogok dan lain sebagainya. Sungguh ironis nasib penegakan hukum bangsa ini.
Inilah bukti dari kegagalan sistem demokrasi dalam menyelesaikan permasalahan terkhusus hukuman bagi napi narkoba. Dimana permasalahan tak bisa diselesaikan dengan tuntas hingga akarnya namun justru mengundang masalah baru. Grasi bagi napi narkoba hanya salah satu kebijakan hukum yang gagal menyelesaikan permasalahan darurat narkoba. Masih ada hampir 50 persen permasalahan negeri ini yang berkaitan dengan hukum.
Hukum Islam : Tegas dan Tuntas
Permasalahan darurat narkoba yang terjadi di dalam sistem demokrasi saat ini tentu tak akan terjadi dalam sistem IsIam dengan landasan akidah IsIam setiap individu dibina oleh negara untuk senantiasa menjadi individu yang bertaqwa. Sehingga setiap perbuatan akan diperhatikan dari sesuatu yang melanggar hukum syarak.
Maka tak akan ada dalam sistem IsIam, seorang individu menggunakan narkoba karena dasar coba-coba, atau menjadi pengedar karena alasan kemiskinan atau bahkan nekat melakukan kriminal tersebut karena tak takut dihukum.
Rasulullah SAW bersabda, “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim).
Maka seorang pemimpin dalam IsIam akan bertanggungjawab menjalankan tugasnya sebagai ro'in pelindung atau pelayan umat. Negara tidak akan membiarkan masyarakat mengkonsumsi barang haram, maka disamping mengkondisikan setiap individu dalam ketaqwaan juga negara tak akan membiarkan narkoba dan sejenisnya beredar di dalam daulah karena keamanan dalam negeri sangat ketat dan mereka tak bisa disogok bukan saja karena sudah dijamin dengan jaminan yang cukup namun juga landasan akidah IsIam yang kokoh.
Selain itu, negara juga akan memenuhi semua hak umat baik individual maupun komunal seperti sandang, pangan dan papan ataupun kesehatan, pendidikan dan keamanan. Sehingga tak akan ada individu yang menjadi pengedar karena aspek kemiskinan, dengan jaminan yang sudah diberikan oleh negara maka seorang kepala keluarga hanya cukup mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok saja salah satunya makan.
Selain itu, sanksi yang ditegakkan dalam sistem IsIam bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) maka dengan sifat tersebut menjadikan masyarakat akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan karena sanksi tegas yang bisa memberikan efek jera bagi semua masyarakat baik pelaku maupun masyarakat secara umum.
Inilah solusi tuntas dan tegas dalam sistem IsIam dan fakta sejarah dalam penerapan sistem IsIam dalam bingkai khilafah telah berhasil selama belasan abad menjaga masyarakat dari berbagai tindak kejahatan. Bahkan dalam sejarah tercatat hanya 200 kasus saja, selama kurang lebih 13 abad lamanya. Wallahu a'lam. [LPN]
0 Komentar